Perhiasan Wajah


Bismillahirrohmanirrohiim.

Wajah merupakan pusat kecantikan para wanita, sehingga kita melihat bagaimana mereka menaruh perhatian terhadap bagian tubuhnya yang satu ini lebih dari bagian tubuhnya yang lain. Dibolehkan bagi wanita untuk menambah ataupun menutupi kekurangan pada bagian wajahnya dengan suatu perhiasan selama perhiasan atau cara berhias tersebut tidak dilarang oleh syariat dan tidak mengandung unsur tasyabbuh (menyerupai wanita kafir). Dengan demikian, dibolehkan bagi wanita untuk menghiasi matanya dengan celak, terlebih lagi bila ia bercelak dengan itsmid karena akan memberi faedah bagi kesehatan matanya. (asy-Syarhul Mumti’, 1/128)

Zainab, putri Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, mengisahkan dari ibunya: Pernah datang seorang wanita menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, putriku ditimpa musibah dengan meninggalnya suaminya, sementara ia mengeluhkan sakit pada matanya. Apakah boleh ia mencelaki matanya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ia tidak boleh bercelak.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5336 dan Muslim no. 1488)

Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ia tidak boleh bercelak”, terdapat dalil tentang haramnya bagi wanita yang suaminya baru meninggal (wanita yang sedang ber-ihdad) untuk memakai celak, sama saja ia membutuhkannya ataupun tidak. (Syarah Shahih Muslim, 10/114)

Dari sini dipahami, bila wanita yang ber-ihdad dilarang bercelak, berarti selain wanita yang ber-ihdad dibolehkan untuk memakai celak. (Jami’ Ahkamin Nisa’, 4/419)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menuntunkan dalam sabdanya:

وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Sebaik-baik celak kalian adalah itsmid, ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Abu Dawud no. 3878. Dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad, 1/452)

عَلَيْكُمْ بِالإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Gunakanlah itsmid oleh kalian ketika hendak tidur karena ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Ibnu Majah no. 3495 Disahihkan sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah, no. 724)

Adapun tentang pemakaian make-up pada wajah, hal ini pernah ditanyakan kepada Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah. Beliau menjawab, “Jika make-up itu mempercantik wajah namun tidak memudaratkannya (membahayakan) dan tidak memengaruhi wajah sedikit pun maka tidak apa-apa. Namun bila sebaliknya maka terlarang.” (Zinatul Mar’ah baina ath-Thibbi wasy Syar’i, hlm. 23)

Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab permasalahan yang sama. Beliau berkata, “Jika memakainya karena ada kebutuhan/keperluan maka tidak mengapa. Akan tetapi bila tidak ada keperluan maka meninggalkannya lebih baik, khususnya bila harganya mahal. Karena hal itu membawa pada perbuatan israf (berlebihan) yang diharamkan, juga mengarah pada  penipuan dan pemalsuan karena menampakkan yang bukan hakikatnya tanpa adanya keperluan.” (Zinatul Mar’ah, hlm. 26)

Sumber : Asysyariah.com

Bismillahirrohmanirrohiim.

Wajah merupakan pusat kecantikan para wanita, sehingga kita melihat bagaimana mereka menaruh perhatian terhadap bagian tubuhnya yang satu ini lebih dari bagian tubuhnya yang lain. Dibolehkan bagi wanita untuk menambah ataupun menutupi kekurangan pada bagian wajahnya dengan suatu perhiasan selama perhiasan atau cara berhias tersebut tidak dilarang oleh syariat dan tidak mengandung unsur tasyabbuh (menyerupai wanita kafir). Dengan demikian, dibolehkan bagi wanita untuk menghiasi matanya dengan celak, terlebih lagi bila ia bercelak dengan itsmid karena akan memberi faedah bagi kesehatan matanya. (asy-Syarhul Mumti’, 1/128)

Zainab, putri Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, mengisahkan dari ibunya: Pernah datang seorang wanita menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, putriku ditimpa musibah dengan meninggalnya suaminya, sementara ia mengeluhkan sakit pada matanya. Apakah boleh ia mencelaki matanya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ia tidak boleh bercelak.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5336 dan Muslim no. 1488)

Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ia tidak boleh bercelak”, terdapat dalil tentang haramnya bagi wanita yang suaminya baru meninggal (wanita yang sedang ber-ihdad) untuk memakai celak, sama saja ia membutuhkannya ataupun tidak. (Syarah Shahih Muslim, 10/114)

Dari sini dipahami, bila wanita yang ber-ihdad dilarang bercelak, berarti selain wanita yang ber-ihdad dibolehkan untuk memakai celak. (Jami’ Ahkamin Nisa’, 4/419)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menuntunkan dalam sabdanya:

وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Sebaik-baik celak kalian adalah itsmid, ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Abu Dawud no. 3878. Dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad, 1/452)

عَلَيْكُمْ بِالإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Gunakanlah itsmid oleh kalian ketika hendak tidur karena ia dapat mempertajam pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (HR. Ibnu Majah no. 3495 Disahihkan sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah, no. 724)

Adapun tentang pemakaian make-up pada wajah, hal ini pernah ditanyakan kepada Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah. Beliau menjawab, “Jika make-up itu mempercantik wajah namun tidak memudaratkannya (membahayakan) dan tidak memengaruhi wajah sedikit pun maka tidak apa-apa. Namun bila sebaliknya maka terlarang.” (Zinatul Mar’ah baina ath-Thibbi wasy Syar’i, hlm. 23)

Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab permasalahan yang sama. Beliau berkata, “Jika memakainya karena ada kebutuhan/keperluan maka tidak mengapa. Akan tetapi bila tidak ada keperluan maka meninggalkannya lebih baik, khususnya bila harganya mahal. Karena hal itu membawa pada perbuatan israf (berlebihan) yang diharamkan, juga mengarah pada  penipuan dan pemalsuan karena menampakkan yang bukan hakikatnya tanpa adanya keperluan.” (Zinatul Mar’ah, hlm. 26)

Sumber : Asysyariah.com

Sebut Saja Primadona Kampus.


Bismillah, cerita ini bukan menjatuhkan si nama samaran Primadona.
Saya merasa senang bisa sharing dengan adik yang sekarang kuliah ekstensi.
Dia dengan jujur selalu menceritakan kejadian unik di kampusnya.
Ada perempuan satu kelasnya yang begitu menyita perhatian para mahasiswa terutama lelaki.
Yah, namanya juga perempuan cantik. Dari mulut ke mulut akan menjadi buah bibir apalagi kalau cantiknya beda. (fisik)
Pertama kali hadir di kelas para mahasiswa lelaki duduk barisan belakang. Dan si Primadona Kampus duduk di depannya.
Indah nian kalau bersolek, tapi naas menjadi bahan tawaan karena pakaian anak kecil masih dipakai.
Maaf kelihatan pakaian yang tidak seharusnya kelihatan saat ia membelakangi mahasiswa lain.
Tapi anehnya perempuan ini acuh tak acuh.




Datanglah esoknya dosen baru.
Ditanyai satu persatu si mahasiwa nama dan pekerjaannya.
Giliran si Primadona.
Pak Dosen : "Nama kamu siapa?"
 
Gadis cantik : "Primadona Pak."
 
Pak Dosen :"Oh, jadi kamu yang namanya primadona."
 
"Wah sudah diincar. Hayu-hayu... langsung niye?" Teriak beberapa mahasiswa dengan riuh.

Sang dosen tertawa. "Nanti kita kenalan di depan saja ya. Tapi kenapa nggak pakai kerudung?"
Primadona pun terdiam. Ia hanya mengulum senyum kecil. Sedangkan ruangan gaduh.

"Coba pakai kerudung, pasti tambah cantik" imbuh dosen.
 
Saya jadi penasaran sama si primadona. Akhirnya adik saya memberikan fotonya melalui bbmnya.

“Neh lihat, pacarnya itu fotografer, nah si PRIMADONA cantik ya? Putih mulus kayak iklan di tv lah.”
“Kya… cantik iya, dewasa iya.”


Kesimpulan.
Secantik apapun kamu, kalau nggak berhijab itu…. Sayang dibiarkan, sayang dilepas dan dinikmati keindahan tubuhnya, ah apalagi wajahnya.

So, cantik itu relatif berhijab itu mutlak!!

Siapapun dia lelaki muslim, pasti melihat yang indah-indah ingin rasanya menikmati apalagi gratis. Tetapi jika bisa menundukkan pandangan jauh lebih baik lagi. Dan dibantu dengan para perempuan yang berusaha menjaga kecantikannya agar tidak menjadi fitnah.

Tapi dibilang teman sekampus ada yang suka? katanya sih nggak berani. Well, make up tebal dan carinya yang dompetnya tebel. Kyaaa... isshh.

Dunia itu adalah pehiasan, dan sebaik-baik-perhiasan adalah wanita Shalihah {HR Muslim}

 Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)

Bismillah, cerita ini bukan menjatuhkan si nama samaran Primadona.
Saya merasa senang bisa sharing dengan adik yang sekarang kuliah ekstensi.
Dia dengan jujur selalu menceritakan kejadian unik di kampusnya.
Ada perempuan satu kelasnya yang begitu menyita perhatian para mahasiswa terutama lelaki.
Yah, namanya juga perempuan cantik. Dari mulut ke mulut akan menjadi buah bibir apalagi kalau cantiknya beda. (fisik)
Pertama kali hadir di kelas para mahasiswa lelaki duduk barisan belakang. Dan si Primadona Kampus duduk di depannya.
Indah nian kalau bersolek, tapi naas menjadi bahan tawaan karena pakaian anak kecil masih dipakai.
Maaf kelihatan pakaian yang tidak seharusnya kelihatan saat ia membelakangi mahasiswa lain.
Tapi anehnya perempuan ini acuh tak acuh.




Datanglah esoknya dosen baru.
Ditanyai satu persatu si mahasiwa nama dan pekerjaannya.
Giliran si Primadona.
Pak Dosen : "Nama kamu siapa?"
 
Gadis cantik : "Primadona Pak."
 
Pak Dosen :"Oh, jadi kamu yang namanya primadona."
 
"Wah sudah diincar. Hayu-hayu... langsung niye?" Teriak beberapa mahasiswa dengan riuh.

Sang dosen tertawa. "Nanti kita kenalan di depan saja ya. Tapi kenapa nggak pakai kerudung?"
Primadona pun terdiam. Ia hanya mengulum senyum kecil. Sedangkan ruangan gaduh.

"Coba pakai kerudung, pasti tambah cantik" imbuh dosen.
 
Saya jadi penasaran sama si primadona. Akhirnya adik saya memberikan fotonya melalui bbmnya.

“Neh lihat, pacarnya itu fotografer, nah si PRIMADONA cantik ya? Putih mulus kayak iklan di tv lah.”
“Kya… cantik iya, dewasa iya.”


Kesimpulan.
Secantik apapun kamu, kalau nggak berhijab itu…. Sayang dibiarkan, sayang dilepas dan dinikmati keindahan tubuhnya, ah apalagi wajahnya.

So, cantik itu relatif berhijab itu mutlak!!

Siapapun dia lelaki muslim, pasti melihat yang indah-indah ingin rasanya menikmati apalagi gratis. Tetapi jika bisa menundukkan pandangan jauh lebih baik lagi. Dan dibantu dengan para perempuan yang berusaha menjaga kecantikannya agar tidak menjadi fitnah.

Tapi dibilang teman sekampus ada yang suka? katanya sih nggak berani. Well, make up tebal dan carinya yang dompetnya tebel. Kyaaa... isshh.

Dunia itu adalah pehiasan, dan sebaik-baik-perhiasan adalah wanita Shalihah {HR Muslim}

 Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)

Aku mulai menyukai si hitam



Kejadian di Jakarta dan usai pulangnya di rumah.
Banyak cerita dan selalu geli mendengarnya.
Tapi tak apalah, saya bisa ambil hikmah dari kejadian ini.
Saat saya jalan-jalan ke ragunan, banyak yang berhijab syari bahkan setiap saya berjalan pasti bertemu.
Tapi anehnya,saya masih dibilang bu haji.

Esoknya saya dikejutkan pertanyaan.


"Mbak, dalam rangka apa pakai serba hitam? berduka atau bagaimana?"

Issh.. jerit batinku.

"Ya enggaklah, emang gak boleh pakai baju hitam-hitam? kalau saya suka warna hitam gimana? itu jaket situ hitam? celana panjang situ hitam?

Terus si bapak ini tersenyum, sambil berujar.. oh kirain.

Eh sebelumnya saya juga ditanya.

"Pakai hitam-hitam apa enggak panas mbak?"

"Enggak. Ya tergantung bahan /kain yang kita pakai. Kalau kainnya panas ya bakalan panas, mau warna serba putih sekalipun. jadi menurutku tergantung kain yang kita pakai."
Si cowok ini terdiam.


SKAK MAT. situ pakai kaos you can see kalau bahannya gak nyerap keringat,  juga bakalan panas!!! ..hee..

Semenjak saya suka pakai hitam-hitam, banyak komentar miring. Pakai coklat-coklat aja dikatain mau pramuka. heh?!!!
sabar. Yang penting aku gak pakai baju terbuka!!


Sebenarnya saya tidak selalu memakai hitam. Hanya saja, sekarang saya suka sekali memakai hitam. Dulu lihatnya serem. Tapi sekarang kalau bercermin malah pakai hitam tuh adem banget. Weh, bukannya hijau?
entahlah. Itu sih menurut pendapatku.

