Detik-detik kepergian Ramadhan



Waktu masih menyisakan sedikit lagi meninggalkan Ramadhan. Ada yang sudah sibuk dengan persiapan mudik, ada yang sedang sibuk dengan pakaian baru, oleh-oleh, makanan seperti kue lebaran dan lain-lain.
Tetapi tidak dengan keluargaku yang masih biasa saja. Biasanya ramadhan tahun kemarin ibuku kelelahan menerima tawaran membuat rempeyek dan keripik tempe khas resep ibuku.
Kali ini tidak. Karena focus untuk ibadah.
Meski membuat rempek masih menjadi andalan keluarga kami untuk dimakan sendiri tapi setidaknya tidak kelelahan berlebihan dan mengganggu aktivitas ibadah.
Jujur tahun ini banyak yang terlewat dariku, tentang rutinnya hafalan qur’anku. Harusnya target tepat sasaran, tapi… sakit menghadang diriku. Sakit tenggorokan gegara rajin minum sirup dingin. 
Mau tak mau rajinnya tidur cepat. 

Melihat ramadhan kali ini ada yang mengalami kemajuan ada yang kejanggalan dan aneh. Terutama tayangan televisi yang kacau balau. Entah kenapa hamper setiap manusia menjadi PELAWAK. Terutama tayangan tak bermutu mengedepankan lawakan, tawa membahana yang tak bisa ditahan. 
Meski ada beberapa tayangan yang saya sukai di trans7 seperti Hafidz Qur’an internasional dan hafidz qur’an Indonesia, jazirah islam. Tayangan RCTI pun tak kalah menarik tentang kisah para sahabat nabi, dan kaki langit. Yang membumi adalah tokoh anak kecil bernama MUSA yang kini terkenal karena kehebatannya dalam menghafal al-qur’an hingga 29 juz diusianya yang baru selesai balita yakni 5 tahun lebih beberapa bulan. Allohu Akbar. Ma Shaa Allah.

Melihat tayangan di luar negeri tentang ISLAM di negeri asing menjadi sorotan yang menarik bagiku. Tapi ada yang berduka, menangis tak tahan dengan semua ulah tentara Israel. Kekejaman mereka membabi buta. Membunuh warga palestina yang tak berdoa di tengah bulan suci dan euphoria pesta demokrasi Indonesia.
Aku sedih, merasa harus menangis setiap berdoa untuk semua muslim penjuru di dunia.
Anehnya saat membuka beranda facebook banyak sekali yang mengupdate status tentang wanita yang berpolitik asal IsraEL menginginkan para ibu-ibu palestina dibunuh dan rumah-rumah warga dibumi haguskan agar tak ada lagi teroris.

Jadi? Selama ini mereka menganggap teroris? Bukankah yang teroris itu sebaliknya? Yang mengambil hak-hak kemanusian warga Palestina itu adalah teroris?
Jadi musuh kita umat islam adalah mereka yang selalu menganggap kita teroris. Haduh, Islam seburuk itu dimata mereka. Selalu saja kudengar cacian menghujam. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Adapun penafsiran yang pertama maka disebutkan dalam hadits Abdurrahman bin Sanah radhiallahu anhu dia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang berbuat baik jika manusia telah rusak.” (HR. Ahmad 13/400 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ no. 7368)



Waktu masih menyisakan sedikit lagi meninggalkan Ramadhan. Ada yang sudah sibuk dengan persiapan mudik, ada yang sedang sibuk dengan pakaian baru, oleh-oleh, makanan seperti kue lebaran dan lain-lain.
Tetapi tidak dengan keluargaku yang masih biasa saja. Biasanya ramadhan tahun kemarin ibuku kelelahan menerima tawaran membuat rempeyek dan keripik tempe khas resep ibuku.
Kali ini tidak. Karena focus untuk ibadah.
Meski membuat rempek masih menjadi andalan keluarga kami untuk dimakan sendiri tapi setidaknya tidak kelelahan berlebihan dan mengganggu aktivitas ibadah.
Jujur tahun ini banyak yang terlewat dariku, tentang rutinnya hafalan qur’anku. Harusnya target tepat sasaran, tapi… sakit menghadang diriku. Sakit tenggorokan gegara rajin minum sirup dingin. 
Mau tak mau rajinnya tidur cepat. 

