”Wanita Pemegang Bara Api”

”Wanita Pemegang Bara Api” 
Oleh : Ustadz Abu Zubair Al-Hawaary,Lc

Di zaman sekarang ini, banyak wanita, kaum Muslimah, yang kehilangan suri tauladan. Betapa banyak diantara kita yang menjadikan orang-orang fasik sebagai contoh dalam kehidupan, atau paling tidak yang paling sering kita baca dan dengar kisahnya, menyebut mereka sebagai bintang. Padahal dari kisah-kisah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, ada banyak tokoh wanita yang patut dijadikan suri tauladan. Merekalah bintang yang sesungguhnya.

MASYITHA wanita tukang sisir puteri Raja Fir’aun dan ASIYAH isteri Raja Fir’aun.  

Saat sedang menyisiri rambut putrinya Raja Fir’aun, sisirnya terjatuh. Saat MASYITA mulai mengambil sisir itu ia mengucapkan kalimat basmalah “Bismillah”
Tatkala Masyitoh mengucapkan bismillah, maka puteri Fir’aun terkejut lalu ia bertanya, “Apa yang kau maksud Allah itu ayahku?” rupanya ia hanya tahu bahwa Ttuhan itu adalah Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan. Maka Masyitoh menjawab, ” Tidak! tetapi Allah adalah rabbku (Tuhanku) rabb kamu dan rabb ayah kamu,” Puteri Fir’aun terheran karena ada tuhan selain ayahnya. Lalu ia mengancam Masyitoh, “Aku akan sampaikan hal ini kepada ayahku.” Maka Masyitoh tanpa gentar berkata, “Silahkan.”

Saat Masyitoh menghadap Fir’aun, pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah : “Apa betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?” “Betul, Baginda Raja yang lalim. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai segala alam dan isinya.”jawab Masyitoh dengan berani.

Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun menjadi teramat marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitoh. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan dipersilahkan untuk memilih : jika ingin selamat bersama anak-anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama anak-anaknya.

Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh kemudian membawa anak-anaknya menuju ke atas kuali tersebut.
Anak yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya telah di lempar ke dalam kuali, dengan tegar Masyitoh menyaksikan semua itu, hingga tibalah giliran anaknya yang masih bayi akan dilempar, menghadapi hal ini Masyitoh sempat ragu. Namun karena kehendak Allah, maka anak yang masih kecil itu dapat berkata, “Wahai ibu bersabarlah engkau berada di atas kebenaran, sesungguhnya itu adalah sakit yang sedikit dan sebentar. Sesungguhnya azab akhirat lebih keras dan dahsyat.” Maka demi mempertahankan keimanannya kepada Allah masuklah Masyitoh dan anaknya ke dalam kuali yang mendidih.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah salallahu alaihi wa salam berkata, “Tatkala saya diangkat naik ke langit lalu saya melewati bau yg semerbak, kemudian saya bertanya: ” Bau apa ini yang wangi?” Maka jibril menjwab “Ini adalah wanita tukang sisir di istana Fir’aun dan anak-anaknya”

Kemudian dengan congkaknya Fir’aun memberitahukan kepada isterinya Asiah, wanita yang salihah, apa yang telah diperbuatnya kepada Masyitoh dan anak-anaknya. Mendengar hal itu lalu Asiyah berteriak dan berkata kepadanya, “Celaka engkau Fir’aun alangkah lancangnya engkau kepada Allah,” Lalu Asiah bersyahadat menyatakan keimananya kepada Allah di hadapan Fir’aun, kemudian Fir’aun memanggil bala tentaranya dan memerintahkan agar isterinya disiksa Lalu Asiah disiksa dan dicambuk.