Tapi bukan jadi tolak ukuran bahwa hitam adalah sunnah ya!

 ***

Sebagian muslimah yang taat beragama beranggapan bahwa satu-satunya warna pakaian muslimah yang ‘nyunnah’ adalah hitam. Jika ada yang berpakaian dengan warna selain hitam -apapun warnanya- maka dia belum menjadi muslimah sejati. Lebih parah lagi, ada yang beranggapan bahwa warna hitam adalah tolak ukur muslimah yang bermanhaj salaf. Artinya jika warna pakaian seorang muslimah bukan hitam maka dia bukan muslimah salafiyyah (muslimah yang bermanhaj salaf).

Untuk menilai anggapan di atas, marilah kita simak fatwa salah seorang ulama ahli sunnah di Yaman saat ini yaitu Syeikh Abdullah bin Utsman adz Dzimari. Fatwa ini beliau sampaikan dalam sesi tanya jawab setelah ceramah ilmiah yang beliau sampaikan dengan judul ‘Barokah Tamassuk bis Sunnah’ (Keberkahan Berpegang Teguh dengan Sunnah/Ajaran Nabi). Ceramah ini beliau sampaikan pada tanggal 19 Shofar 1427 H di radio ad Durus as Salafiyyah minal Yaman. Fatwa beliau tentang warna pakaian muslimah ini tepatnya ada pada menit 59:47- 1:02:39. Rekaman kajian ini ada pada kami.

Berikut ini transkrip fatwa beliau dan terjemahnya.


Moderator mengatakan, “Ada seorang penanya dari Libia yang mengajukan pertanyaan sebagai berikut. Apa warna yang pas untuk pakaian muslimah yang sejalan dengan syariat?”

Jawaban Syeikh Abdullah adz Dzimari, “Warna terbaik untuk pakaian seorang wanita adalah hitam dengan dua alasan. Alasan pertama, warna hitam biasanya tidak menarik dan memikat pandangan laki-laki.

Alasan kedua, ketika Aisyah menceritakan sebagian istri para shahabat – pada satu riwayat dikatakan ‘istri para shahabat Mujahirin’ namun pada riwayat yang lain disebutkan ‘istri para shahabat Anshor- “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada para istri shahabat Muhajirin. Ketika ayat tentang jilbab turun, mereka robek kain korden lalu mereka kenakan sebagai jilbab sehingga mereka seperti burung gagak”.


Dalam riwayat ini, Aisyah menyerupakan para shahabiyah dengan burung gagak. Sedangan buruk gagak itu seluruh tubuhnya berwarna hitam. Tidak ada warna putih sedikitpun. Inilah warna yang tepat karena dengan memakai warna pakaian seperti ini maka wanita yang bersangkutan terhindar dari warna pakaian, corak dan motif yang menari perhatian lawan jenis.


Tentang criteria pakaian muslimah yang sesuai syariat, sebagian ulama menyebutkan ada delapan kriteria.

  •     Longgar, lapang dan tidak ketat
  •     Tebal dan tidak transparan
  •     Model pakaian yang dipakai adalah model pakaian wanita, bukan model atau bentuk pakaian laki-laki
  •     Menutup badan secara sempurna sehingga tidak ada satupun bagian badan yang nampak
  •     Tidak diberi wewangian karena ketika keluar rumah seorang wanita dilarang untuk mengenakan wewangian
  •     Tidak menarik perhatian lawan jenis
  •     Bukan pakaian tampil beda yang menyebabkan orang yang memakainya menjadi kondang di masyarakat
  •     Bukan model pakaian yang menjadi ciri khas wanita kafir sehingga dengan memakainya muslimah tersebut menyerupai wanita kafir. Inilah kriteria yang harus dipenuhi ketika seorang muslimah hendak berpakaian dengan sempurna.

Tentang warna, telah kalian ketahui warna yang terbaik. Namun jika memang ada warna lembut(tidak mencolok) selain hitam yang biasa dipakai oleh para wanita di masyarakat setempat sehingga jika ada seorang muslimah yang mengenakannya maka dia tidak menjadi nyleneh di masyarakatnya maka tidak terlarang selama warna pakaian tersebut tidak menarik perhatian lawan jenis.

Sampai di sini penjelasan Syeikh Abdullah adz Dzimari.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa warna pakaian muslimah selain hitam itu diperbolehkan selama tidak menarik perhatian lawan. Tolak ukur penilaian warna yang menarik perhatian dan tidak adalah ‘urf atau nilai yang berlaku di masyarakat.
Oleh karenanya memakai warna pakaian semacam itu tidaklah menurunkan kadar dan kualitas ke-ahlisunnah-an atau ke-salafi-an seorang muslimah.
Oleh sebab itu menilai seorang muslimah itu salafiyyah ataukah bukan dengan melihat warna jilbabnya hitam ataukah bukan adalah suatu hal yang keliru dan sangat tidak berdasar.
Meski tidaklah kita ingkari bahwa memilih warna hitam sebagai pakaian muslimah itu yang lebih afdhol. Akan tetapi yang sangat merisaukan adalah ketika warna hitam ini dijadikan tolak ukur dan parameter apakah seorang wanita itu salafiyyah ataukah bukan tanpa dasar dalil dan ilmu.





Kejadian di Jakarta dan usai pulangnya di rumah.
Banyak cerita dan selalu geli mendengarnya.
Tapi tak apalah, saya bisa ambil hikmah dari kejadian ini.
Saat saya jalan-jalan ke ragunan, banyak yang berhijab syari bahkan setiap saya berjalan pasti bertemu.
Tapi anehnya,saya masih dibilang bu haji.

Esoknya saya dikejutkan pertanyaan.


"Mbak, dalam rangka apa pakai serba hitam? berduka atau bagaimana?"

Issh.. jerit batinku.

"Ya enggaklah, emang gak boleh pakai baju hitam-hitam? kalau saya suka warna hitam gimana? itu jaket situ hitam? celana panjang situ hitam?

Terus si bapak ini tersenyum, sambil berujar.. oh kirain.

Eh sebelumnya saya juga ditanya.

"Pakai hitam-hitam apa enggak panas mbak?"

"Enggak. Ya tergantung bahan /kain yang kita pakai. Kalau kainnya panas ya bakalan panas, mau warna serba putih sekalipun. jadi menurutku tergantung kain yang kita pakai."
Si cowok ini terdiam.


SKAK MAT. situ pakai kaos you can see kalau bahannya gak nyerap keringat,  juga bakalan panas!!! ..hee..

Semenjak saya suka pakai hitam-hitam, banyak komentar miring. Pakai coklat-coklat aja dikatain mau pramuka. heh?!!!
sabar. Yang penting aku gak pakai baju terbuka!!


Sebenarnya saya tidak selalu memakai hitam. Hanya saja, sekarang saya suka sekali memakai hitam. Dulu lihatnya serem. Tapi sekarang kalau bercermin malah pakai hitam tuh adem banget. Weh, bukannya hijau?
entahlah. Itu sih menurut pendapatku.

Tapi bukan jadi tolak ukuran bahwa hitam adalah sunnah ya!

 ***

Sebagian muslimah yang taat beragama beranggapan bahwa satu-satunya warna pakaian muslimah yang ‘nyunnah’ adalah hitam. Jika ada yang berpakaian dengan warna selain hitam -apapun warnanya- maka dia belum menjadi muslimah sejati. Lebih parah lagi, ada yang beranggapan bahwa warna hitam adalah tolak ukur muslimah yang bermanhaj salaf. Artinya jika warna pakaian seorang muslimah bukan hitam maka dia bukan muslimah salafiyyah (muslimah yang bermanhaj salaf).

Untuk menilai anggapan di atas, marilah kita simak fatwa salah seorang ulama ahli sunnah di Yaman saat ini yaitu Syeikh Abdullah bin Utsman adz Dzimari. Fatwa ini beliau sampaikan dalam sesi tanya jawab setelah ceramah ilmiah yang beliau sampaikan dengan judul ‘Barokah Tamassuk bis Sunnah’ (Keberkahan Berpegang Teguh dengan Sunnah/Ajaran Nabi). Ceramah ini beliau sampaikan pada tanggal 19 Shofar 1427 H di radio ad Durus as Salafiyyah minal Yaman. Fatwa beliau tentang warna pakaian muslimah ini tepatnya ada pada menit 59:47- 1:02:39. Rekaman kajian ini ada pada kami.

Berikut ini transkrip fatwa beliau dan terjemahnya.


Moderator mengatakan, “Ada seorang penanya dari Libia yang mengajukan pertanyaan sebagai berikut. Apa warna yang pas untuk pakaian muslimah yang sejalan dengan syariat?”

Jawaban Syeikh Abdullah adz Dzimari, “Warna terbaik untuk pakaian seorang wanita adalah hitam dengan dua alasan. Alasan pertama, warna hitam biasanya tidak menarik dan memikat pandangan laki-laki.

Alasan kedua, ketika Aisyah menceritakan sebagian istri para shahabat – pada satu riwayat dikatakan ‘istri para shahabat Mujahirin’ namun pada riwayat yang lain disebutkan ‘istri para shahabat Anshor- “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada para istri shahabat Muhajirin. Ketika ayat tentang jilbab turun, mereka robek kain korden lalu mereka kenakan sebagai jilbab sehingga mereka seperti burung gagak”.


Dalam riwayat ini, Aisyah menyerupakan para shahabiyah dengan burung gagak. Sedangan buruk gagak itu seluruh tubuhnya berwarna hitam. Tidak ada warna putih sedikitpun. Inilah warna yang tepat karena dengan memakai warna pakaian seperti ini maka wanita yang bersangkutan terhindar dari warna pakaian, corak dan motif yang menari perhatian lawan jenis.


Tentang criteria pakaian muslimah yang sesuai syariat, sebagian ulama menyebutkan ada delapan kriteria.

  •     Longgar, lapang dan tidak ketat
  •     Tebal dan tidak transparan
  •     Model pakaian yang dipakai adalah model pakaian wanita, bukan model atau bentuk pakaian laki-laki
  •     Menutup badan secara sempurna sehingga tidak ada satupun bagian badan yang nampak
  •     Tidak diberi wewangian karena ketika keluar rumah seorang wanita dilarang untuk mengenakan wewangian
  •     Tidak menarik perhatian lawan jenis
  •     Bukan pakaian tampil beda yang menyebabkan orang yang memakainya menjadi kondang di masyarakat
  •     Bukan model pakaian yang menjadi ciri khas wanita kafir sehingga dengan memakainya muslimah tersebut menyerupai wanita kafir. Inilah kriteria yang harus dipenuhi ketika seorang muslimah hendak berpakaian dengan sempurna.

Tentang warna, telah kalian ketahui warna yang terbaik. Namun jika memang ada warna lembut(tidak mencolok) selain hitam yang biasa dipakai oleh para wanita di masyarakat setempat sehingga jika ada seorang muslimah yang mengenakannya maka dia tidak menjadi nyleneh di masyarakatnya maka tidak terlarang selama warna pakaian tersebut tidak menarik perhatian lawan jenis.

Sampai di sini penjelasan Syeikh Abdullah adz Dzimari.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa warna pakaian muslimah selain hitam itu diperbolehkan selama tidak menarik perhatian lawan. Tolak ukur penilaian warna yang menarik perhatian dan tidak adalah ‘urf atau nilai yang berlaku di masyarakat.
Oleh karenanya memakai warna pakaian semacam itu tidaklah menurunkan kadar dan kualitas ke-ahlisunnah-an atau ke-salafi-an seorang muslimah.
Oleh sebab itu menilai seorang muslimah itu salafiyyah ataukah bukan dengan melihat warna jilbabnya hitam ataukah bukan adalah suatu hal yang keliru dan sangat tidak berdasar.
Meski tidaklah kita ingkari bahwa memilih warna hitam sebagai pakaian muslimah itu yang lebih afdhol. Akan tetapi yang sangat merisaukan adalah ketika warna hitam ini dijadikan tolak ukur dan parameter apakah seorang wanita itu salafiyyah ataukah bukan tanpa dasar dalil dan ilmu.



Kapankah Denda Ghurrah Ditetapkan?


Kapankah ditetapkan denda ghurrah? Atau apa kriteria janin yang mengharuskan adanya denda ghurrah?

Jawaban:

Telah kira jelaskan bahwa janin yang ada di dalam kandungan ibunya mengalami beberapa fase hingga ditiupkan ruh. Apabila janin yang masih berbentuk sperma, gugur dari kandungan ibunya akibat tindak kriminal maka para ulama sepakat bahwa si pelaku kriminal tidak dikenakan sangsi hukum yang berkaitan dengan hukuman pengguguran anak. Namun, apabila janin sudah berbentuk segumpal darah dan seterusnya, para ulama fikih rahimahumullah berselisih pendapat dalam menentukan sangsi hukum untuk si pelaku. Dalam kasus ini ada 3 pendapat:

Pendapat Pertama

Ghurrah wajib dibayar apabila janin sudah terlihat berbentuk manusia, seperti sudah ada jari jemari dan kuku walaupun belum terlihat jelas. Ini adalah Mazhab Syafi’i dan pendapat yang shahih dari Mazhab Hambali, serta salah satu pendapat Mazhab Hanafi dan pendapat Asyhub dari Mazhab Maliki.

