Selama daun itu masih berguguran
Selama itu pula angin masih terus berhembus
Masih terngiang dalam ingatanku. Aku memikirkan cerita yang begitu syahdu penuh haru. Bagaimana tidak, jika ku bicarakan pada semua yang memiliki rasa yang sama sepertiku pasti akan berceloteh dengan hati yang sama.
Ini kisah tentang teman, kisah yang begitu tak pernah ku pikirkan sebelumnya disaat perjumpaan baru selama 4 tahun kita tak bertatap muka bahkan hanya beberapa tulisan yang mengiringi perjalanan kita melalui pesan singkat.
Jam berputar begitu cepat. Waktu yang dirasa cukup untuk berbicara itu tak bisa kurasakan untuk menanyakan apa yang terjadi dalam hatinya hingga peristiwa ini terjadi.
“Melepas masa lajang begitu indahnya kawan, jadi ingin cepat-cepat seperti dia”
Sms itu ku terima begitu cepat saat kami sedang berjanjian akan bertemu di lokasi utama sebelum meluncur ke acara pernikahan seorang teman SMA.
“iya, insya Allah ada jalannya”
Ku balas dengan singkat saja.
Kemudian waktu mempertemukan kita dengan cepat.
Aku bersalaman dengannya, tangannya begitu dingin wajahnya yang berbeda ku pandang begitu teduh ku rasakan dalam indera perasaku.
Kacamata yang selalu menempel pada kulit matanya dan terjepit kedua telinga itu masih ada. Namun tidak seperti dulu yang ku anggap kutu buku bahkan seperti orang yang kurang pergaulan.
Rambut pendek dan kacamata itu kini merubah penampilannya menjadi wanita yang pemalu, malu dengan auratnya yang sesumbar seperti dulu. Kini lebih merapat menutup yang diharuskan. Aku senang rasanya karena tak semua orang sama dan selalu buruk dimata kita.
Perbincangan dimulai saat aku menunggu teman yang akan bersamaan berangkat ke tempat yang dituju.
“dia begitu mudah mendapatkannya yah, padahal terlalu ekstrim juga mendapatkan jodoh lewat facebook”
“iyalah, bagiku tidak mudah juga untuk menyatakan siap”
“tapi mau bagaimana lagi, jalannya mungkin seperti itu yah Mi”
“benar sekali, ku rasa sepertinya unik. Rahasia takkan pernah terbongkar”
“kalau aku sebenarnya sudah ada yang melamar tapi….”
“tapi kenapa? Lho kok?”
Aku mencari-cari sesuatu dimatanya. Matanya sekilas sendu itu mulai meredup perlahan menghujam ke tanah kering.
“yah jodoh tak bisa ditebak”
“ya memang kan? Bukannya seperti itu?” aku semakin penasaran lalu berusaha mendengar suara batinnya yang mulai berkicau kebenaran tanpa ragu.
“kalau ibuku tak merestui hubunganku. Padahal ada yang melamarku”
“kenapa? Ada alas an tersendiri?”
“dia hanya lulusan SMA. Padahal aku sih oke-oke saja” jawabnya singkat.
“ya, kalau oke kenapa tidak mendapat restu? Jalan kan sudah terang tinggal bawa lampu bohlan yang terang 20 watt” ledekku menghibur dirinya.
“tapi kan aku S1 Mi, dia Cuma SMA. Padahal ya aku tak masalah fine saja. Tapi ibuku tak boleh lalu harus bagaimana lagi”
“astaghfirullah batinku merajam, seperti aku yang tertusuk duri. Padahal orang lain. Kurasakan bagaimana perasaan lelaki tersebut jika memang kebenaran itu terdengar begitu jelas dalam indera pendengarannya” batinku sambil tersenyum memandang kendaraan yang lalu lalang.