Melihat ramadhan kali ini ada yang mengalami kemajuan ada yang kejanggalan dan aneh. Terutama tayangan televisi yang kacau balau. Entah kenapa hamper setiap manusia menjadi PELAWAK. Terutama tayangan tak bermutu mengedepankan lawakan, tawa membahana yang tak bisa ditahan. 
Meski ada beberapa tayangan yang saya sukai di trans7 seperti Hafidz Qur’an internasional dan hafidz qur’an Indonesia, jazirah islam. Tayangan RCTI pun tak kalah menarik tentang kisah para sahabat nabi, dan kaki langit. Yang membumi adalah tokoh anak kecil bernama MUSA yang kini terkenal karena kehebatannya dalam menghafal al-qur’an hingga 29 juz diusianya yang baru selesai balita yakni 5 tahun lebih beberapa bulan. Allohu Akbar. Ma Shaa Allah.

Melihat tayangan di luar negeri tentang ISLAM di negeri asing menjadi sorotan yang menarik bagiku. Tapi ada yang berduka, menangis tak tahan dengan semua ulah tentara Israel. Kekejaman mereka membabi buta. Membunuh warga palestina yang tak berdoa di tengah bulan suci dan euphoria pesta demokrasi Indonesia.
Aku sedih, merasa harus menangis setiap berdoa untuk semua muslim penjuru di dunia.
Anehnya saat membuka beranda facebook banyak sekali yang mengupdate status tentang wanita yang berpolitik asal IsraEL menginginkan para ibu-ibu palestina dibunuh dan rumah-rumah warga dibumi haguskan agar tak ada lagi teroris.

Jadi? Selama ini mereka menganggap teroris? Bukankah yang teroris itu sebaliknya? Yang mengambil hak-hak kemanusian warga Palestina itu adalah teroris?
Jadi musuh kita umat islam adalah mereka yang selalu menganggap kita teroris. Haduh, Islam seburuk itu dimata mereka. Selalu saja kudengar cacian menghujam. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Adapun penafsiran yang pertama maka disebutkan dalam hadits Abdurrahman bin Sanah radhiallahu anhu dia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang berbuat baik jika manusia telah rusak.” (HR. Ahmad 13/400 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ no. 7368)

Fidyah dan Wajibnya Zakat bagi si Miskin



Para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah dalam puasa dikenai pada orang yang tidak mampu menunaikan qodho’ puasa. Hal ini berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh. Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).[1]

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin”.[2]

Jenis dan Kadar Fidyah
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa. Ini juga yang dipilih oleh Thowus, Sa’id bin Jubair, Ats Tsauri dan Al Auza’i. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau 1 sho’ sya’ir (gandum) atau ½ sho’ hinthoh (biji gandum). Ini dikeluarkan masing-masing untuk satu hari puasa yang ditinggalkan dan nantinya diberi makan untuk orang miskin.[3]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”.[4]
Beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Ibnu Baz[5], Syaikh Sholih Al Fauzan[6] dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia)[7] mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing (baik dengan kurma, beras dan lainnya). Mereka mendasari ukuran ini berdasarkan pada fatwa beberapa sahabat di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ kira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.
Yang lebih tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan.[8]

Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman,
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.”
Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang sebagaimana yang penanya sebutkan. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut. Kadarnya adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang kami sebut. Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.” Dalam ayat ini sangat jelas memerintah dengan makanan.”[9]

Cara Pembayaran Fidyah
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)[10].
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.[11]

Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.[12] Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”[13]

Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua[14].
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.[15]
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.




Dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin diuraikan, “Perlu kita pahami satu kaidah penting, bahwa ketika Allah menyebut dalam Al-Quran dengan lafal ‘ith’am‘ (memberi makan) maka kita wajib menunaikannya dalam bentuk bahan makanan. Tentang orang yang tidak mampu puasa, Allah berfirman,

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
‘Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.‘ (Q.s. Al-Baqarah:184)

Tentang kafarah sumpah, Allah berfirman,

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَساكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ
‘… Maka kafarah (akibat melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau ….‘ (Q.s. Al-Maidah: 89)

… Semua dalil yang disebutkan dalam Alquran dan Sunah diungkapkan dengan lafal ‘makanan’ atau ‘memberi makan’, sehingga dia tidak boleh diganti dengan uang.