Ketika siksaan semakin pedih, darah mengalir deras, Asiah menatap ke langit dan berkata sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam ayat Al-Qur’an: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Q.S. At-Tahrim [66] : 11)

Lalu naiklah doanya membumbung tinggi dan menembus pintu-pintu langit didengar oleh Allah tabaroka wa ta’ala. Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya “Lalu Allah singkapkan langit dan Allah memperlihatkan rumahnya di surga,” Hingga ketika siksa semakin keras dan azab semakin pedih maka Asiyah malah tersenyum sehingga Fir’aun menjadi semakin marah.Mengapa ia tersenyum? Karena ia melihat rumahnya di surga, setelah itu berhembuslah nafas Asiah yg terakhir.
Demikian kisah Asiah dan Masyitoh. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan mengikuti jejak keduanya, meninggal dalam keadaan teguh menggenggam “Tauhid.”

\Cerita ini didengar begitu mengilu hati saya. Wanita seperti mereka adalah wanita-wanita yang tak pernah menggadaikan agamanya untuk dunia.

Tapi wanita sekarang? Lebih mementingkan dunianya daripada agama. Lihat saja tayangan televisi sekarang. Banyak para muslimah dadakan tak dibekali ilmu syar’i. ilmu yang pasti senantiasa harusnya mendarah daging, yang lidah dan lisannya selalu basah karena lantunan dzikir kepadaNYA. Ketika menjatuhkan sesuatu atau terjatuh, bahkan menyenggol orang atau tak sengaja tersenggol dengan ungkapan kaget yang dahsyat disertai kalimat suci. 

Bukan malah marah-marah, latah tak jelas berurai membuat hati malah menjadi runyam. Terkadang malah kesal memaki-maki orang lain. Apalagi jaman sudah Lebay sekarang ini. OH MY GOD. Itu malah sering terjadi dan keluar dari bibir manusia sekarang.

Menjadi wanita muslimah yang senantiasa mengingat Allah, bukan hanya fisik saja islami. Tapi hati juga islami, meneladani, mengikuti seruan Allah SWT.
Apalagi kita miris melihat para BMI Hongkong di sana menjadi pusat misionaris yang mengincar para pekerja Indonesia di Hongkong untuk murka kepada Allah. Astaghfirullah.

Allaahu Akbar.  Mari, senantiasa menguatkan keimanan kita di bulan ramadhan yang penuh ampunan ini dan bulan selanjutnya. Aaamiiin.

”Wanita Pemegang Bara Api” 
Oleh : Ustadz Abu Zubair Al-Hawaary,Lc

Di zaman sekarang ini, banyak wanita, kaum Muslimah, yang kehilangan suri tauladan. Betapa banyak diantara kita yang menjadikan orang-orang fasik sebagai contoh dalam kehidupan, atau paling tidak yang paling sering kita baca dan dengar kisahnya, menyebut mereka sebagai bintang. Padahal dari kisah-kisah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, ada banyak tokoh wanita yang patut dijadikan suri tauladan. Merekalah bintang yang sesungguhnya.

MASYITHA wanita tukang sisir puteri Raja Fir’aun dan ASIYAH isteri Raja Fir’aun.  

Saat sedang menyisiri rambut putrinya Raja Fir’aun, sisirnya terjatuh. Saat MASYITA mulai mengambil sisir itu ia mengucapkan kalimat basmalah “Bismillah”
Tatkala Masyitoh mengucapkan bismillah, maka puteri Fir’aun terkejut lalu ia bertanya, “Apa yang kau maksud Allah itu ayahku?” rupanya ia hanya tahu bahwa Ttuhan itu adalah Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan. Maka Masyitoh menjawab, ” Tidak! tetapi Allah adalah rabbku (Tuhanku) rabb kamu dan rabb ayah kamu,” Puteri Fir’aun terheran karena ada tuhan selain ayahnya. Lalu ia mengancam Masyitoh, “Aku akan sampaikan hal ini kepada ayahku.” Maka Masyitoh tanpa gentar berkata, “Silahkan.”

Saat Masyitoh menghadap Fir’aun, pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah : “Apa betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?” “Betul, Baginda Raja yang lalim. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai segala alam dan isinya.”jawab Masyitoh dengan berani.

Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun menjadi teramat marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitoh. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan dipersilahkan untuk memilih : jika ingin selamat bersama anak-anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama anak-anaknya.

Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh kemudian membawa anak-anaknya menuju ke atas kuali tersebut.
Anak yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya telah di lempar ke dalam kuali, dengan tegar Masyitoh menyaksikan semua itu, hingga tibalah giliran anaknya yang masih bayi akan dilempar, menghadapi hal ini Masyitoh sempat ragu. Namun karena kehendak Allah, maka anak yang masih kecil itu dapat berkata, “Wahai ibu bersabarlah engkau berada di atas kebenaran, sesungguhnya itu adalah sakit yang sedikit dan sebentar. Sesungguhnya azab akhirat lebih keras dan dahsyat.” Maka demi mempertahankan keimanannya kepada Allah masuklah Masyitoh dan anaknya ke dalam kuali yang mendidih.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah salallahu alaihi wa salam berkata, “Tatkala saya diangkat naik ke langit lalu saya melewati bau yg semerbak, kemudian saya bertanya: ” Bau apa ini yang wangi?” Maka jibril menjwab “Ini adalah wanita tukang sisir di istana Fir’aun dan anak-anaknya”

Kemudian dengan congkaknya Fir’aun memberitahukan kepada isterinya Asiah, wanita yang salihah, apa yang telah diperbuatnya kepada Masyitoh dan anak-anaknya. Mendengar hal itu lalu Asiyah berteriak dan berkata kepadanya, “Celaka engkau Fir’aun alangkah lancangnya engkau kepada Allah,” Lalu Asiah bersyahadat menyatakan keimananya kepada Allah di hadapan Fir’aun, kemudian Fir’aun memanggil bala tentaranya dan memerintahkan agar isterinya disiksa Lalu Asiah disiksa dan dicambuk.

Ketika siksaan semakin pedih, darah mengalir deras, Asiah menatap ke langit dan berkata sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam ayat Al-Qur’an: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Q.S. At-Tahrim [66] : 11)

Lalu naiklah doanya membumbung tinggi dan menembus pintu-pintu langit didengar oleh Allah tabaroka wa ta’ala. Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya “Lalu Allah singkapkan langit dan Allah memperlihatkan rumahnya di surga,” Hingga ketika siksa semakin keras dan azab semakin pedih maka Asiyah malah tersenyum sehingga Fir’aun menjadi semakin marah.Mengapa ia tersenyum? Karena ia melihat rumahnya di surga, setelah itu berhembuslah nafas Asiah yg terakhir.
Demikian kisah Asiah dan Masyitoh. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan mengikuti jejak keduanya, meninggal dalam keadaan teguh menggenggam “Tauhid.”

\Cerita ini didengar begitu mengilu hati saya. Wanita seperti mereka adalah wanita-wanita yang tak pernah menggadaikan agamanya untuk dunia.

Tapi wanita sekarang? Lebih mementingkan dunianya daripada agama. Lihat saja tayangan televisi sekarang. Banyak para muslimah dadakan tak dibekali ilmu syar’i. ilmu yang pasti senantiasa harusnya mendarah daging, yang lidah dan lisannya selalu basah karena lantunan dzikir kepadaNYA. Ketika menjatuhkan sesuatu atau terjatuh, bahkan menyenggol orang atau tak sengaja tersenggol dengan ungkapan kaget yang dahsyat disertai kalimat suci. 

Bukan malah marah-marah, latah tak jelas berurai membuat hati malah menjadi runyam. Terkadang malah kesal memaki-maki orang lain. Apalagi jaman sudah Lebay sekarang ini. OH MY GOD. Itu malah sering terjadi dan keluar dari bibir manusia sekarang.