“yah, dia orang tuamu pastinya hormati keputusan ibumu. Daripada harus bertengkar yah? Namun tak ada salahnya jika semua keputusan berharap padaNya”
“iya dia kan ibuku, masa aku mau durhaka padanya?” jawabnya masih dengan mata menghujam menatap tanah kering.
Percakapanku singkat hanya saja menuai kritik dari ku. Seingatku bukan jaman siti nurbaya saja yang menuai kritik.
Hatinya pasti mulai dalam kegamangan, jika suatu hari ada lelaki yang berpendidikan sama melamar lagi, atau bahkan lebih rendah dari dugaannya.
Jika berontak itu ada, tak mungkin Ukhti yang shalihah itu berusaha sekuat baja setegar karang menghadapi jalan yang terjal.
Islam telah berkembang pesat. Wanita mana yang tak mau dinikahi lelaki sholeh. Bahkan sebaliknya lelaki yang sholeh itu segera ingin mendapatkan wanita shalehah.
Apakah pengharapan yang ada pada jantung hati seorang ibu?
Apakah yang berperan besar dihadapan mata sang ibu?
Sekejap angin berlalu, aku benar-benar tak percaya. Sampai kapan ia berjalan diatas Cahaya yang begitu indah diatas CahayaNya. Jika masih sulit menerangi cahaya kecil yang senantiasa membuat hatinya tenang bersemanyam dalam istana kecilNya. Rumah kecil itu perlu diberikan cahaya yang indah, rumah itu bukan hanya saja atap, kasur, dan perabotan yang serba lengkap dan mewah. Tapi hati yang berada dalam hunian tersebut.
Hati ibu yang masih terbawa arus gelombang dunia nyata.
Hati ibu yang masih memegang teguh pendirian yang salah
Hati ibu yang masih bermuara pada egois semata.
Padahal hati ibu yang masih ingin dipeluk buah hatinya dengan penuh kasih sayang.
Pelajaran berharga untuk kita terutama diriku sendiri, menghadapi kasus seperti ini. Jika belum bisa ibuku menghargai keputusanku seperti dia bagaimana?
Jalan dakwah ini memang masih panjang. Terutama kepada keluarga yang benar-benar membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Kepada merekalah jalan cinta itu harus ditegakkan.
Cinta ini memang bukan milik kita
Karena itu tak perlu hadir sebelah hati dengan perasaan sedih
Takdir tak akan mengubah kepahitan melainkan hikmah dalam suatu pernghargaan besar.
“Saat HARAPAN tidak sesuai dengan KENYATAAN”. Karena Allah tahu, bahwa itu bukanlah yang terbaik untuk kita, kemudian Ia mengganti rencana kita dengan rencanaNya yang jauh lebih sempurna.
Allah pun berfirman: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(QS Al Baqarah 216).
Banyak pelajaran yang saya petik darinya. Antara berusaha sekuat tenaga meyakinkan orangtua atau menghancurkan kepercayaan padaNya.
Sulit benar-benar sulit bagiku.
Semoga ukhti yang baik hati sepertimu selalu mendo’kan Ibunya agar ia mudah mengerti, memahami dan merasakan rasa yang sama sepertimu.
Do’aku menyertaimu ukht…..
Cinta itu sudah kehendakNya
Cinta itu milik Penguasa Alam Semesta
Hari ini esok dan seterusnya tak ada yang tahu
Setiap perjumpaan pasti ada perpisahan
Kata Saiyidina Umar: “...waspadalah jangan terpijak atau memijak onak dan duri…” Jangan kau kutip lagi serpihan kaca. Sabarlah hingga kau temukan permata…?
Lihatlah takdir sebagai waktu terindah, jika kelak kita berjumpa dengan masa sulit maka pikirkanlah cinta itu bukan milik kita ya akhi ya ukhti
Allah Sang Pencipta mendengar serpihan rindumu padaNya.
“Tulisan ini diikutsertakan pada Monilando’s First Giveaway