Orang Miskin juga wajib berzakat, kalau memenuhi:
  1. Orang yang berkewajiban membayar zakat fitrah adalah mereka yang memiliki harta satu nishab, sebagaimana zakat mal. Ini adalah pendapat ulama Kufah.
  2. Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah mereka yang memiliki kelebihan makanan di luar kebutuhannya ketika hari raya, sekalipun dia tidak memiliki kelebihan harta lainnya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya Az-Zuhri, As-Sya’bi, Ibnu Sirrin, Ibnul Mubarok, Imam As-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya. (Ma’alim As-Sunan karya Al-Khithabi, 2/49).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, kepada setiap budak atau orang merdeka, laki-laki atau wanita, anak maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin. (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah kepada seluruh kaum muslimin, tanpa pandang status. Baik kaya maupun miskin, lelaki maupun wanita. dan mereka yang sama sekali tidak memiliki harta, zakat fitrahnya ditanggung oleh orang yang menanggung nafkahnya.

Sebagai contoh untuk memperjelas keterangan di atas, misalnya si A memiliki 1 istri dan 5 anak. Malam hari raya, si A hanya memiliki beras ‘raskin’ 10 kg dan uang Rp 20 ribu. Apakah si A wajib membayar zakat fitrah?

Analisis:

Berdasarkan data sebelumnya, kebutuhan si A dan keluarga dalam sehari menghabiskan 3 Kg beras + lauk pauk senilai 15 ribu. Itu artinya, si A pada saat hari raya memiliki sisa beras 7 kg, dan uang Rp. 5 ribu.

Berdasarkan pendapat mayoritas ulama dan keterangan As-Syafii, si A tetap wajib zakat. Karena si A memiliki sisa makanan yang cukup untuk dirinya dan keluarganya pada saat hari raya.

Beras 7 kg sisa di tangan si A, harus dibayarkan untuk zakat fitrah untuk dirinya dan keluarganya.

Allahu a’lam

Diambil dari berbagai sumber yang shahih. Insya Allah.



Para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah dalam puasa dikenai pada orang yang tidak mampu menunaikan qodho’ puasa. Hal ini berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh. Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).[1]

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin”.[2]

Jenis dan Kadar Fidyah
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa. Ini juga yang dipilih oleh Thowus, Sa’id bin Jubair, Ats Tsauri dan Al Auza’i. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau 1 sho’ sya’ir (gandum) atau ½ sho’ hinthoh (biji gandum). Ini dikeluarkan masing-masing untuk satu hari puasa yang ditinggalkan dan nantinya diberi makan untuk orang miskin.[3]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”.[4]
Beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Ibnu Baz[5], Syaikh Sholih Al Fauzan[6] dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia)[7] mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing (baik dengan kurma, beras dan lainnya). Mereka mendasari ukuran ini berdasarkan pada fatwa beberapa sahabat di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ kira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.
Yang lebih tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan.[8]

Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman,
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.”
Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang sebagaimana yang penanya sebutkan. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut. Kadarnya adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang kami sebut. Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.” Dalam ayat ini sangat jelas memerintah dengan makanan.”[9]

Cara Pembayaran Fidyah
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)[10].
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.[11]

Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.[12] Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”[13]

Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua[14].
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.[15]
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.




Dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin diuraikan, “Perlu kita pahami satu kaidah penting, bahwa ketika Allah menyebut dalam Al-Quran dengan lafal ‘ith’am‘ (memberi makan) maka kita wajib menunaikannya dalam bentuk bahan makanan. Tentang orang yang tidak mampu puasa, Allah berfirman,

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
‘Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.‘ (Q.s. Al-Baqarah:184)

Tentang kafarah sumpah, Allah berfirman,

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَساكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ
‘… Maka kafarah (akibat melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau ….‘ (Q.s. Al-Maidah: 89)

… Semua dalil yang disebutkan dalam Alquran dan Sunah diungkapkan dengan lafal ‘makanan’ atau ‘memberi makan’, sehingga dia tidak boleh diganti dengan uang.

