Bulan Rajab tidak ada amalan khusus

Bismillahirrohmanirrohim. 
Lama tak mampir ke lapak saya sendiri. hem...
Kemarin baca status teman Facebook membahas atau share tentang bulan Rajab. 

Gak masalah kalau memang kurang pemahaman bulan Rajab, tapi sebaiknya kita cari bukti yang kuat sebelum share. 
Jika sebagai seorang teman, pasti inginnya memperbaiki dan meluruskan pemahaman yang salah.
Eh, pas lihat komentarnya waduh. Galak banget nih uztad. Saya gak tahu sih uztad siapa?

Tapi si uztad udah kayak kebakaran jenggot.
Teman-teman bisa lihat sendiri, tanggapannya bagaimana jika ada orang bertanya tentang status hadist yang kita share, hadistnya dhoif gak? 
eh malah dijawab dengan marah-marah.
Kan tinggal dijawab saja, cara halus. setahu saya uztad yang berpengalaman juga akan bijak dalam menanggapi ini. Eh malah disuruh ketemuan!

Mungkin biasa ya, orang komentar saling salah paham. Saya tergelitik saja bacanya, ingin share dan memberi masukkan terbaik. Agar kita hati-hati jangan gampang emosi jika ada pertanyaan baik atau menyudutkan.

Uztad kan guru, ditiru lan digugu.

Yuk, mari kita kaji sebentar

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.” (Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ’Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ’Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

”Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)

Imam Ahmad mengatakan, ”Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, ”Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ’Aisyah yaitu ’Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut.

  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236
Perayaan Isro’ Mi’roj

Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”

Abu Syamah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)

Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,

“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)

Ibnul Haaj mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)

Catatan penting:

Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, ”Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa mengucapkan,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

”Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan].” Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ’Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad.

Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. [Muhammad Abduh Tuasikal]

Kalau ingin lebih penasaran lagi, cari di sini http://yufid.com/ 
CARI KATA KUNCINYA, insya Allah terjawab sesuai dengan ajaran Rosul, jauh dari bid'ah.

sumber : http://buletin.muslim.or.id/fiqih/amalan-di-bulan-rajab



Mampir ke sini juga silahkan https://plus.google.com/+FelixSiauw1453/posts/YEEjzanGYqY

klik gambar lalu di zoom, akan terlihat dengan jelas. Insya Allah

8 komentar:

  1. waah, jadi doa ini
    (”Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan].”)
    dari hadits doif ya ka.
    baru tahuu :(
    padahal sering banget dirapalin

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya teh, itu ternyata dhoif, daridulu kan aku gak percaya. dan kebayakan orang2 kejawen sukanya 1 rajab atau rejeban... istilah itu..

      Hapus
  2. hmmm, emang banyak bgt tuh status2 di fb, broadcast bbm yg geje2 ntah dari hadist mana. kalo diingetin malah nyolot, di diemin dosa. semoga banyak yg baca postingan ini biar terbuka pikirannya ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi uztadnya juga diam kok ya pas q komentar terakhir bilang itu hadist dhoif. mungkin dia sadar. mudahan sih bgtu, supaya gak marah2 dlu. kasian anak orang, itu fbnya bukan milikku cuma baca aja ukh...

      Hapus
  3. Kalau aku lebih banyak diam ukh sekarang... karena ya itu, aku menghindari banget pertengkaran. Dan apalagi kalau yang diberitahu setipe itu, memang pasti begitu urusannya. Mereka mengatakan anak2 zaman sekarang baru punya satu dua hadist shohih sudah sombong, tapi mereka tidak sadar bahwa mereka pun sudah jumawa karena memiliki sanad, alias mondok di pesantren.

    Dan jangankan yang begitu... merokok saja ada dalilnya kok, bawa2 imam Nawawi segala... ckckck.. keblinger ini anak2 zaman dulu #ehh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang kita gak boleh sombong, tapi gak ada salah kalao tanya ya ukh? apalgi uztadnya ada sekalian biar dpt ilmu. coba klo kita punya ilmu sdkit terus kita umpetin karna diam adalah emas, sdangkan status2 hadist dhoif itu berhamburan? kash tw benernya aja, gak terima ya udah ya gak? eh malah marah2 dikirain ngajak debat.. ckckckckk....

      tapi uztadnya juga diam kok ya pas bilang itu hadist dhoif. mungkin dia sadar. mudahan sih bgtu, supaya gak marah2 dlu. kasian anak orang, itu fbnya bukan milikku cuma baca aja ukh...

      Hapus
  4. Nah yang kaya gini nih gue paling awam... hehehhee
    Maklum dulu ga ada ustad yang mau ngajarin.. hehehehe.. kelewat bandel kali..!!

    BalasHapus

Komentar yang sopan
Kritiklah bila membangun bukan menjatuhkan
salam persaudaraan ^_^

 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template