Imam Syafi’i dengan gamblang menjelaskan dalam kitab Al-Umm, “Batas minimal janin yang apabila gugur (akibat kesengajaan) mengharuskan denda berupa ghurrah adalah jika sudah terlihat terjadinya penciptaan manusia yang berbeda dengan sakedar bentuk segumpal daging atau darah, seperti sudah mulai terlihat jari jemari, kuku, mata atau terlihat sedang terjadinya pembentukan anak Adam. Apabila janin sudah seperti itu maka wajib dibayar dengan satu ghurrah penuh.

Pendapat Kedua

Ghurrah wajib dibayar secara mutlak, walaupun janin masih berbentuk gumpalan darah. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sebagian sahabatnya, serta salah satu pendapat dari Mazhab Hambali, Zhahiri, dan pendapat Asy-Sya’bi.

Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Al-Mudawwanah, Imam Malik rahimahullah berkata, “Apabila wanita itu mengalami keguguran, itu artinya ia sedang hamil. Si pelaku wajib membayar ghurrah walaupun janin masih berupa segumpal darah atau daging. Bagi wanita yang ditalak suaminya maka dengan gugurnya janin tersebut berakhirlah masa ‘iddah-nya karena si ibu dan si anak sudah terpisah. Hal ini sejalan dengan pendapatnya dalam mengharamkan aborsi (menggugurkan kandungan) setelah terjadinya proses pembuahan.

Pendapat Ketiga

Ghurrah tidak wajib dibayar kecuali setelah ditiupkannya ruh pada janin. Adapun untuk tindakan kriminal yang dilakukan terhadap janin sebelum ditiupkannya ruh maka pemerintahlah yang berhak memberikan sangsi hukum kepada pelakunya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Mazhab Hanafi, Ibnu Rusyd dari kalangan ulama Mazhab Maliki, serta merupakan salah satu pendapat dari Madzhab Hambali.

Apabila kita memperhatikan semua dalil-dalil yang diajukan oleh masing-masing mazhab, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, yakni pendapat yang dipegang oleh jumhur (mayoritas, ed.) ulama. Yaitu, wajib membayar ghurrah apabila sudah mulai terlihat bentuk-bentuk penciptaan manusia pada janin tersebut walaupun masih belum jelas, baik ketika janin masih berupa segumpal daging atau dalam fase sebelumnya. Inilah pendapat yang dirajihkan oleh Dr. Ibrahim bin Muhammad Rahim dengan pertimbangan sebagai berikut:

Apabila bentuk-bentuk penciptaan manusia mulai terlihat maka barulah ia dapat dikatakan sebagai janin. Dengan demikian, orang yang melakukan tindak kriminal terhadap janin tersebut wajib membayar denda. Adapun pada fase sebelumnya, ketika bentuk-bentuk penciptaan manusia belum terlihat pada janin, tidak ada sangsi hukum yang berkenaan dengannya.

Berlakunya sangsi hukum disebabkan sesuatu yang ada kemudian dirusak, bukan karena lenyapnya sesuatu yang diperkirakan ada di waktu mendatang, sehingga pelaku wajib membayar denda jika sesuatu (yang akan ada itu) dirusak.

Hukum asal adalah bara’atu adz-dzimmah (pada dasarnya seseorang itu terbebas dari tanggungan). Oleh karena itu, tidak perlu menyibukkan diri dengan sesuatu yang masih diragukan.

Apabila bentuk-bentuk penciptaan manusia mulai terlihat pada janin, meskipun masih belum jelas, maka tindak kriminal yang dilakukan terhadap janin seperti ini tergolong kejahatan yang menghalangi tumbuhnya sebuah makhluk hidup. Perkara ini mungkin dapat diketahui dengan menggunakan perlatan medis yang canggih. Apabila dengan menggunakan sarana tersebut hal ini dapat dipastikan, maka ghurrah wajib dibayar. Allahu a’lam.

Sumber: konsultasisyariah

Kapankah ditetapkan denda ghurrah? Atau apa kriteria janin yang mengharuskan adanya denda ghurrah?

Jawaban:

Telah kira jelaskan bahwa janin yang ada di dalam kandungan ibunya mengalami beberapa fase hingga ditiupkan ruh. Apabila janin yang masih berbentuk sperma, gugur dari kandungan ibunya akibat tindak kriminal maka para ulama sepakat bahwa si pelaku kriminal tidak dikenakan sangsi hukum yang berkaitan dengan hukuman pengguguran anak. Namun, apabila janin sudah berbentuk segumpal darah dan seterusnya, para ulama fikih rahimahumullah berselisih pendapat dalam menentukan sangsi hukum untuk si pelaku. Dalam kasus ini ada 3 pendapat:

Pendapat Pertama

Ghurrah wajib dibayar apabila janin sudah terlihat berbentuk manusia, seperti sudah ada jari jemari dan kuku walaupun belum terlihat jelas. Ini adalah Mazhab Syafi’i dan pendapat yang shahih dari Mazhab Hambali, serta salah satu pendapat Mazhab Hanafi dan pendapat Asyhub dari Mazhab Maliki.

Imam Syafi’i dengan gamblang menjelaskan dalam kitab Al-Umm, “Batas minimal janin yang apabila gugur (akibat kesengajaan) mengharuskan denda berupa ghurrah adalah jika sudah terlihat terjadinya penciptaan manusia yang berbeda dengan sakedar bentuk segumpal daging atau darah, seperti sudah mulai terlihat jari jemari, kuku, mata atau terlihat sedang terjadinya pembentukan anak Adam. Apabila janin sudah seperti itu maka wajib dibayar dengan satu ghurrah penuh.

Pendapat Kedua

Ghurrah wajib dibayar secara mutlak, walaupun janin masih berbentuk gumpalan darah. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sebagian sahabatnya, serta salah satu pendapat dari Mazhab Hambali, Zhahiri, dan pendapat Asy-Sya’bi.

Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Al-Mudawwanah, Imam Malik rahimahullah berkata, “Apabila wanita itu mengalami keguguran, itu artinya ia sedang hamil. Si pelaku wajib membayar ghurrah walaupun janin masih berupa segumpal darah atau daging. Bagi wanita yang ditalak suaminya maka dengan gugurnya janin tersebut berakhirlah masa ‘iddah-nya karena si ibu dan si anak sudah terpisah. Hal ini sejalan dengan pendapatnya dalam mengharamkan aborsi (menggugurkan kandungan) setelah terjadinya proses pembuahan.

Pendapat Ketiga

Ghurrah tidak wajib dibayar kecuali setelah ditiupkannya ruh pada janin. Adapun untuk tindakan kriminal yang dilakukan terhadap janin sebelum ditiupkannya ruh maka pemerintahlah yang berhak memberikan sangsi hukum kepada pelakunya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Mazhab Hanafi, Ibnu Rusyd dari kalangan ulama Mazhab Maliki, serta merupakan salah satu pendapat dari Madzhab Hambali.

Apabila kita memperhatikan semua dalil-dalil yang diajukan oleh masing-masing mazhab, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, yakni pendapat yang dipegang oleh jumhur (mayoritas, ed.) ulama. Yaitu, wajib membayar ghurrah apabila sudah mulai terlihat bentuk-bentuk penciptaan manusia pada janin tersebut walaupun masih belum jelas, baik ketika janin masih berupa segumpal daging atau dalam fase sebelumnya. Inilah pendapat yang dirajihkan oleh Dr. Ibrahim bin Muhammad Rahim dengan pertimbangan sebagai berikut:

Apabila bentuk-bentuk penciptaan manusia mulai terlihat maka barulah ia dapat dikatakan sebagai janin. Dengan demikian, orang yang melakukan tindak kriminal terhadap janin tersebut wajib membayar denda. Adapun pada fase sebelumnya, ketika bentuk-bentuk penciptaan manusia belum terlihat pada janin, tidak ada sangsi hukum yang berkenaan dengannya.

Berlakunya sangsi hukum disebabkan sesuatu yang ada kemudian dirusak, bukan karena lenyapnya sesuatu yang diperkirakan ada di waktu mendatang, sehingga pelaku wajib membayar denda jika sesuatu (yang akan ada itu) dirusak.

Hukum asal adalah bara’atu adz-dzimmah (pada dasarnya seseorang itu terbebas dari tanggungan). Oleh karena itu, tidak perlu menyibukkan diri dengan sesuatu yang masih diragukan.

Apabila bentuk-bentuk penciptaan manusia mulai terlihat pada janin, meskipun masih belum jelas, maka tindak kriminal yang dilakukan terhadap janin seperti ini tergolong kejahatan yang menghalangi tumbuhnya sebuah makhluk hidup. Perkara ini mungkin dapat diketahui dengan menggunakan perlatan medis yang canggih. Apabila dengan menggunakan sarana tersebut hal ini dapat dipastikan, maka ghurrah wajib dibayar. Allahu a’lam.

Sumber: konsultasisyariah

Naik pohon masa kecil



Masa yang luar biasa. Aku dilahirkan sebagai anak kelima dan perempuan pertama dikeluargaku. Harapan yang selalu didambakan akhirnya terwujud oleh ibu dan bapak. 

Aku selalu mengikuti kakak-kakakku yang lelaki. Tapi aku selalu mengakrabkan diri dengan kakakku yang ke empat. Karena dia orang satu-satunya yang paling dekat denganku, usia kita terpaut tiga tahun saja.
Setiap kali kakakku naik pohon aku berusaha ikut-ikutan. Parahnya nggak peduli aku ini anak perempuan. Naik pohon depan rumah sekalipun, sampai ada ular besar dan kakiku nyaris terjepit tak bisa turun. Kesal, nangis dan berteriak. Alhasil Allah masih memberikanku kesempatan tak digigit oleh ular buas itu. Huff…
Tapi bukan Nur namanya kalau ia tidak kapok. He…

Meski sudah hampir digigit ular, aku tetap berusaha mengikuti jejak kakakku seperti halnya tayangan jaman sekarang SI BOLANG. Biasanya kalau minggu pagi setelah sholat subuh aku, kakakku dan ditambah adikku yang lelaki juga he… beserta tetanggaku yang usianya sama denganku kebanyakan perempuan, kita beramai-ramai jalan-jalan menuju perumahan dan melewati beberapa jalan raya dan melihat pohon ceri yang besar. Kami pun naik dan aku sempat terjatuh juga. Tak kapoklah. Dasar perempuan tomboy.

Tetanggaku juga punya pohon jambu aku sempat hampir terjatuh pula. Intinya setiap ada buah jambu yang kelihatannya matang. Aku langsung beranikan diri mendatangi rumahnya tanpa malu, karena dulu di lingkungan kami itu sudah seperti saudara, meski pemilik pohon bukanlah seorang muslim. Naik pohon sambil makan di atas pula. Haduh, nanti ngobrol lama. Kadang-kadang pohon belimbing. Hihihi… tak terhitung berapa banyak aku naik pohon. 

Dan nakalnya diriku ini kalau ada pohon ceri pokoknya aku tuh gatel. Pengen metik. Ya sudah temanku yang pendiam itu merasa khawatir karena paksaanku. Meski saat itu aku sudah mandiri. Jika bermain tanpa ditemani Masku. 

Herannya ibuku sepertinya pasrah melihat kelakuanku. Ia sudah lelah juga. Aku ini perempuan yang keras kepala memang. Sering sakit-sakitan tapi disuruh minum obat tak mau. Sukanya melanggar aturan makan. Nggak boleh makan mie, es, coklat dan lain-lain, tapi tetap ngeyel. Perempuan tomboy yang sekarang ini sudah berubah. 

Aku pernah berpikir, apa iya jika sekarang aku sangat perempuan? Selalu memakai gamis rapi tak pernah naik pohon lagi. Atau sesekali aku ingin merasakan naik gunung dan panjat tebing dengan celana panjang.
Oh tidak, aku bersyukur sekarang ini.
Setidaknya aku masih berani melakukan semua tantangan saat masa kecil. Sehingga aku bisa memetik hikmahnya untuk anakku kelak. 

Melihat tayangan vidio ini, aku jadi ingin melakukan hal yang sama. Tapi tanpa terlihat seorang lelaki yang bukan mahrom bisakah? hahaha.. sungguh penasaran ingin mencobanya.

Mengigat masa lalu.


Masa yang luar biasa. Aku dilahirkan sebagai anak kelima dan perempuan pertama dikeluargaku. Harapan yang selalu didambakan akhirnya terwujud oleh ibu dan bapak. 

Aku selalu mengikuti kakak-kakakku yang lelaki. Tapi aku selalu mengakrabkan diri dengan kakakku yang ke empat. Karena dia orang satu-satunya yang paling dekat denganku, usia kita terpaut tiga tahun saja.
Setiap kali kakakku naik pohon aku berusaha ikut-ikutan. Parahnya nggak peduli aku ini anak perempuan. Naik pohon depan rumah sekalipun, sampai ada ular besar dan kakiku nyaris terjepit tak bisa turun. Kesal, nangis dan berteriak. Alhasil Allah masih memberikanku kesempatan tak digigit oleh ular buas itu. Huff…
Tapi bukan Nur namanya kalau ia tidak kapok. He…

Meski sudah hampir digigit ular, aku tetap berusaha mengikuti jejak kakakku seperti halnya tayangan jaman sekarang SI BOLANG. Biasanya kalau minggu pagi setelah sholat subuh aku, kakakku dan ditambah adikku yang lelaki juga he… beserta tetanggaku yang usianya sama denganku kebanyakan perempuan, kita beramai-ramai jalan-jalan menuju perumahan dan melewati beberapa jalan raya dan melihat pohon ceri yang besar. Kami pun naik dan aku sempat terjatuh juga. Tak kapoklah. Dasar perempuan tomboy.