Orang Miskin juga wajib berzakat, kalau memenuhi:
  1. Orang yang berkewajiban membayar zakat fitrah adalah mereka yang memiliki harta satu nishab, sebagaimana zakat mal. Ini adalah pendapat ulama Kufah.
  2. Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah mereka yang memiliki kelebihan makanan di luar kebutuhannya ketika hari raya, sekalipun dia tidak memiliki kelebihan harta lainnya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya Az-Zuhri, As-Sya’bi, Ibnu Sirrin, Ibnul Mubarok, Imam As-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya. (Ma’alim As-Sunan karya Al-Khithabi, 2/49).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, kepada setiap budak atau orang merdeka, laki-laki atau wanita, anak maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin. (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah kepada seluruh kaum muslimin, tanpa pandang status. Baik kaya maupun miskin, lelaki maupun wanita. dan mereka yang sama sekali tidak memiliki harta, zakat fitrahnya ditanggung oleh orang yang menanggung nafkahnya.

Sebagai contoh untuk memperjelas keterangan di atas, misalnya si A memiliki 1 istri dan 5 anak. Malam hari raya, si A hanya memiliki beras ‘raskin’ 10 kg dan uang Rp 20 ribu. Apakah si A wajib membayar zakat fitrah?

Analisis:

Berdasarkan data sebelumnya, kebutuhan si A dan keluarga dalam sehari menghabiskan 3 Kg beras + lauk pauk senilai 15 ribu. Itu artinya, si A pada saat hari raya memiliki sisa beras 7 kg, dan uang Rp. 5 ribu.

Berdasarkan pendapat mayoritas ulama dan keterangan As-Syafii, si A tetap wajib zakat. Karena si A memiliki sisa makanan yang cukup untuk dirinya dan keluarganya pada saat hari raya.

Beras 7 kg sisa di tangan si A, harus dibayarkan untuk zakat fitrah untuk dirinya dan keluarganya.

Allahu a’lam

Diambil dari berbagai sumber yang shahih. Insya Allah.

Wanita ber i'tikaf



Makna I’tikaf 
Menurut bahasa i’tikaf memiliki arti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan ataupun keburukan. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman, 
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ 
artinya, 
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang beri’tikaf (menyembah) berhala mereka.” (QS. al-A'raf :138) 

Sedangkan menurut syara' i’tikaf berarti menetapnya seorang muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta'ala. 

Wanita Boleh Beri’tikaf
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf.  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”[14]
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”[15]

Namun wanita boleh beri’tikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat:
  1.  Meminta izin suami dan 
  2. Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.


Manfaat i’tikaf di antaranya
  1. Untuk merenungi masa lalu dan memikirkan hal-hal yang akan dilakukan di hari esok.
  2. Mendatangkan ketenangan, ketentraman dan cahaya yang menerangi hati yang penuh dosa. 
  3. Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah subhanahu wata’ala. Amalan-amalan kita akan diangkat dengan rahmat dan kasih sayang-Nya 
  4. Orang yang beri’tikaf pada sepuluh hari terkahir akhir bulan Ramadhan akan terbebas dari dosa-dosa karena pada hari-hari itu salah satunya bertepatan dengan lailatul qadar.


Jujur, saya merindukan I'tikaf di masjid besar di Masjidil Haram. 
Kapan ya, semoga bisa aamiin.


Makna I’tikaf 
Menurut bahasa i’tikaf memiliki arti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan ataupun keburukan. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman, 
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ 
artinya, 
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang beri’tikaf (menyembah) berhala mereka.” (QS. al-A'raf :138) 

Sedangkan menurut syara' i’tikaf berarti menetapnya seorang muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta'ala. 

Wanita Boleh Beri’tikaf
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf.  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”[14]
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”[15]

Namun wanita boleh beri’tikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat:
  1.  Meminta izin suami dan 
  2. Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.


Manfaat i’tikaf di antaranya
  1. Untuk merenungi masa lalu dan memikirkan hal-hal yang akan dilakukan di hari esok.
  2. Mendatangkan ketenangan, ketentraman dan cahaya yang menerangi hati yang penuh dosa. 
  3. Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah subhanahu wata’ala. Amalan-amalan kita akan diangkat dengan rahmat dan kasih sayang-Nya 
  4. Orang yang beri’tikaf pada sepuluh hari terkahir akhir bulan Ramadhan akan terbebas dari dosa-dosa karena pada hari-hari itu salah satunya bertepatan dengan lailatul qadar.