Menjadi wanita muslimah yang senantiasa mengingat Allah, bukan hanya fisik saja islami. Tapi hati juga islami, meneladani, mengikuti seruan Allah SWT.
Apalagi kita miris melihat para BMI Hongkong di sana menjadi pusat misionaris yang mengincar para pekerja Indonesia di Hongkong untuk murka kepada Allah. Astaghfirullah.

Allaahu Akbar.  Mari, senantiasa menguatkan keimanan kita di bulan ramadhan yang penuh ampunan ini dan bulan selanjutnya. Aaamiiin.

Mengharap Sepihak


Cukup mengagumi dirimu, saat kutahu pendidikan yang membuatmu menjadi setegar ini. Dan kesempatan ini takkan pernah kusiakan untuk berdoa’a dalam waktu malam panjangku.
Kesepian yang kesekian, aku merasa itu hanya dugaanku. Menggugurkan daun yang basah lalu memunguti yang kering. Begitukah?
Mungkin takkan pernah menjadi kenyataan, mimpiku? Atau sebuah sebatas semu yang menggerogoti pikiran burukku.
Ya, sekali lagi kurendahkan diri! Aku bukan siapa-siapa. Lantas sudahkah merasa berkaca pada cermin ajaib? 

Lho...lho?
Eh, cerita dulu ya kawan.

Bingkisan kisah hati menyelami hidup. Entah dari mana seorang ikhwan ini berasal. Aku sendiri sempat meragu menerima sebuah tawaran emas. Menginjakkan kaki di negeri asing, lalu mendampinginya dalam suka maupun duka. Ternyata mimpi belaka.
Seorang akhwat biasanya selalu menginginkan kriteria ikhwan yang hafidz. Tapi sebaliknya, ku kenal lelaki ini berhasrat memiliki isteri seorang hafidzah. 
Oh no, untuk apa susah payah mencari jodoh jika begitu?
Bukankah banyak di pesantren? Kenapa harus minta bantuan pada akhwat lain yang paham ilmu agama tapi masih dalam kadar belajar menjadi hafidz?
Bukankah rasa malumu akan terasa terhijabi jika memiliki seorang isteri shalihah?
Shalihah bukan berarti harus hafidz. Banyak kisah silih berganti karena pendidikan orang tua yang menerapkan system keluarga Qur’ani bisa dan biasa menjadi keluarga hafidz sungguhan setelah mereka  terangkul bersama.
Apakah antum tidak ingin menengok ke belakang? Ke belakang di shaf sholatmu? Wajahnya yang meneduhkan, sikap yang baik senantiasa mendoakanmu? Mengamini surat pembuka, menggelar sajadah bersama, lalu mencari cahaya dalam do’a yang teduh.
Serta malaikat mencatat kebaikan dan keberkahan kalian yang dikumpulkan secara halal.
Pergilah perasaan mencari jati diri yang sempurna. Jika patokannya hafidz, bisakah dianggap shalihah?
Semoga Allah mempersatukanmu yang benar-benar sesuai permintaan hati. Bukan untuk kesenangan dunia atau riya. Tapi menentramkan jiwamu menuju jalan lurus.. aamiin.

Ssst, pelajaran berharga untuk diriku dan semoga untuk semuanya. Sulit untuk memilih hingga tak dipilih dan terpilih. Muhasabah ya!!

Rasulullah telah bersabda : ”Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya, karena agamanya. Maka pilihlah alasan menikahinya karena agamanya. Kalau tidak maka rugilah engkau”


Cukup mengagumi dirimu, saat kutahu pendidikan yang membuatmu menjadi setegar ini. Dan kesempatan ini takkan pernah kusiakan untuk berdoa’a dalam waktu malam panjangku.
Kesepian yang kesekian, aku merasa itu hanya dugaanku. Menggugurkan daun yang basah lalu memunguti yang kering. Begitukah?
Mungkin takkan pernah menjadi kenyataan, mimpiku? Atau sebuah sebatas semu yang menggerogoti pikiran burukku.
Ya, sekali lagi kurendahkan diri! Aku bukan siapa-siapa. Lantas sudahkah merasa berkaca pada cermin ajaib? 