Tetanggaku juga punya pohon jambu aku sempat hampir terjatuh pula. Intinya setiap ada buah jambu yang kelihatannya matang. Aku langsung beranikan diri mendatangi rumahnya tanpa malu, karena dulu di lingkungan kami itu sudah seperti saudara, meski pemilik pohon bukanlah seorang muslim. Naik pohon sambil makan di atas pula. Haduh, nanti ngobrol lama. Kadang-kadang pohon belimbing. Hihihi… tak terhitung berapa banyak aku naik pohon. 

Dan nakalnya diriku ini kalau ada pohon ceri pokoknya aku tuh gatel. Pengen metik. Ya sudah temanku yang pendiam itu merasa khawatir karena paksaanku. Meski saat itu aku sudah mandiri. Jika bermain tanpa ditemani Masku. 

Herannya ibuku sepertinya pasrah melihat kelakuanku. Ia sudah lelah juga. Aku ini perempuan yang keras kepala memang. Sering sakit-sakitan tapi disuruh minum obat tak mau. Sukanya melanggar aturan makan. Nggak boleh makan mie, es, coklat dan lain-lain, tapi tetap ngeyel. Perempuan tomboy yang sekarang ini sudah berubah. 

Aku pernah berpikir, apa iya jika sekarang aku sangat perempuan? Selalu memakai gamis rapi tak pernah naik pohon lagi. Atau sesekali aku ingin merasakan naik gunung dan panjat tebing dengan celana panjang.
Oh tidak, aku bersyukur sekarang ini.
Setidaknya aku masih berani melakukan semua tantangan saat masa kecil. Sehingga aku bisa memetik hikmahnya untuk anakku kelak. 

Melihat tayangan vidio ini, aku jadi ingin melakukan hal yang sama. Tapi tanpa terlihat seorang lelaki yang bukan mahrom bisakah? hahaha.. sungguh penasaran ingin mencobanya.

Mengigat masa lalu.

6 Amalan Bulan Dzulhijah


Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijah
Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,
 “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.
Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2).
 
6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Ada 6 amalan yang kami akan jelaskan dengan singkat berikut ini.
Pertama: Puasa
Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya.

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. 

Kedua: Takbir dan Dzikir
Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan.
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10  hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah

Catatan:
Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.
Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.
Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh
Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. 

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh
Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban
Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. 

Keenam: Bertaubat
Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama.
Intinya, keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.[14]
Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.[15]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

sumber : www.rumaysho.com

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijah
Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,
 “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.
Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2).
 
6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Ada 6 amalan yang kami akan jelaskan dengan singkat berikut ini.
Pertama: Puasa
Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya.

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. 

Kedua: Takbir dan Dzikir
Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan.
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10  hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah

Catatan:
Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.
Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.
Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh
Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. 

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh
Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban
Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. 

Keenam: Bertaubat
Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama.
Intinya, keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.[14]
Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.[15]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

sumber : www.rumaysho.com

Belajar dari pengalaman Urwah bin Zubair

Belajar dari pengalaman urwah bin zubair



Sudah hampir satu minggu. Kejadian ini semua pasti diluar dugaan saya. Sudah kedua kalinya jari kiri saya terkena cutter. Dan kedua kalinya memaksa untuk berlinangan air mata. Awalnya sakit biasa, kaget biasa. Dan setelah melihat kukunya teriris begitu dalam nyaris putus bersama dagingnya. Saya mulai cemas dan paniknya bukan main. Apakah harus diamputasi? Ah, keterlaluan.
Bayangan saya benar-benar tak tenang. Ini ujian yang nikmat sakitnya teramat setelah darah yang menetes begitu banyak tak bisa dihentikan. 
Hari itu saya menangis kesakitan bukan karena akan kehilangan beberapa daging jari tengah saya beserta kukunya separuh bagian atas. Tapi saya berpikir. Dosa apa yang saya perbuat hingga saya tak sadar. Mungkin ini adalah balasan terbaik. 

Hari itu saya mulai intropeksi diri lagi. Mencoba tenang, tak berpikiran macam-macam mengenai duniawi.  Minum obat racikan agar cepat kering. Dan sekarang sudah mulai mengering, meski belum putus kuku yang terkena cutter.

Saya tidak bisa mencuci baju dan piring untuk beberapa waktu yang lama.  Saya merasa beban dan manja. Ada kalanya rasa menyesal selalu membayangi. 
Meski semua orang mengatakan sabar, nanti juga merapat lagi. Meski ada yang menakut-nakuti saja juga. Ah…
Semoga lekas sembuh Annur. :D

Urwah bin az-Zubair ditemani anaknya yang bernama Muhammad mendatangi Walid bin Abdul Malik. Ia adalah lelaki yang sangat tampan, suatu hari datang ke rumah al-Walid memakai pakaian bagus dengan dua jalinan rambut. Al-Walid berkomentar, “Beginilah seharusnya pemuda Quraisy berdandan.” Al-Walid merasa iri kepadanya. Sebentar kemudian Muhammad keluar dari rumah al-Walid dalam keadaan mengantuk, tiba-tiba ia terperosok ke dalam kandang hewan. Lalu hewan tersebut menginjak Muhammad hingga meninggal. Adapun Urwah, kakinya terkena infeksi.

Kemudian al-Walid memanggil dokter untuknya, dokter berkata, “Kalau kaki ini tidak dipotong maka infeksi akan menyebar keseluruh tubuh sehingga menyebabkannya mati.” Ia setuju untuk diamputasi, lalu dokter memotongnya dengan gergaji. Ketika gergaji itu diletakkkan di kakinya, dokter menidurkan urwah di atas bantal beberapa saat, Urwah pun pingsan.

Ketika sadar wajah Urwah bercucuran keringat, sambil bertakbir dan bertahmid, ia mengambil potongan kaki itu dan menciuminya sambil berkata, “Apa yang menyebabkan kamu dipotong seperti ini? Sungguh Allah mengetahui aku tidak pernah menggunakannya pada hal-hal yang haram, tempat maksiat atau ke perbuatan yang tidak diridhai Allah.”

Kemudian ia meminta supaya potongan kaki itu dimandikan lalu diberi minyak wangi dan dikafani dengan selembar kain untuk dikuburkan di pekuburan umat Islam. Setibanya Urwah dari rumah al-Walid ke Madinah kawan-kawannya menemui dan berta’ziah dengan membaca ayat,
…لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا {62}
 “Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Al-Kahfi: 62).

Urwah tidak membalas ucapan tersebut tetapi dia berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku mempunyai tujuh anak laki-laki, salah seorang di antara mereka telah Engkau cabut nyawanya, aku masih memiliki enam anak. Ya Allah, selama ini aku memiliki empat anggota tubuh yakni dua tangan dan dua kaki, Engkau pun telah mengambil satu di antara empat anggota tubuhku itu. Kini, aku masih memiliki tiga anggota tubuh. Meski Engkau beri cobaan, sesungguhnya itu adalah kesejahteraan dan yang Engkau ambil, sejatinya Engkau mengabadikannya.” (Tarikh Islam, 6/247.)
***

Seandainya ini tidak nikmat, mungkin saya masih merasa Tuhan tidak adil. Tapi saya sadar, apapun bisa terjadi kecelakaan sekecil apapun. dan semenjak hari itu saya trauma dan tidak ingin melihat sosok benda bernama cutter. Siapapun yang menyuruh saya memegang bahkan menyentuhnya. Maaf, terima kasih.
Fobia. :(

Saya bukan lebay, tapi ini sebuah kehati-hatian bagi teman-teman agar jangan menyepelekan ke fokusan dan kehati-hatian terhadap benda ini. Salah fokus eh.. jari teriris. Hiks.

Belajar dari pengalaman urwah bin zubair



Sudah hampir satu minggu. Kejadian ini semua pasti diluar dugaan saya. Sudah kedua kalinya jari kiri saya terkena cutter. Dan kedua kalinya memaksa untuk berlinangan air mata. Awalnya sakit biasa, kaget biasa. Dan setelah melihat kukunya teriris begitu dalam nyaris putus bersama dagingnya. Saya mulai cemas dan paniknya bukan main. Apakah harus diamputasi? Ah, keterlaluan.
Bayangan saya benar-benar tak tenang. Ini ujian yang nikmat sakitnya teramat setelah darah yang menetes begitu banyak tak bisa dihentikan. 
Hari itu saya menangis kesakitan bukan karena akan kehilangan beberapa daging jari tengah saya beserta kukunya separuh bagian atas. Tapi saya berpikir. Dosa apa yang saya perbuat hingga saya tak sadar. Mungkin ini adalah balasan terbaik. 

Hari itu saya mulai intropeksi diri lagi. Mencoba tenang, tak berpikiran macam-macam mengenai duniawi.  Minum obat racikan agar cepat kering. Dan sekarang sudah mulai mengering, meski belum putus kuku yang terkena cutter.

Saya tidak bisa mencuci baju dan piring untuk beberapa waktu yang lama.  Saya merasa beban dan manja. Ada kalanya rasa menyesal selalu membayangi. 
Meski semua orang mengatakan sabar, nanti juga merapat lagi. Meski ada yang menakut-nakuti saja juga. Ah…
Semoga lekas sembuh Annur. :D

Urwah bin az-Zubair ditemani anaknya yang bernama Muhammad mendatangi Walid bin Abdul Malik. Ia adalah lelaki yang sangat tampan, suatu hari datang ke rumah al-Walid memakai pakaian bagus dengan dua jalinan rambut. Al-Walid berkomentar, “Beginilah seharusnya pemuda Quraisy berdandan.” Al-Walid merasa iri kepadanya. Sebentar kemudian Muhammad keluar dari rumah al-Walid dalam keadaan mengantuk, tiba-tiba ia terperosok ke dalam kandang hewan. Lalu hewan tersebut menginjak Muhammad hingga meninggal. Adapun Urwah, kakinya terkena infeksi.

Kemudian al-Walid memanggil dokter untuknya, dokter berkata, “Kalau kaki ini tidak dipotong maka infeksi akan menyebar keseluruh tubuh sehingga menyebabkannya mati.” Ia setuju untuk diamputasi, lalu dokter memotongnya dengan gergaji. Ketika gergaji itu diletakkkan di kakinya, dokter menidurkan urwah di atas bantal beberapa saat, Urwah pun pingsan.

Ketika sadar wajah Urwah bercucuran keringat, sambil bertakbir dan bertahmid, ia mengambil potongan kaki itu dan menciuminya sambil berkata, “Apa yang menyebabkan kamu dipotong seperti ini? Sungguh Allah mengetahui aku tidak pernah menggunakannya pada hal-hal yang haram, tempat maksiat atau ke perbuatan yang tidak diridhai Allah.”

Kemudian ia meminta supaya potongan kaki itu dimandikan lalu diberi minyak wangi dan dikafani dengan selembar kain untuk dikuburkan di pekuburan umat Islam. Setibanya Urwah dari rumah al-Walid ke Madinah kawan-kawannya menemui dan berta’ziah dengan membaca ayat,
…لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا {62}
 “Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Al-Kahfi: 62).

Urwah tidak membalas ucapan tersebut tetapi dia berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku mempunyai tujuh anak laki-laki, salah seorang di antara mereka telah Engkau cabut nyawanya, aku masih memiliki enam anak. Ya Allah, selama ini aku memiliki empat anggota tubuh yakni dua tangan dan dua kaki, Engkau pun telah mengambil satu di antara empat anggota tubuhku itu. Kini, aku masih memiliki tiga anggota tubuh. Meski Engkau beri cobaan, sesungguhnya itu adalah kesejahteraan dan yang Engkau ambil, sejatinya Engkau mengabadikannya.” (Tarikh Islam, 6/247.)
***

Seandainya ini tidak nikmat, mungkin saya masih merasa Tuhan tidak adil. Tapi saya sadar, apapun bisa terjadi kecelakaan sekecil apapun. dan semenjak hari itu saya trauma dan tidak ingin melihat sosok benda bernama cutter. Siapapun yang menyuruh saya memegang bahkan menyentuhnya. Maaf, terima kasih.
Fobia. :(

Saya bukan lebay, tapi ini sebuah kehati-hatian bagi teman-teman agar jangan menyepelekan ke fokusan dan kehati-hatian terhadap benda ini. Salah fokus eh.. jari teriris. Hiks.

Jika Calon Pangeranku Tidak Seperti Sulaiman


Oleh : Ustadz Abu Fairuz Ahmad, MA
Mendapatkan suami yang bertakwa, berilmu, ganteng, kaya, dan berpangkat??
Semua orang mau.

Namun sayangnya tidak semua yang kita mau dapat dicapai.
Terkadang kita dihadapkan pada sosok calon yang hebat ilmunya, namun tidak kaya. Kadang dahsyat kekayaannya tapi tidak ganteng. Terkadang luar biasa kegantengannya tapi miskin...dstnya.
Itulah realita hidup.