Jujur, saya merindukan I'tikaf di masjid besar di Masjidil Haram. 
Kapan ya, semoga bisa aamiin.

Sudah Biasa


Bicara wanita berhijab cantik itu sudah biasa.
Tapi, Didampingi dengan make-up tebal sambil berlenggak lenggok di depan umum sudah tanpa batas, terkesan sudah biasa. 
Di depan kamera menjadi rutinitas untuk menggambarkan betapa cantiknya dengan berhijab. Mulai dari menghias cara mengikat satu sisi dan menyampirkan ke satu sisi yang lain. 
Kamera lengkap untuk berselfie ria di depan umum bahkan bukan muhrim pun menjadi serba wajar, terbiasa.
Alhasil tertawa sampai ngakak sambil makanpun sudah biasa.
Aku juga merasa sudah biasa melihat ini semua. 
Sambil menggeleng kepala aku berkata, inikah Muslimah dadakan dengan segudang fashion?
Yang luar biasa itu menurutku muslimah sederhana yang menjaga rasa malunya. Dan sudah sejatinya.
Seperti aku yang Cuma bisa meringis saat dihina, “pakaian hijab serba kuno, tak modern
Oo… 
Ya, aku sudah biasa dihina seperti ini dan itu.
Karena semua sudah terbiasa….


Renunangan :
Bicara kuno, apanya yang kuno dari sebuah kerudung? gamis? dari dulu perlengkapan pakaian takwa seorang wanita adalah menutup ini dan ini disertai pakaian tak ketat.
Saya memang kuno, karena saja mencintai Rosul serta para sahabat dan siteri-isteri beliau.
Lalu saya harus menjadi modern? mengikuti jejak yang lain? mengagumi sosok wanita yang sering berada di depan kamera berlenggak-lenggok? atau jatuh cinta pada generasi muda saat ini, serba lelaki korea?

Islam itu indah, tak pernah menyulitkan. Kita dituntut berpikir jernih dan menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain terutama Islam. Bukan hawa nafsu yang menggebu-gebu terlalu percaya diri dengan keelokan tubuh ditunjang dengan daya kemampuan modal uang.


“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat:

“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)

“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”

Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman sahabiah.

Oh Muslimah, alangkah indahnya jika menutup aurat.

yuk baca artikel tentang aurat wanita, di daftar isiku.



Bicara wanita berhijab cantik itu sudah biasa.
Tapi, Didampingi dengan make-up tebal sambil berlenggak lenggok di depan umum sudah tanpa batas, terkesan sudah biasa. 
Di depan kamera menjadi rutinitas untuk menggambarkan betapa cantiknya dengan berhijab. Mulai dari menghias cara mengikat satu sisi dan menyampirkan ke satu sisi yang lain. 
Kamera lengkap untuk berselfie ria di depan umum bahkan bukan muhrim pun menjadi serba wajar, terbiasa.
Alhasil tertawa sampai ngakak sambil makanpun sudah biasa.
Aku juga merasa sudah biasa melihat ini semua. 
Sambil menggeleng kepala aku berkata, inikah Muslimah dadakan dengan segudang fashion?
Yang luar biasa itu menurutku muslimah sederhana yang menjaga rasa malunya. Dan sudah sejatinya.
Seperti aku yang Cuma bisa meringis saat dihina, “pakaian hijab serba kuno, tak modern
Oo… 
Ya, aku sudah biasa dihina seperti ini dan itu.
Karena semua sudah terbiasa….


Renunangan :
Bicara kuno, apanya yang kuno dari sebuah kerudung? gamis? dari dulu perlengkapan pakaian takwa seorang wanita adalah menutup ini dan ini disertai pakaian tak ketat.
Saya memang kuno, karena saja mencintai Rosul serta para sahabat dan siteri-isteri beliau.
Lalu saya harus menjadi modern? mengikuti jejak yang lain? mengagumi sosok wanita yang sering berada di depan kamera berlenggak-lenggok? atau jatuh cinta pada generasi muda saat ini, serba lelaki korea?

Islam itu indah, tak pernah menyulitkan. Kita dituntut berpikir jernih dan menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain terutama Islam. Bukan hawa nafsu yang menggebu-gebu terlalu percaya diri dengan keelokan tubuh ditunjang dengan daya kemampuan modal uang.


“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat:

“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)

“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”

Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman sahabiah.