Lho...lho?
Eh, cerita dulu ya kawan.

Bingkisan kisah hati menyelami hidup. Entah dari mana seorang ikhwan ini berasal. Aku sendiri sempat meragu menerima sebuah tawaran emas. Menginjakkan kaki di negeri asing, lalu mendampinginya dalam suka maupun duka. Ternyata mimpi belaka.
Seorang akhwat biasanya selalu menginginkan kriteria ikhwan yang hafidz. Tapi sebaliknya, ku kenal lelaki ini berhasrat memiliki isteri seorang hafidzah. 
Oh no, untuk apa susah payah mencari jodoh jika begitu?
Bukankah banyak di pesantren? Kenapa harus minta bantuan pada akhwat lain yang paham ilmu agama tapi masih dalam kadar belajar menjadi hafidz?
Bukankah rasa malumu akan terasa terhijabi jika memiliki seorang isteri shalihah?
Shalihah bukan berarti harus hafidz. Banyak kisah silih berganti karena pendidikan orang tua yang menerapkan system keluarga Qur’ani bisa dan biasa menjadi keluarga hafidz sungguhan setelah mereka  terangkul bersama.
Apakah antum tidak ingin menengok ke belakang? Ke belakang di shaf sholatmu? Wajahnya yang meneduhkan, sikap yang baik senantiasa mendoakanmu? Mengamini surat pembuka, menggelar sajadah bersama, lalu mencari cahaya dalam do’a yang teduh.
Serta malaikat mencatat kebaikan dan keberkahan kalian yang dikumpulkan secara halal.
Pergilah perasaan mencari jati diri yang sempurna. Jika patokannya hafidz, bisakah dianggap shalihah?
Semoga Allah mempersatukanmu yang benar-benar sesuai permintaan hati. Bukan untuk kesenangan dunia atau riya. Tapi menentramkan jiwamu menuju jalan lurus.. aamiin.

Ssst, pelajaran berharga untuk diriku dan semoga untuk semuanya. Sulit untuk memilih hingga tak dipilih dan terpilih. Muhasabah ya!!

Rasulullah telah bersabda : ”Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya, karena agamanya. Maka pilihlah alasan menikahinya karena agamanya. Kalau tidak maka rugilah engkau”

Waktu Sahur



Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkan waktunya hingga mendekati terbit fajar. Dan mengakhirkan waktu sahur ini merupakan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu, beliau bekata:

“Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian (setelah makan sahur) kami berdiri untuk melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) berkata: ‘Berapa perkiraan waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu berkata: ‘50 ayat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan dalam Shahih Al-Bukhari:

“Bab perkiraan berapa lama waktu antara sahur dengan shalat fajar”. Maksudnya (jarak waktu) antara selesainya sahur dengan permulaan shalat Fajar. (Fathul Bari, 4/164)

Dan hal ini sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih Al-Bukhari pada kitab Tahajjud, dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, beliau ditanya:

“Berapakah jarak waktu antara selesainya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu makan sahur dengan permulaan mengerjakan shalat (subuh)? Beliau menjawab: ‘Seperti waktu yang dibutuhkan seseorang membaca 50 ayat (dari Al Qur`an)’.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/164) menyebutkan: “(Bacaan tersebut) bacaan yang sedang-sedang saja (ayat-ayat yang dibaca), tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek, dan (membacanya) tidak cepat dan tidak pula lambat”.
Bila kita sebutkan dengan catatan waktu maka kira-kira jarak antara keduanya 10-15 menit. Wallahu a’lam.



Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkan waktunya hingga mendekati terbit fajar. Dan mengakhirkan waktu sahur ini merupakan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu, beliau bekata:

“Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian (setelah makan sahur) kami berdiri untuk melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) berkata: ‘Berapa perkiraan waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu berkata: ‘50 ayat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan dalam Shahih Al-Bukhari:

“Bab perkiraan berapa lama waktu antara sahur dengan shalat fajar”. Maksudnya (jarak waktu) antara selesainya sahur dengan permulaan shalat Fajar. (Fathul Bari, 4/164)

Dan hal ini sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih Al-Bukhari pada kitab Tahajjud, dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, beliau ditanya:

“Berapakah jarak waktu antara selesainya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu makan sahur dengan permulaan mengerjakan shalat (subuh)? Beliau menjawab: ‘Seperti waktu yang dibutuhkan seseorang membaca 50 ayat (dari Al Qur`an)’.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/164) menyebutkan: “(Bacaan tersebut) bacaan yang sedang-sedang saja (ayat-ayat yang dibaca), tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek, dan (membacanya) tidak cepat dan tidak pula lambat”.
Bila kita sebutkan dengan catatan waktu maka kira-kira jarak antara keduanya 10-15 menit. Wallahu a’lam.

Tidurnya orang berpuasa "Hadist Lemah"

Hadits “Tidurnya Orang yang Berpuasa Adalah Ibadah” Derajatnya Lemah


  
Sering kita dengar disebutkan di cermah-ceramah dan kajian-kajian bulan Ramadhan, sebuah riwayat yang berbunyi:

"نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ"

Artinya: “Tidurnya orang yang berpuasa ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan dan amalannya dilipatkan (pahalanya).”

Riwayat ini disebutkan oleh Al Baihaqy di dalam kitab Syu’abul Iman, no. 3937, Ad Dailamy, no. 6731, Al Wahidy di dalam kitab Al Wasith, 1/65/1.

Apakah hadits ini shahih dan boleh kita sandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?, apakah derajat?, bagaimanakah para perawi di dalamnya?, bagaimanakah perkataaan para ulama tentang hadits ini?

Coba kita perhatikan penjelasan di bawah ini:

Derajat hadits ini: LEMAH

Penjelasan tentang sebab lemahnya hadits:

- Karena di dalamnya ada perawi bernama: Ma’ruf Ibnu Hassan dan perawi ini dilemahkan oleh Al Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini. Lihat kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654, beliau berkata: “Telah diketahui bahwa Ma’ruf bin Hassan adalah seorang perawi yang lemah”.
Ibnu Ady mengatakan tentangnya: “Seorang yang mungkarul hadits.” Lihat kitab Lisan Al Mizan, karya Ibnu Hajar Al ‘Asqalany, no. 7829.

- Karena di dalamnya ada perawi bernama: Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i dan perawi ini lebih dilemahkan lagi daripada sebelumnya oleh Al Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini. Lihat kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654, beliau berkata: “Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i lebih lemah darinya.”
Berkata Al Hafizh Al ‘Iraqy: “Di dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i dan ia adalah seorang yang suka berdusta.” Lihat di dalam kitab Takhrij Al Ihya, no. 723.

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalany rahimahullah: “Ia Adalah seorang tukang dusta.”

Ahmad bin Hanbal menyatakan: “Ia senantiasa memalsukan hadits”.

Yahya bin Ma’in menyatakan: “Ia dikenal sebagai seorang yang memalsukan hadits.”

Al Bukhari menyatakan: “Ia seorang perawi yang matruk, Qutaibah dan Ishaq menuduhnya sebagai seorang tukang dusta.” Lihat kitab Lisan Al Mizan, no. 3633.

- Karena di dalam ada perawi bernama: Abdul Malik bin Umair, berkata Al Munawi: “Adz Dzahaby menyebutkannya di dalam kitab Adh Dhu’afa, berkata Ahmad: “Ia seorang yang mudhtharibul hadits”, berkata Ibnu Ma’in: “Mukhtalath (dalam periwayatan sering tercampur-campur)”, berkata Abu Hatim: “Bukan seorang yang penghapal hadits”. Lihat Faidh Al Qadir, no. 9293.