Mau mencari sosok seperti Nabi Sulaiman yang Rasul, ganteng, gagah, berkedudukan, sholeh, berkuasa dan kaya raya...itu hanya mimpi bung !!

Sejarah dan sosok seperti Nabi Sulaiman itu "limited edition" dan tidak akan berulang.
Jadi jika tidak terkumpul semua kriteria ideal di atas, apakah berarti anda tidak akan menikah wahai akhwat..?? Membiarkan diri jadi perawan tua..??
Mustahil.

"Bagaimana jika ia kaya tetapi tidak perduli dengan agama"? Jawabnya ambil saja orang seperti Qarun jadi suami, maka bisa dipastikan engkau akan "buntung", bukan beruntung.
"Meskipun tidak sholat dan faham tauhid..tetapi jabatan dan kekuasaannya hebat lho....sayang lamarannya ditolak".

Katakan pada wanita seperti ini : "Kau tunggu saja orang seperti Haman dan Firaun untuk mempersunting dirimu, dijamin engkau pasti celaka".

"Tapi kan bisa didakwahi, semoga ia bisa berubah". Katakan: "Mengapa mengambil resiko besar mengharapkan sesuatu yang tidak jelas, sementara agama mengajarkan agar kita memilih sesuatu yang yakin dan meninggalkan sesuatu yang samar-samar, alih-alih mau merubah calon suamimu...eh, malah bisa-bisa engkau yang terjerumus ikut hawa nafsunya. Sebab pepatah Arab mengatakan :
"Sahabat itu akan menarik sahabatnya".
"Jika ada yang datang ingin melamar diriku, agama dan akhlaknya terlihat baik, tetapi ia tidak begitu tampan, terkesan kere, tidak punya mobil, tidak punya rumah, tidak memiliki pekerjaan yang menjanjikan, apakah layak kuterima"?
Katakan: "Ya..mengapa tidak. Bukankah agama dan akhlak adalah merupakan dua kriteria ideal yang pernah digambarkan Rasulullah dalam sabdanya:

 “Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
(HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Adapun ekonominya belum mapan, bukan perkara permanen, boleh saja karena ketakwaannya dan keuletannya ia berhasil memperbaiki ekonominya dan Allah memberikan baginya kecukupan, sebaliknya konglomerat yang akan menjemputmu bisa saja menjadi bangkrut, "gulung tikar" dan sang pejabat menjadi melarat ketangkap KPK dan di"sekolahkan" ke bui.

"Bagaimana bila calon yang datang itu tidak dapat memenuhi keinginan keluargaku untuk biaya perhelatan dan uang hantaran, apakah harus ku tolak?"

Jawabnya: "Jangan...selama bisa kau pastikan agama dan akhlaknya baik..sebab jika kau tolak, boleh jadi -karena menyelisihi sunnah Rasulmu mempermudah urusan pernikahan- engkau "kualat" mendapatkan jodoh yang fasiq dan muncullah kerusakan di bumi.

Suami yang fasiq dikhawatirkan akan menyeretmu pada kefasiqan, akan menzalimimu, bahkan akan menyia-nyiakanmu."
Bukankah Rasulullah pernah menikahkan seorang pemuda dengan mahar hanyalah mengajarkan istrinya beberapa surat saja dari Hafalan yang ia miliki?
Pernah ditanyakan pada Syeikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin tentang hukum menuntut mahar yang banyak dari calon suami. Maka beliau menjawab:

"Tidak diragukan lagi bahwa meninggikan mahar adalah perkara yang menyelisihi sunnah, sunnah dalam mahar adalah meringankannya, setiap kali urusan pernikahan dimudahkan, maka akan semangkin besar keberkahannya.

Umar bin Khattab pernah melarang para wali meninggikan mahar, ia berkata:
"Wahai manusia janganlah kalian meninggikan mahar wanita, sebab jika ialah standar kemulian ataupun ketakwaan maka Rasulullah lah yang paling berhak melakukannya".

Ketika ditanyakan kepada beliau bahwa tujuan orang tua wanita meninggikan mahar untuk meninggikan harkat dan martabatnya di hadapan masyarakat, bahwa putri dan keluarganya bukan orang sembarangan, dan calon menantunya juga bukan orang sembarangan...

Maka beliau menjawab yang intinya bahwa itu adalah pandangan keliru dan menunjukkan dangkalnya kepribadian, seharusnya wali wanita hendaklah menunjukkan kepada manusia bahwa martabat dan kedudukan seseorang diangkat di tengah-tengah masyarakat dengan menjalankan sunnah Nabinya.
Nah, para akhwat sekalian...jika mau menjadi bidadari bukanlah dengan menunggu jodoh ahli dunia dan pemilik gemerlapnya...

Bukan pula menanti sang pangeran sekelas Nabi Sulaiman...
Tunggulah jemputan sang pangeran yang baik agama dan akhlaknya..niscaya dirimu tidak disia-siakannya dan pasti dapat membimbingmu jalan ke surga.

Abu Fairuz.

sumber : http://salamdakwah.com/
__
Pesan untukku
dan untukmu ukhti, ataupun kau wahai ikhwan. hi....

Kalau selalu mencari yang sempurna, kapan kamu akan mendapatkannya.
Aih, risau sudah hati ukhti.. (plak)


“Lelakiku bukan lelaki biasa, tapi Allah Maha Adil, menciptakan pasang-pasangan yang tak sepadan. Untuk melengkapi, untuk menutupi kekurangan masing-masing.”


Mutiara yang terjaga, hatinya selalu mendamba Surga.
Mutiara yang terjaga hatinya sekuat baja.
Jarak rindu menjadi pendamping shalihah tertumpu pada keinginannya menjadi ratu bagi suaminya.


Terkadang pengen yang ganteng, kaya tapi fakir ilmu, pengen yang ganteng tapi miskin. Gubrak. Ra ketemu neng ujunge. Malah ujung kulon nyasare.. hia…



Oleh : Ustadz Abu Fairuz Ahmad, MA
Mendapatkan suami yang bertakwa, berilmu, ganteng, kaya, dan berpangkat??
Semua orang mau.

Namun sayangnya tidak semua yang kita mau dapat dicapai.
Terkadang kita dihadapkan pada sosok calon yang hebat ilmunya, namun tidak kaya. Kadang dahsyat kekayaannya tapi tidak ganteng. Terkadang luar biasa kegantengannya tapi miskin...dstnya.
Itulah realita hidup.

Mau mencari sosok seperti Nabi Sulaiman yang Rasul, ganteng, gagah, berkedudukan, sholeh, berkuasa dan kaya raya...itu hanya mimpi bung !!

Sejarah dan sosok seperti Nabi Sulaiman itu "limited edition" dan tidak akan berulang.
Jadi jika tidak terkumpul semua kriteria ideal di atas, apakah berarti anda tidak akan menikah wahai akhwat..?? Membiarkan diri jadi perawan tua..??
Mustahil.

"Bagaimana jika ia kaya tetapi tidak perduli dengan agama"? Jawabnya ambil saja orang seperti Qarun jadi suami, maka bisa dipastikan engkau akan "buntung", bukan beruntung.
"Meskipun tidak sholat dan faham tauhid..tetapi jabatan dan kekuasaannya hebat lho....sayang lamarannya ditolak".

Katakan pada wanita seperti ini : "Kau tunggu saja orang seperti Haman dan Firaun untuk mempersunting dirimu, dijamin engkau pasti celaka".

"Tapi kan bisa didakwahi, semoga ia bisa berubah". Katakan: "Mengapa mengambil resiko besar mengharapkan sesuatu yang tidak jelas, sementara agama mengajarkan agar kita memilih sesuatu yang yakin dan meninggalkan sesuatu yang samar-samar, alih-alih mau merubah calon suamimu...eh, malah bisa-bisa engkau yang terjerumus ikut hawa nafsunya. Sebab pepatah Arab mengatakan :
"Sahabat itu akan menarik sahabatnya".
"Jika ada yang datang ingin melamar diriku, agama dan akhlaknya terlihat baik, tetapi ia tidak begitu tampan, terkesan kere, tidak punya mobil, tidak punya rumah, tidak memiliki pekerjaan yang menjanjikan, apakah layak kuterima"?
Katakan: "Ya..mengapa tidak. Bukankah agama dan akhlak adalah merupakan dua kriteria ideal yang pernah digambarkan Rasulullah dalam sabdanya:

 “Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
(HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Adapun ekonominya belum mapan, bukan perkara permanen, boleh saja karena ketakwaannya dan keuletannya ia berhasil memperbaiki ekonominya dan Allah memberikan baginya kecukupan, sebaliknya konglomerat yang akan menjemputmu bisa saja menjadi bangkrut, "gulung tikar" dan sang pejabat menjadi melarat ketangkap KPK dan di"sekolahkan" ke bui.

"Bagaimana bila calon yang datang itu tidak dapat memenuhi keinginan keluargaku untuk biaya perhelatan dan uang hantaran, apakah harus ku tolak?"

Jawabnya: "Jangan...selama bisa kau pastikan agama dan akhlaknya baik..sebab jika kau tolak, boleh jadi -karena menyelisihi sunnah Rasulmu mempermudah urusan pernikahan- engkau "kualat" mendapatkan jodoh yang fasiq dan muncullah kerusakan di bumi.

Suami yang fasiq dikhawatirkan akan menyeretmu pada kefasiqan, akan menzalimimu, bahkan akan menyia-nyiakanmu."
Bukankah Rasulullah pernah menikahkan seorang pemuda dengan mahar hanyalah mengajarkan istrinya beberapa surat saja dari Hafalan yang ia miliki?
Pernah ditanyakan pada Syeikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin tentang hukum menuntut mahar yang banyak dari calon suami. Maka beliau menjawab:

"Tidak diragukan lagi bahwa meninggikan mahar adalah perkara yang menyelisihi sunnah, sunnah dalam mahar adalah meringankannya, setiap kali urusan pernikahan dimudahkan, maka akan semangkin besar keberkahannya.

Umar bin Khattab pernah melarang para wali meninggikan mahar, ia berkata:
"Wahai manusia janganlah kalian meninggikan mahar wanita, sebab jika ialah standar kemulian ataupun ketakwaan maka Rasulullah lah yang paling berhak melakukannya".

Ketika ditanyakan kepada beliau bahwa tujuan orang tua wanita meninggikan mahar untuk meninggikan harkat dan martabatnya di hadapan masyarakat, bahwa putri dan keluarganya bukan orang sembarangan, dan calon menantunya juga bukan orang sembarangan...

Maka beliau menjawab yang intinya bahwa itu adalah pandangan keliru dan menunjukkan dangkalnya kepribadian, seharusnya wali wanita hendaklah menunjukkan kepada manusia bahwa martabat dan kedudukan seseorang diangkat di tengah-tengah masyarakat dengan menjalankan sunnah Nabinya.
Nah, para akhwat sekalian...jika mau menjadi bidadari bukanlah dengan menunggu jodoh ahli dunia dan pemilik gemerlapnya...

Bukan pula menanti sang pangeran sekelas Nabi Sulaiman...
Tunggulah jemputan sang pangeran yang baik agama dan akhlaknya..niscaya dirimu tidak disia-siakannya dan pasti dapat membimbingmu jalan ke surga.

Abu Fairuz.

sumber : http://salamdakwah.com/
__
Pesan untukku
dan untukmu ukhti, ataupun kau wahai ikhwan. hi....

Kalau selalu mencari yang sempurna, kapan kamu akan mendapatkannya.
Aih, risau sudah hati ukhti.. (plak)


“Lelakiku bukan lelaki biasa, tapi Allah Maha Adil, menciptakan pasang-pasangan yang tak sepadan. Untuk melengkapi, untuk menutupi kekurangan masing-masing.”


Mutiara yang terjaga, hatinya selalu mendamba Surga.
Mutiara yang terjaga hatinya sekuat baja.
Jarak rindu menjadi pendamping shalihah tertumpu pada keinginannya menjadi ratu bagi suaminya.


Terkadang pengen yang ganteng, kaya tapi fakir ilmu, pengen yang ganteng tapi miskin. Gubrak. Ra ketemu neng ujunge. Malah ujung kulon nyasare.. hia…


ZAKAT FITRAH




Berapa banyak yang dikeluarkan saa zakat fitrah?
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, disebutkan secara tegas bahwa kadar zakat fitri adalah satu sha’.

Apa itu sha’?
Sha’ adalah ukuran takaran bukan timbangan. Ukuran takaran “sha’” yang berlaku di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ukuran takaran masyarakat Madinah. Besarnya adalah empat mud. Satu mud adalah besar cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan. Dengan demikian, satu sha’ adalah empat kali cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan.

Mengingat sha’ adalah ukuran takaran maka umumnya ukuran ini sulit untuk disetarakan (dikonversi) ke dalam ukuran berat karena nilai berat satu sha’ itu berbeda-beda tergantung benda yang ditakar. Satu sha’ tepung memiliki berat yang tidaklah sama dengan berat satu sha’ beras. Oleh karena itu, yang ideal, ukuran zakat fitri itu berdasarkan takaran bukan berdasarkan timbangan.


Namun, alhamdulillah, melalui kajian para ulama, Allah memudahkan kita untuk masalah ini. Para ulama (Lajnah Daimah, no. fatwa: 12572) telah melakukan penelitian bahwa satu sha’ untuk beras dan gandum beratnya kurang lebih 3 kg.