Oh Muslimah, alangkah indahnya jika menutup aurat.

yuk baca artikel tentang aurat wanita, di daftar isiku.


Membaca Al-qur'an

Keutamaan Membaca Al Qur’an


Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
 “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan membaca Al Quran?
1. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
2. Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
3. Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.
4. Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.

Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
 “Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).

Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
 “Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

Salah satu ibadah paling agung adalah membaca Al Quran
 “Berkata Wuhaib rahimahullah: “Kami telah memperhatikan di dalam hadits-hadits dan nasehat ini, maka kami tidak mendapati ada sesuatu yang paling melembutkan hati dan mendatangkan kesedihan dibandingkan bacaan Al Quran, memahami dan mentadabburinya”.

Diringkas oleh Annur melalui website resmi Muslim.or.id

Keutamaan Membaca Al Qur’an


Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
 “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan membaca Al Quran?
1. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
2. Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
3. Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.
4. Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.

Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
 “Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).

Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
 “Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

Salah satu ibadah paling agung adalah membaca Al Quran
 “Berkata Wuhaib rahimahullah: “Kami telah memperhatikan di dalam hadits-hadits dan nasehat ini, maka kami tidak mendapati ada sesuatu yang paling melembutkan hati dan mendatangkan kesedihan dibandingkan bacaan Al Quran, memahami dan mentadabburinya”.

Diringkas oleh Annur melalui website resmi Muslim.or.id

Menjadikan Hafidz





Akhir-akhir ini tayangan selama bulan ramadhan tentang Hafidz dan hafidzah luar biasa membumi. Yang pasti saya juga penasaran gak mau ketinggalan lihat aksi keluguan mereka yang pandai menghafal Al-qur'an. Yang paling luar biasa adalah Musa di RCTI. Dan ternyata meskipun hafal 29 juz, orang tuanya itu bukanlah penghafal qur'an. Melainkan bisa membaca Al-qur'an dan memiliki cita-cita yang kuat untuk menjadikan anaknya sebagai Hafidz. Nah, kesel bin aneh kalau ada orang langsung cari target istrinya atau suaminya kelak harus hafidz..
Saya sempat kaget sih, waktu ada ikhwan tanya seperti itu. Padahal dia bilang pengen nikah untuk menghindari maksiat, untuk menikahnya saja sudah diplanning tahun ini. Gimana mau dapat kalau lihatnya satu sisi. Huhuhu.... ups...

Gegara tayangan ini, saya juga lagi mulai hafalan lagi. Gak ada istilah terlambat, meski nanti gak bisa khatam qur'an tepat waktu, seenggaknya saya bisa dapat hafal 3 surat. Bismillah! nekat mbak bro... Hamasah.
Gak ada yang gak mungkin, semua harus ada targetnya. Sebulan ini gak ada kegiatan yang meletihkan kok. 

Mumpung masih sendiri juga, harus hafal juz ammalah minimal untuk bisa mengawali hari yang lebih indah. Semangat!!!

Ohya dalam menghafal qur'an katanya Oranng tua tuh harus Kompak :
1. Isteri yang shalihah/ Lelaki yang shalih, nah kan bisa tuh menjadikan keluarga rabbani.
2. Fasilitas untuk anaknya, kaset dll
3. Kelembutan kepada anak
4. Ketegasan yang harus berjalan
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Kalaupun gak mampu, kita bertanggung jawab untuk memnuhi kebutuhan murojaahnya yakni melalui pendidikan khusus, yakni Pesantren.
Ana pernah lihat di TVRI ada uztadah pengajar pesantren, putra-putrinya bahkan cucunya hafidz. Dan ada anak yang pintar menghafal qur'an dengan terjemahannya meski dibolak-balik (acak) ayatnya, tetap hafal.
Ma Sya Allah.

Bangunnya jam berapa Musa? 
dijawab : Bangunnya jam 3 malam, murojaah jam segitu sampai jam 4 pagi. Ma Syaa Allah. Abinya murojaah sendiri juga.

Musa, aku gemes banget sama kamu. Semoga kelak putra-putriku terlahir bisa mencotoh teknih hafalan qur'an seperti kamu yah dek.

Bahkan hobinya itu dengerin kajian, beda sama anak jaman sekarang bintang idolanya malah tokoh-tokoh gak jelas. hehehe...
Pra wanita shalihahnya juga dong, jangan hobi nonton korea pop / drama korea diandalin. Padahal udah pakai hijab syar'i masih aja bahasa korea. Hello... hehee.... membawa angan-anganmu tak jelas lho.

Saya jadi sadar, dulu bapakku bisa nulis arab tanpa ngelirik. Ilmunya gak nular nih ke aku, soalnya bapak udah almarhum duluan pas aku masih SD kelas 3. Bahkan suka bangun pagi jam 2 malam sampai subuh sekedar menambah ilmu, membaca buku islam dan lainnya.
#Ngiri dot com. 

Ayolah semangat dari sekarang, gak peduli ada nyamuk gigit pipi manisku. Hem...









Akhir-akhir ini tayangan selama bulan ramadhan tentang Hafidz dan hafidzah luar biasa membumi. Yang pasti saya juga penasaran gak mau ketinggalan lihat aksi keluguan mereka yang pandai menghafal Al-qur'an. Yang paling luar biasa adalah Musa di RCTI. Dan ternyata meskipun hafal 29 juz, orang tuanya itu bukanlah penghafal qur'an. Melainkan bisa membaca Al-qur'an dan memiliki cita-cita yang kuat untuk menjadikan anaknya sebagai Hafidz. Nah, kesel bin aneh kalau ada orang langsung cari target istrinya atau suaminya kelak harus hafidz..
Saya sempat kaget sih, waktu ada ikhwan tanya seperti itu. Padahal dia bilang pengen nikah untuk menghindari maksiat, untuk menikahnya saja sudah diplanning tahun ini. Gimana mau dapat kalau lihatnya satu sisi. Huhuhu.... ups...

Gegara tayangan ini, saya juga lagi mulai hafalan lagi. Gak ada istilah terlambat, meski nanti gak bisa khatam qur'an tepat waktu, seenggaknya saya bisa dapat hafal 3 surat. Bismillah! nekat mbak bro... Hamasah.
Gak ada yang gak mungkin, semua harus ada targetnya. Sebulan ini gak ada kegiatan yang meletihkan kok. 

Mumpung masih sendiri juga, harus hafal juz ammalah minimal untuk bisa mengawali hari yang lebih indah. Semangat!!!

Ohya dalam menghafal qur'an katanya Oranng tua tuh harus Kompak :
1. Isteri yang shalihah/ Lelaki yang shalih, nah kan bisa tuh menjadikan keluarga rabbani.
2. Fasilitas untuk anaknya, kaset dll
3. Kelembutan kepada anak
4. Ketegasan yang harus berjalan
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Kalaupun gak mampu, kita bertanggung jawab untuk memnuhi kebutuhan murojaahnya yakni melalui pendidikan khusus, yakni Pesantren.
Ana pernah lihat di TVRI ada uztadah pengajar pesantren, putra-putrinya bahkan cucunya hafidz. Dan ada anak yang pintar menghafal qur'an dengan terjemahannya meski dibolak-balik (acak) ayatnya, tetap hafal.
Ma Sya Allah.

Bangunnya jam berapa Musa? 
dijawab : Bangunnya jam 3 malam, murojaah jam segitu sampai jam 4 pagi. Ma Syaa Allah. Abinya murojaah sendiri juga.

Musa, aku gemes banget sama kamu. Semoga kelak putra-putriku terlahir bisa mencotoh teknih hafalan qur'an seperti kamu yah dek.

Bahkan hobinya itu dengerin kajian, beda sama anak jaman sekarang bintang idolanya malah tokoh-tokoh gak jelas. hehehe...
Pra wanita shalihahnya juga dong, jangan hobi nonton korea pop / drama korea diandalin. Padahal udah pakai hijab syar'i masih aja bahasa korea. Hello... hehee.... membawa angan-anganmu tak jelas lho.

Saya jadi sadar, dulu bapakku bisa nulis arab tanpa ngelirik. Ilmunya gak nular nih ke aku, soalnya bapak udah almarhum duluan pas aku masih SD kelas 3. Bahkan suka bangun pagi jam 2 malam sampai subuh sekedar menambah ilmu, membaca buku islam dan lainnya.
#Ngiri dot com. 

Ayolah semangat dari sekarang, gak peduli ada nyamuk gigit pipi manisku. Hem...





 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template