Ringkasan kadar zakat:
•    1 sha’ = 4 mud
•    1 mud = cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan
•    1 sha’ = 4 kali cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan
•    1 sha’ beras kurang lebih setara dengan 3 kg beras.
•    1 sha’ gandum kurang lebih setara dengan 3 kg gandum.


Allahu a’lam.


Kapan Waktunya Zakat fitrah?
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Mereka (para sahabat) dahulu menyerahkan zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri.“ (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Imam Syafi’i berpendapat boleh menunaikan zakat fithri sejak awal bulan Ramadhan sebab adanya zakat fithri adalah karena puasa dan perayaan Idul Fithri. Jika salah satu sebab ini ditemukan, maka sah-sah saja jika zakat fithri disegerakan sebagaimana pula zakat maal boleh ditunaikan setelah kepemilikan nishob.

Adapun menurut pendapat kami, sebagaimana diriwayatkan dari Al Juzajani, ia berkata, telah menceritakan pada kami
Yazid bin Harun, ia berkata, telah mengabarkan pada kami Abu Ma’syar, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memerintahkan pada hari Idul Fithri (kata Yazid) di mana beliau bersabda,
 “Cukupilah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini (Idul Fithri).” (HR. Ad Daruquthniy dalam sunannya dan Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro). 

Perintah mencukupi fakir miskin di sini bermakna wajib. Jika zakat fithri tersebut diajukan jauh-jauh hari, maka tentu maksud untuk mencukupi orang miskin pada hari raya Idul Fithri tidak terpenuhi. Karena sebab wajibnya zakat fithri karena adanya Idul Fithri. Itulah mengapa zakat fithri disandarkan pada kata fithri.

Penamaan yang ditunjukkan dalam hadis untuk zakat ini adalah “zakat fitri” (arab: زكاة الفطر ), bukan “zakat fitrah”. Gabungan dua kata ini ‘zakat fitri’ merupakan gabungan yang mengandung makna sebab-akibat. Artinya, penyebab diwajibkannya zakat fitri ini adalah karena kaum muslimin telah selesai menunaikan puasanya di bulan Ramadan (berhari raya).” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid 23, hlm. 335, Kementerian Wakaf dan Urusan Islam, Kuwait).

Berdasarkan pengertian di atas, zakat fitri ini (zakat fitrah) disyariatkan disebabkan adanya “fitri”, yaitu waktu selesainya berpuasa (masuk hari raya). Rangkaian dua kata ini ‘zakat fitri’ mengandung makna pengkhususan. Artinya, zakat ini khusus diwajibkan ketika ada waktu fitri. Siapa saja yang menjumpai waktu fitri ini, zakat fitrinya wajib ditunaikan. Sebaliknya, siapa saja yang tidak menjumpai waktu fitri maka tidak wajib baginya ditunaikan zakat fitri.


Kapan batas waktu “fitri” (zakat fitrah)?
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama Mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa waktu “fitri” adalah waktu sejak terbenamnya matahari di hari puasa terakhir sampai terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal. (Syarh Shahih Muslim An-Nawawi, 7:58)

Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) di awal Ramadan. Dalam Fatawa Arkanul Islam Syekh Ibnu Utsaimin, hlm. 434, jawaban beliau termuat, “Zakat fitri (zakat fitrah) dikaitkan dengan waktu ‘fitri’ karena waktu ‘fitri’ adalah penyebab disyariatkannya zakat ini. Jika waktu fitri setelah Ramadan (tanggal 1 Syawal) merupakan sebab adanya zakat ini, itu menunjukkan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) ini terikat dengan waktu fitri tersebut, sehingga kita tidak boleh mendahului waktu fitri.

Oleh karena itu, yang paling baik, waktu mengeluarkan zakat ini adalah pada hari Idul Fitri, sebelum melaksanakan shalat. Hanya saja, boleh didahulukan sehari atau dua hari sebelum shalat id, karena ini akan memberi kemudahan bagi pemberi dan penerima zakat. Adapun sebelum itu –pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama adalah– tidak boleh.

Berdasarkan keterangan ini, waktu menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) ada dua:
1.    Waktu boleh, yaitu sehari atau dua hari sebelum hari raya.
2.    Waktu utama, yaitu pada hari hari raya sebelum shalat.


Adapun mengakhirkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) sampai setelah shalat maka ini hukumnya haram dan zakatnya tidak sah. Berdasarkan hadis Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

 ‘Barang siapa yang menunaikan zakat fitri sebelum shalat maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah.’ (H.r. Abu Daud dan Ibnu Majah; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kecuali bagi orang yang tidak tahu tentang hari raya, seperti orang yang tinggal di daratan terpencil, sehingga dia agak telat mengetahui waktu tibanya hari raya, atau kasus semisalnya. Dalam keadaan ini, diperbolehkan menunaikan zakat fitri setelah shalat id, dan statusnya sah.

Zakat Fitrah bolehkan dengan uang?
Hemm…
Panjang lebar jawab di sini Konsultasi Syariah

Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.

Akan tetapi, yang Nabi praktikkan bersama para sahabat adalah pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan, bukan menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling memahami kebutuhan umatnya dan yang paling mengasihi fakir miskin. Bahkan, beliaulah paling berbelas kasih kepada seluruh umatnya.

Allah berfirman tentang beliau, yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat berbelas kasi lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” 
(Q.s. At-Taubah:128)
Siapakah yang lebih memahami cara untuk mewujudkan belas kasihan melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jadi kesimpulannya.
Zakat 1 sha’ itu sama dengan 3 kg beras / 3 kg gandum.
Dilakukannya sebisa mungkin mendekati hari Raya Idul fitri, 2 atau sehari sebelum  hari raya dan pada hari raya sebelum shalat Idul fitri.
Alahu’alam.








Refrensi :
Konsultasi Syariah.com
http://rumaysho.com




Berapa banyak yang dikeluarkan saa zakat fitrah?
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, disebutkan secara tegas bahwa kadar zakat fitri adalah satu sha’.

Apa itu sha’?
Sha’ adalah ukuran takaran bukan timbangan. Ukuran takaran “sha’” yang berlaku di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ukuran takaran masyarakat Madinah. Besarnya adalah empat mud. Satu mud adalah besar cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan. Dengan demikian, satu sha’ adalah empat kali cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan.

Mengingat sha’ adalah ukuran takaran maka umumnya ukuran ini sulit untuk disetarakan (dikonversi) ke dalam ukuran berat karena nilai berat satu sha’ itu berbeda-beda tergantung benda yang ditakar. Satu sha’ tepung memiliki berat yang tidaklah sama dengan berat satu sha’ beras. Oleh karena itu, yang ideal, ukuran zakat fitri itu berdasarkan takaran bukan berdasarkan timbangan.


Namun, alhamdulillah, melalui kajian para ulama, Allah memudahkan kita untuk masalah ini. Para ulama (Lajnah Daimah, no. fatwa: 12572) telah melakukan penelitian bahwa satu sha’ untuk beras dan gandum beratnya kurang lebih 3 kg.


Ringkasan kadar zakat:
•    1 sha’ = 4 mud
•    1 mud = cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan
•    1 sha’ = 4 kali cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan
•    1 sha’ beras kurang lebih setara dengan 3 kg beras.
•    1 sha’ gandum kurang lebih setara dengan 3 kg gandum.


Allahu a’lam.


Kapan Waktunya Zakat fitrah?
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Mereka (para sahabat) dahulu menyerahkan zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri.“ (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Imam Syafi’i berpendapat boleh menunaikan zakat fithri sejak awal bulan Ramadhan sebab adanya zakat fithri adalah karena puasa dan perayaan Idul Fithri. Jika salah satu sebab ini ditemukan, maka sah-sah saja jika zakat fithri disegerakan sebagaimana pula zakat maal boleh ditunaikan setelah kepemilikan nishob.

Adapun menurut pendapat kami, sebagaimana diriwayatkan dari Al Juzajani, ia berkata, telah menceritakan pada kami
Yazid bin Harun, ia berkata, telah mengabarkan pada kami Abu Ma’syar, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memerintahkan pada hari Idul Fithri (kata Yazid) di mana beliau bersabda,
 “Cukupilah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini (Idul Fithri).” (HR. Ad Daruquthniy dalam sunannya dan Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro). 

Perintah mencukupi fakir miskin di sini bermakna wajib. Jika zakat fithri tersebut diajukan jauh-jauh hari, maka tentu maksud untuk mencukupi orang miskin pada hari raya Idul Fithri tidak terpenuhi. Karena sebab wajibnya zakat fithri karena adanya Idul Fithri. Itulah mengapa zakat fithri disandarkan pada kata fithri.

Penamaan yang ditunjukkan dalam hadis untuk zakat ini adalah “zakat fitri” (arab: زكاة الفطر ), bukan “zakat fitrah”. Gabungan dua kata ini ‘zakat fitri’ merupakan gabungan yang mengandung makna sebab-akibat. Artinya, penyebab diwajibkannya zakat fitri ini adalah karena kaum muslimin telah selesai menunaikan puasanya di bulan Ramadan (berhari raya).” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid 23, hlm. 335, Kementerian Wakaf dan Urusan Islam, Kuwait).

Berdasarkan pengertian di atas, zakat fitri ini (zakat fitrah) disyariatkan disebabkan adanya “fitri”, yaitu waktu selesainya berpuasa (masuk hari raya). Rangkaian dua kata ini ‘zakat fitri’ mengandung makna pengkhususan. Artinya, zakat ini khusus diwajibkan ketika ada waktu fitri. Siapa saja yang menjumpai waktu fitri ini, zakat fitrinya wajib ditunaikan. Sebaliknya, siapa saja yang tidak menjumpai waktu fitri maka tidak wajib baginya ditunaikan zakat fitri.


Kapan batas waktu “fitri” (zakat fitrah)?
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama Mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa waktu “fitri” adalah waktu sejak terbenamnya matahari di hari puasa terakhir sampai terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal. (Syarh Shahih Muslim An-Nawawi, 7:58)

Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) di awal Ramadan. Dalam Fatawa Arkanul Islam Syekh Ibnu Utsaimin, hlm. 434, jawaban beliau termuat, “Zakat fitri (zakat fitrah) dikaitkan dengan waktu ‘fitri’ karena waktu ‘fitri’ adalah penyebab disyariatkannya zakat ini. Jika waktu fitri setelah Ramadan (tanggal 1 Syawal) merupakan sebab adanya zakat ini, itu menunjukkan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) ini terikat dengan waktu fitri tersebut, sehingga kita tidak boleh mendahului waktu fitri.

Oleh karena itu, yang paling baik, waktu mengeluarkan zakat ini adalah pada hari Idul Fitri, sebelum melaksanakan shalat. Hanya saja, boleh didahulukan sehari atau dua hari sebelum shalat id, karena ini akan memberi kemudahan bagi pemberi dan penerima zakat. Adapun sebelum itu –pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama adalah– tidak boleh.

Berdasarkan keterangan ini, waktu menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) ada dua:
1.    Waktu boleh, yaitu sehari atau dua hari sebelum hari raya.
2.    Waktu utama, yaitu pada hari hari raya sebelum shalat.


Adapun mengakhirkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) sampai setelah shalat maka ini hukumnya haram dan zakatnya tidak sah. Berdasarkan hadis Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

 ‘Barang siapa yang menunaikan zakat fitri sebelum shalat maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah.’ (H.r. Abu Daud dan Ibnu Majah; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kecuali bagi orang yang tidak tahu tentang hari raya, seperti orang yang tinggal di daratan terpencil, sehingga dia agak telat mengetahui waktu tibanya hari raya, atau kasus semisalnya. Dalam keadaan ini, diperbolehkan menunaikan zakat fitri setelah shalat id, dan statusnya sah.

Zakat Fitrah bolehkan dengan uang?
Hemm…
Panjang lebar jawab di sini Konsultasi Syariah

Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.

Akan tetapi, yang Nabi praktikkan bersama para sahabat adalah pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan, bukan menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling memahami kebutuhan umatnya dan yang paling mengasihi fakir miskin. Bahkan, beliaulah paling berbelas kasih kepada seluruh umatnya.

Allah berfirman tentang beliau, yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat berbelas kasi lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” 
(Q.s. At-Taubah:128)
Siapakah yang lebih memahami cara untuk mewujudkan belas kasihan melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jadi kesimpulannya.
Zakat 1 sha’ itu sama dengan 3 kg beras / 3 kg gandum.
Dilakukannya sebisa mungkin mendekati hari Raya Idul fitri, 2 atau sehari sebelum  hari raya dan pada hari raya sebelum shalat Idul fitri.
Alahu’alam.








Refrensi :
Konsultasi Syariah.com
http://rumaysho.com

Kerudung bukan milik Islam saja


 

Jilbab bukan milik islam saja. Meski cara pemakaiannya berbeda dan hamper sama. Lalu mengapa masih dianggap teroris, ekstrim dan dipecat hanya karena penutup kepala?
Sebenarnya saya ingin share ini sebelum ramadhan tetapi mood saya sedang berkurang karena beberapa hal. Hemm…

Yang menjengkelkan adalah ketika ada komentar umat non muslim mengatakan kalau jilbab dan pakaian muslimah itu yang dianut umat islam hanyalah Ikut-ikutan pakaian mereka Kristen, katolik dsb.
Jadi saya agak geram. Akhirnya saya mencari tahu kebenarannya. Dan tak berapa lama banyak yang menemui hal serupa. Ibu-ibu berkerudung memakai kaos kaki tetapi hanya rapat tetapi lengan bajunya pendek. Mereka adalah pelanggan jahitan seorang muslimah. Namun ternyata mereka Kristen.
Jadi sebenarnya sudah tak heran lagi. Bahkan kita hampir sulit membedakannya.

Dan saya juga pernah dibuat kesal. Bapak-bapak sekitar usia 60 tahunan. Dia bertanya kepada saya.
“Anda muslim?”
Hia… desig. Kesel bin jengkel. Bapaknya gimana sih? Udah pakai baju muslimah dan kaos kaki masih dibilang Kristen? Hehe.. tapi saya nyengir dan menjawab dengan tegas.
“ISLAMLAH”   Hehee.. maklum bapak-bapak ini kan sudah tua, mungkin dikiranya sama muslim jadi-jadian. Eh emang ada? Ada kok banyak hehehe….


Dan paling terbaru adalah Muslim Rohingnya.
Mengapa mereka harus diusir? Apakah mereka membuat kerusakan? lalu bagaimana mereka membuatmu ketakutkan? sedangkan di luar sana banyak yang memakai kerudung, berpuasa juga meskipun bukan Islam.
Mengapa harus disalahkan?


Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.

Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.

Dari berbagai sumber yang saya peroleh.
1 Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak berkerudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
 11:6 Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka HARUSLAH IA MENUDUNGI KEPALANYA.
 11:7 Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.
 11:8 Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki.
 11:9 Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
 11:10 Sebab itu, PEREMPUAN HARUS MEMAKAI TANDA WIBAWA DI KEPALANYA oleh karena para malaikat.
 11:11 Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan.
 11:12 Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.
 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: PATUTKAH PEREMPUAN BERDOA KEPADA ALLAH DENGAN KEPALA TIDAK BERKERUDUNG?

Tertulianus (198 M)
"... Kenapa kamu tidak berkerudung di hadapan Tuhan padahal kamu berkerudung di depan manusia? Akankah kamu lebih sederhana di hadapan umum daripada di Gereja? Berhijablah hai perawan!"

Martin Luther (1483 - 1546)

"Kerudung adalah perlindungan agar tidak berada di luar hubungan dengan Allah yaitu dengan taat memenuhi perintah, para wanita memiliki rasa damai dan kasih dalam hubungan mereka dengan Allah.."

John Wesley (1703 - 1791)
jika seorang wanita tidak berkerudung -  dia akan membuang materai ketaatan, ... biarkanlah dia, untuk alasan yang sama, terus menggunakan kerudungnya! "

Menteri Dalam Negeri Italia (2012) mengatakan:
“Jika Bunda Maria selalu memakai kerudung dalam semua gambarnya, bagaimana bisa kalian menyuruhku untuk menandatangani Undang-undang Pelarangan Jilbab?”





Dan pernyataan ini yang akhirnya membuat saya merasa yakin, bahwa mengapa banyak perempuan Kristen yang jaman sekarang tak berkerudung dan mengingkarinya.

(Yang terpenting): Pribadi yang saleh

Meskipun jelas bahwa tidak ada kewajiban kanonik maupun moral bagi para wanita untuk mengenakan tutup kepala di gereja, para wanita tetap bebas untuk melakukannya sebagai ungkapan devosi pribadi. Mereka harus melihatnya sebagai tanda ketaatan/ tunduk kepada Tuhan… Mereka yang mengenakan tudung dan mereka yang tidak mengenakannya, tidak perlu menghakimi satu sama lain, tetapi membiarkan setiap wanita untuk memutuskannya karena jelas hal ini tidak menjadi kewajiban. (pernyataan seseorang dalam website katolik)

Pernyataan ini nggak beda kayak orang islam yang ndableg bin bandel. Jilbab wajib udah ada dalilnya, tapi pengennya bebas ria bisa nyalon rambut, nyemir dan mengibaskan ala iklan shampoo.
Bahkan jika ada pernyataan. Orang islam repot, kudu berjilbab, berkerudung, kaos kaki, apalah-apalah.
Fuiih… ribet mana sih sama orang yang sukanya ngeyel?
Jika, seaindanya mereka tahu ilmunya.

 In sya Allah saya akan membuat bulletin mengenai kewajiban hijab. Yang bisa di download dan diprint out lalu dibagikan semua manusia. Meskipun bukan islam. Karena memang sudah ketahuan kok isi kitab-kitab sebelumnya yang sekarang sudah dipalsukan.
Allahu alam bishowab.

Annurshah
Dari berbagai sumber.

 

Jilbab bukan milik islam saja. Meski cara pemakaiannya berbeda dan hamper sama. Lalu mengapa masih dianggap teroris, ekstrim dan dipecat hanya karena penutup kepala?
Sebenarnya saya ingin share ini sebelum ramadhan tetapi mood saya sedang berkurang karena beberapa hal. Hemm…

Yang menjengkelkan adalah ketika ada komentar umat non muslim mengatakan kalau jilbab dan pakaian muslimah itu yang dianut umat islam hanyalah Ikut-ikutan pakaian mereka Kristen, katolik dsb.
Jadi saya agak geram. Akhirnya saya mencari tahu kebenarannya. Dan tak berapa lama banyak yang menemui hal serupa. Ibu-ibu berkerudung memakai kaos kaki tetapi hanya rapat tetapi lengan bajunya pendek. Mereka adalah pelanggan jahitan seorang muslimah. Namun ternyata mereka Kristen.
Jadi sebenarnya sudah tak heran lagi. Bahkan kita hampir sulit membedakannya.

Dan saya juga pernah dibuat kesal. Bapak-bapak sekitar usia 60 tahunan. Dia bertanya kepada saya.
“Anda muslim?”
Hia… desig. Kesel bin jengkel. Bapaknya gimana sih? Udah pakai baju muslimah dan kaos kaki masih dibilang Kristen? Hehe.. tapi saya nyengir dan menjawab dengan tegas.
“ISLAMLAH”   Hehee.. maklum bapak-bapak ini kan sudah tua, mungkin dikiranya sama muslim jadi-jadian. Eh emang ada? Ada kok banyak hehehe….


Dan paling terbaru adalah Muslim Rohingnya.
Mengapa mereka harus diusir? Apakah mereka membuat kerusakan? lalu bagaimana mereka membuatmu ketakutkan? sedangkan di luar sana banyak yang memakai kerudung, berpuasa juga meskipun bukan Islam.
Mengapa harus disalahkan?


Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.

Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.

Dari berbagai sumber yang saya peroleh.
1 Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak berkerudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
 11:6 Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka HARUSLAH IA MENUDUNGI KEPALANYA.
 11:7 Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.
 11:8 Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki.
 11:9 Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
 11:10 Sebab itu, PEREMPUAN HARUS MEMAKAI TANDA WIBAWA DI KEPALANYA oleh karena para malaikat.
 11:11 Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan.
 11:12 Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.
 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: PATUTKAH PEREMPUAN BERDOA KEPADA ALLAH DENGAN KEPALA TIDAK BERKERUDUNG?

Tertulianus (198 M)
"... Kenapa kamu tidak berkerudung di hadapan Tuhan padahal kamu berkerudung di depan manusia? Akankah kamu lebih sederhana di hadapan umum daripada di Gereja? Berhijablah hai perawan!"

Martin Luther (1483 - 1546)

"Kerudung adalah perlindungan agar tidak berada di luar hubungan dengan Allah yaitu dengan taat memenuhi perintah, para wanita memiliki rasa damai dan kasih dalam hubungan mereka dengan Allah.."

John Wesley (1703 - 1791)
jika seorang wanita tidak berkerudung -  dia akan membuang materai ketaatan, ... biarkanlah dia, untuk alasan yang sama, terus menggunakan kerudungnya! "

Menteri Dalam Negeri Italia (2012) mengatakan:
“Jika Bunda Maria selalu memakai kerudung dalam semua gambarnya, bagaimana bisa kalian menyuruhku untuk menandatangani Undang-undang Pelarangan Jilbab?”





Dan pernyataan ini yang akhirnya membuat saya merasa yakin, bahwa mengapa banyak perempuan Kristen yang jaman sekarang tak berkerudung dan mengingkarinya.

(Yang terpenting): Pribadi yang saleh

Meskipun jelas bahwa tidak ada kewajiban kanonik maupun moral bagi para wanita untuk mengenakan tutup kepala di gereja, para wanita tetap bebas untuk melakukannya sebagai ungkapan devosi pribadi. Mereka harus melihatnya sebagai tanda ketaatan/ tunduk kepada Tuhan… Mereka yang mengenakan tudung dan mereka yang tidak mengenakannya, tidak perlu menghakimi satu sama lain, tetapi membiarkan setiap wanita untuk memutuskannya karena jelas hal ini tidak menjadi kewajiban. (pernyataan seseorang dalam website katolik)

Pernyataan ini nggak beda kayak orang islam yang ndableg bin bandel. Jilbab wajib udah ada dalilnya, tapi pengennya bebas ria bisa nyalon rambut, nyemir dan mengibaskan ala iklan shampoo.
Bahkan jika ada pernyataan. Orang islam repot, kudu berjilbab, berkerudung, kaos kaki, apalah-apalah.
Fuiih… ribet mana sih sama orang yang sukanya ngeyel?
Jika, seaindanya mereka tahu ilmunya.

 In sya Allah saya akan membuat bulletin mengenai kewajiban hijab. Yang bisa di download dan diprint out lalu dibagikan semua manusia. Meskipun bukan islam. Karena memang sudah ketahuan kok isi kitab-kitab sebelumnya yang sekarang sudah dipalsukan.
Allahu alam bishowab.

Annurshah
Dari berbagai sumber.

Anak kecil yang takut kepada Allah SWT


Baca kisah ini jadi ingat pertama kali saya mengenal sholat malam dan benar-benar saya lakukan adalah saat belum baligh kelas 4 SD. Tapi disaat pemantapan hatiku menggerakan sholat malam dengan sepenuh hati saat kelas 6 SD. Dimana kondisiku merasa benar-benar terpuruk. Hidup begitu indah mendekatkan diri ketika ada masalah. Wah SD ada masalah? ada  dong. tak perlu dishare sekarang. 

Suatu hari Abu Yazid al-Busthami menunaikan shalat tahajud. Tiba-tiba anaknya yang masih kecil berdiri shalat di sampingnya. Abu Yazid merasa kasihan melihat anaknya yang masih kecil itu ikut shalat bersamanya, karena umumnya anak-anak kecil seusianya tidur di saat malam yang larut, apalagi malam itu udara terasa begitu dingin, orang-orang dewasa pun akan merasa berat meninggalkan tempat tidur mereka.

Abu Yazid berkata pada anaknya, “Tidurlah wahai anakku, malam masih panjang.”

Anaknya menjawab, “Lalu mengapa ayah shalat?”

Abu Yazid mengatakan, “Anakku, aku memang dituntut untuk shalat malam.”

Anaknya malah menjawab dengan hafalan ayat Alquran yang ia hafal, “Aku telah menghafal sebagian firman Allah yang berbunyi ‘Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri shalat kurang dari dua pertiga malam atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan orang-orang yang bersama kamu (Nabi)’. Lalu siapa orang-orang yang berdiri shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Abu Yazid menjawab, “Tentu saja para sahabat beliau.”

Anak Abu Yazid kembali mengatakan, “Jangan menghalangiku untuk meraih kemuliaan menyertaimu dalam ketaatan kepada Allah.”

Abu Yazid dengan penuh kekaguman berkata, “Anakku kamu masih bocah dan belum mencapai usia dewasa.”

Anaknya menjawab, “Ayah, aku melihat ibu sewaktu menyalakan api dia memulai dengan potongan-potongan kayu kecil untuk menyalakan kayu-kayu yang besar. Maka aku takut Allah memulai dengan kami para anak kecil sebelum orang-orang dewasa pada hari kiamat nanti, jika kita lalai dari ketaatan kepada-Nya.”

Abu Yazid pun tersentak dengan ucapa anaknya itu dan kagum dengan rasa takut kepada Allah yang dimiliki anaknya walaupun masih sangat kecil. Abu Yazid berkata, “Anakku berdirilah. Kamu lebih berhak dengan Allah daripada bapakmu.”
Maha Suci Allah, yang mengubah keadaan. Hari ini anak-anak kita jauh dari Allah, mereka sibuk dengan hal-hal yang menjauhkan mereka dari Allah dan terbiasa dengan akhlak dan budi pekerti yang rendah. Kalau generasi dahulu sejak kecil mereka telah mengenal ketaatan, mungkin tidak berlebihan apabila kita katakan anak-anak sekarang sejak kecil telah mengenal kemaksiatan kecuali yang diselamatkan oleh Allah. Oleh karena itu, para orang tua hendaknya menjadi teladan bagi anak-anak mereka, mencontohkan perbuatan ketaatan, dan menjauhkan mereka dari acara-acara dan program yang memuat akhlak yang hina, karena anak-anak meniru apa yang mereka saksikan.

Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita dan keluarga kita untuk selalu menaatinya.


Sumber: Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf

Sumber gambar : google gambar.



Baca kisah ini jadi ingat pertama kali saya mengenal sholat malam dan benar-benar saya lakukan adalah saat belum baligh kelas 4 SD. Tapi disaat pemantapan hatiku menggerakan sholat malam dengan sepenuh hati saat kelas 6 SD. Dimana kondisiku merasa benar-benar terpuruk. Hidup begitu indah mendekatkan diri ketika ada masalah. Wah SD ada masalah? ada  dong. tak perlu dishare sekarang. 

Suatu hari Abu Yazid al-Busthami menunaikan shalat tahajud. Tiba-tiba anaknya yang masih kecil berdiri shalat di sampingnya. Abu Yazid merasa kasihan melihat anaknya yang masih kecil itu ikut shalat bersamanya, karena umumnya anak-anak kecil seusianya tidur di saat malam yang larut, apalagi malam itu udara terasa begitu dingin, orang-orang dewasa pun akan merasa berat meninggalkan tempat tidur mereka.

Abu Yazid berkata pada anaknya, “Tidurlah wahai anakku, malam masih panjang.”

Anaknya menjawab, “Lalu mengapa ayah shalat?”

Abu Yazid mengatakan, “Anakku, aku memang dituntut untuk shalat malam.”

Anaknya malah menjawab dengan hafalan ayat Alquran yang ia hafal, “Aku telah menghafal sebagian firman Allah yang berbunyi ‘Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri shalat kurang dari dua pertiga malam atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan orang-orang yang bersama kamu (Nabi)’. Lalu siapa orang-orang yang berdiri shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Abu Yazid menjawab, “Tentu saja para sahabat beliau.”

Anak Abu Yazid kembali mengatakan, “Jangan menghalangiku untuk meraih kemuliaan menyertaimu dalam ketaatan kepada Allah.”

Abu Yazid dengan penuh kekaguman berkata, “Anakku kamu masih bocah dan belum mencapai usia dewasa.”

Anaknya menjawab, “Ayah, aku melihat ibu sewaktu menyalakan api dia memulai dengan potongan-potongan kayu kecil untuk menyalakan kayu-kayu yang besar. Maka aku takut Allah memulai dengan kami para anak kecil sebelum orang-orang dewasa pada hari kiamat nanti, jika kita lalai dari ketaatan kepada-Nya.”

Abu Yazid pun tersentak dengan ucapa anaknya itu dan kagum dengan rasa takut kepada Allah yang dimiliki anaknya walaupun masih sangat kecil. Abu Yazid berkata, “Anakku berdirilah. Kamu lebih berhak dengan Allah daripada bapakmu.”
Maha Suci Allah, yang mengubah keadaan. Hari ini anak-anak kita jauh dari Allah, mereka sibuk dengan hal-hal yang menjauhkan mereka dari Allah dan terbiasa dengan akhlak dan budi pekerti yang rendah. Kalau generasi dahulu sejak kecil mereka telah mengenal ketaatan, mungkin tidak berlebihan apabila kita katakan anak-anak sekarang sejak kecil telah mengenal kemaksiatan kecuali yang diselamatkan oleh Allah. Oleh karena itu, para orang tua hendaknya menjadi teladan bagi anak-anak mereka, mencontohkan perbuatan ketaatan, dan menjauhkan mereka dari acara-acara dan program yang memuat akhlak yang hina, karena anak-anak meniru apa yang mereka saksikan.

Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita dan keluarga kita untuk selalu menaatinya.


Sumber: Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf

Sumber gambar : google gambar.


Kuku tidak boleh dipanjangkan

Memanjangkan kuku termasuk perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan as-Sunnah, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda;


“Hal yang fitrah itu ada lima atau lima hal merupakan fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.” (HR. Al-Bukhari, bab pakaian (5889); Muslim, bab bersuci (257))

Kuku tidak boleh dibiarkan panjang hingga 40 (empat puluh) hari. Hal itu berdasarkan keterangan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu , seraya berkata;

“Telah ditentukan bagi kita (kaum muslimin) batas waktu mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur rambut kemaluan, bahwa tidak boleh membiarkannya lebih dari 40 (empat puluh) malam.” (HR. Muslim, bab bersuci (258)). Memanjangkan kuku dikategorikan menyerupai binatang dan sebagai orang kafir.
Kuku yang melebihi ujung jari, karena dapat menyimpan kotoran yang menjijikkan dibawahnya, dan bahkan bisa menghalangi masuknya air tatkala berwudhu’ atau mandi.

• Waktunya ?

Tidak ada ketentuan hari atau waktu tertentu yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk memotong kuku. Semua hadits yang menceritakan tentang perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam atau perintah beliau untuk memotong kuku pada hari atau waktu tertentu adalah lemah (dho’if).

Hadist tentang memotong kuku hari Jumat yang sering dilakukan Rosulullah juga hadist lemah, sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (10/346). Atas dasar ini, tidak ada keterangan hari tertentu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang shahih untuk memotong kuku. Semakin sering seseorang membersihkannya, itulah yang utama.

• Mencuci Ujung Jemari Setelahnya ?

Demikian pula halnya dengan mencuci ujung jemari setelah memotong kuku, tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Hanya saja sebagian ulama’ menyarankan bagi orang yang telah memotong kuku agar membilasnya dengan air. Dengan alasan bahwa seseorang yang memotong kukunya kemudian menggaruk badannya dengan kuku tersebut sebelum dicuci dapat berakibat tidak baik.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Dan disukai mencuci ujung jemari setelah memotong kuku. Karena ada yang mengatakan, bahwa menggaruk badan dengan kuku (yang baru dipotong) sebelum di cuci, dapat berdampak negatif.” (Al-Mughni 1/100)

Asy-Syaikh Abu Hasyim rahimahullah mengomentari pendapat di atas, “Mungkin saja hal itu berdasarkan pengalaman yang mereka alami.” (Syarhu Khishalil Fithrah hal. 10)

• Tata caranya

Diutamakan mendahulukan tangan atau kakinya yang kanan. ‘Aisyah radliyallahu ‘anha mengabarkan,

“Dahulu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senang mendahulukan sisi yang kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang baik).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Namun tidak ada awalan kuku mana yang harus dipotong. Melainkan bebas. Begitu pula tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mendahulukan tangan sebelum kaki. 

Sebagai kesimpulan, Al-Imam Syamsuddin As-Sakhawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada (hadits yang shahih) tentang tata cara memotong kuku atau penentuan harinya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.” (Al-Maqashidul Hasanah hal. 489)

• Berwudhu Setelahnya ?

Al-Imam Mujahid, Al-Hakam bin ‘Utbah, dan Hammad rahimahumullah berkata, “Barangsiapa memotong kukunya atau memendekkan kumisnya maka wajib atasnya berwudhu’.” (Fathul Bari 1/281) Pendapat mereka ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, kata beliau, “Pendapat mayoritas ulama’ menyelisihi mereka. Dan kami tidak mengetahui mereka memiliki hujjah (dalil) atas pendapatnya itu. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.” (Al-Mughni 1/227)

• Memendam Potongan Kuku

Sebagian ulama salaf, seperti Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, Muhammad bin Sirin, Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dan selain mereka menyukai memendam potongan kuku atau rambut. Muhannan rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal rahimahullah tentang seseorang yang memotong rambut dan kukunya, apakah (potongan rambut dan kukunya itu) dipendam ataukah dibuang begitu saja?” beliau menjawab, “Dipendam”, aku bertanya lagi, “Apakah sampai kepadamu dalil tentang hal ini?” Imam Ahmad menjawab, “Ibnu ‘Umar memendamnya.”

Oleh karena itu, boleh bagi seseorang memendam potongan rambut dan kuku-kukunya, terlebih jika dikhawatirkan akan dijadikan permainan oleh para tukang sihir. Dengan catatan jangan sampai meyakininya sebagai sunnah, karena tidak ada dalil yang shahih tentang hal itu. Dalam memotong kuku boleh meminta bantuan orang lain. Terlebih, bila seseorang tidak bisa memotong kuku kanannya dengan baik. Karena kebanyakan orang tidak dapat menggunakan tangan kirinya dengan baik untuk memotong kuku, sehingga lebih utama baginya meminta orang lain melakukannya agar tidak melukai dan menyakiti tangannya. (Tharhut Tatsrïb fï Syarhit Taqrïb 1/243)
Wallahu a'lam.

Dirangkum oleh Annurshah

Sumber : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1820
http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/06/larangan-memanjangkan-kuku-hukum.html

Memanjangkan kuku termasuk perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan as-Sunnah, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda;


“Hal yang fitrah itu ada lima atau lima hal merupakan fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.” (HR. Al-Bukhari, bab pakaian (5889); Muslim, bab bersuci (257))

Kuku tidak boleh dibiarkan panjang hingga 40 (empat puluh) hari. Hal itu berdasarkan keterangan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu , seraya berkata;

“Telah ditentukan bagi kita (kaum muslimin) batas waktu mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur rambut kemaluan, bahwa tidak boleh membiarkannya lebih dari 40 (empat puluh) malam.” (HR. Muslim, bab bersuci (258)). Memanjangkan kuku dikategorikan menyerupai binatang dan sebagai orang kafir.
Kuku yang melebihi ujung jari, karena dapat menyimpan kotoran yang menjijikkan dibawahnya, dan bahkan bisa menghalangi masuknya air tatkala berwudhu’ atau mandi.

• Waktunya ?

Tidak ada ketentuan hari atau waktu tertentu yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk memotong kuku. Semua hadits yang menceritakan tentang perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam atau perintah beliau untuk memotong kuku pada hari atau waktu tertentu adalah lemah (dho’if).

Hadist tentang memotong kuku hari Jumat yang sering dilakukan Rosulullah juga hadist lemah, sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (10/346). Atas dasar ini, tidak ada keterangan hari tertentu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang shahih untuk memotong kuku. Semakin sering seseorang membersihkannya, itulah yang utama.

• Mencuci Ujung Jemari Setelahnya ?

Demikian pula halnya dengan mencuci ujung jemari setelah memotong kuku, tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Hanya saja sebagian ulama’ menyarankan bagi orang yang telah memotong kuku agar membilasnya dengan air. Dengan alasan bahwa seseorang yang memotong kukunya kemudian menggaruk badannya dengan kuku tersebut sebelum dicuci dapat berakibat tidak baik.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Dan disukai mencuci ujung jemari setelah memotong kuku. Karena ada yang mengatakan, bahwa menggaruk badan dengan kuku (yang baru dipotong) sebelum di cuci, dapat berdampak negatif.” (Al-Mughni 1/100)

Asy-Syaikh Abu Hasyim rahimahullah mengomentari pendapat di atas, “Mungkin saja hal itu berdasarkan pengalaman yang mereka alami.” (Syarhu Khishalil Fithrah hal. 10)

• Tata caranya

Diutamakan mendahulukan tangan atau kakinya yang kanan. ‘Aisyah radliyallahu ‘anha mengabarkan,

“Dahulu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senang mendahulukan sisi yang kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang baik).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Namun tidak ada awalan kuku mana yang harus dipotong. Melainkan bebas. Begitu pula tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mendahulukan tangan sebelum kaki. 

Sebagai kesimpulan, Al-Imam Syamsuddin As-Sakhawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada (hadits yang shahih) tentang tata cara memotong kuku atau penentuan harinya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.” (Al-Maqashidul Hasanah hal. 489)

• Berwudhu Setelahnya ?

Al-Imam Mujahid, Al-Hakam bin ‘Utbah, dan Hammad rahimahumullah berkata, “Barangsiapa memotong kukunya atau memendekkan kumisnya maka wajib atasnya berwudhu’.” (Fathul Bari 1/281) Pendapat mereka ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, kata beliau, “Pendapat mayoritas ulama’ menyelisihi mereka. Dan kami tidak mengetahui mereka memiliki hujjah (dalil) atas pendapatnya itu. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.” (Al-Mughni 1/227)

• Memendam Potongan Kuku

Sebagian ulama salaf, seperti Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, Muhammad bin Sirin, Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dan selain mereka menyukai memendam potongan kuku atau rambut. Muhannan rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal rahimahullah tentang seseorang yang memotong rambut dan kukunya, apakah (potongan rambut dan kukunya itu) dipendam ataukah dibuang begitu saja?” beliau menjawab, “Dipendam”, aku bertanya lagi, “Apakah sampai kepadamu dalil tentang hal ini?” Imam Ahmad menjawab, “Ibnu ‘Umar memendamnya.”

Oleh karena itu, boleh bagi seseorang memendam potongan rambut dan kuku-kukunya, terlebih jika dikhawatirkan akan dijadikan permainan oleh para tukang sihir. Dengan catatan jangan sampai meyakininya sebagai sunnah, karena tidak ada dalil yang shahih tentang hal itu. Dalam memotong kuku boleh meminta bantuan orang lain. Terlebih, bila seseorang tidak bisa memotong kuku kanannya dengan baik. Karena kebanyakan orang tidak dapat menggunakan tangan kirinya dengan baik untuk memotong kuku, sehingga lebih utama baginya meminta orang lain melakukannya agar tidak melukai dan menyakiti tangannya. (Tharhut Tatsrïb fï Syarhit Taqrïb 1/243)
Wallahu a'lam.

Dirangkum oleh Annurshah

Sumber : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1820
http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/06/larangan-memanjangkan-kuku-hukum.html

 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template