Para Ulama yang melemahkan hadits ini:
Al ‘Iraqy di dalam kitab Takhrij Ahadits Al Ihya’, no. 723.
Al Baihaqy di dalam kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654.
Al Munawy di dalam kitab Faidh Al Qadir, no. 9293.
As Suyuthy di dalam kitab Al Jami’ Ash Shagir, hal. 188
Bahkan Al Albany di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 4696, berkata: “Aku berkata: “Ini adalah hadits palsu.”

Oleh karenanya tidak pantas menyebarkan hadits-hadits palsu di tengah-tengah kaum muslim di bulan Ramadhan penuh berkah ini.

Karena seorang yang berpuasa bisa mendapatkan ganjaran dari puasanya hanya lapar dan dahaga saja, jika ia berdusta, dan termasuk perbuatan dusta yang terbesar adalah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنِ الْمُغِيرَةِ - رضى الله عنه - قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ » .

Artinya: “Al Mughirah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya dusta atasku tidak seperti dusta atas orang lain, barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka ambillah tempatnya dari neraka.” HR. Bukhari dan Muslim. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Ahmad Zainuddin

Sumber : dakwahsunnah.com
gambar : Google
Hadits “Tidurnya Orang yang Berpuasa Adalah Ibadah” Derajatnya Lemah


  
Sering kita dengar disebutkan di cermah-ceramah dan kajian-kajian bulan Ramadhan, sebuah riwayat yang berbunyi:

"نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ"

Artinya: “Tidurnya orang yang berpuasa ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan dan amalannya dilipatkan (pahalanya).”

Riwayat ini disebutkan oleh Al Baihaqy di dalam kitab Syu’abul Iman, no. 3937, Ad Dailamy, no. 6731, Al Wahidy di dalam kitab Al Wasith, 1/65/1.

Apakah hadits ini shahih dan boleh kita sandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?, apakah derajat?, bagaimanakah para perawi di dalamnya?, bagaimanakah perkataaan para ulama tentang hadits ini?

Coba kita perhatikan penjelasan di bawah ini:

Derajat hadits ini: LEMAH

Penjelasan tentang sebab lemahnya hadits:

- Karena di dalamnya ada perawi bernama: Ma’ruf Ibnu Hassan dan perawi ini dilemahkan oleh Al Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini. Lihat kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654, beliau berkata: “Telah diketahui bahwa Ma’ruf bin Hassan adalah seorang perawi yang lemah”.
Ibnu Ady mengatakan tentangnya: “Seorang yang mungkarul hadits.” Lihat kitab Lisan Al Mizan, karya Ibnu Hajar Al ‘Asqalany, no. 7829.

- Karena di dalamnya ada perawi bernama: Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i dan perawi ini lebih dilemahkan lagi daripada sebelumnya oleh Al Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini. Lihat kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654, beliau berkata: “Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i lebih lemah darinya.”
Berkata Al Hafizh Al ‘Iraqy: “Di dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr An Nakha’i dan ia adalah seorang yang suka berdusta.” Lihat di dalam kitab Takhrij Al Ihya, no. 723.

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalany rahimahullah: “Ia Adalah seorang tukang dusta.”

Ahmad bin Hanbal menyatakan: “Ia senantiasa memalsukan hadits”.

Yahya bin Ma’in menyatakan: “Ia dikenal sebagai seorang yang memalsukan hadits.”

Al Bukhari menyatakan: “Ia seorang perawi yang matruk, Qutaibah dan Ishaq menuduhnya sebagai seorang tukang dusta.” Lihat kitab Lisan Al Mizan, no. 3633.

- Karena di dalam ada perawi bernama: Abdul Malik bin Umair, berkata Al Munawi: “Adz Dzahaby menyebutkannya di dalam kitab Adh Dhu’afa, berkata Ahmad: “Ia seorang yang mudhtharibul hadits”, berkata Ibnu Ma’in: “Mukhtalath (dalam periwayatan sering tercampur-campur)”, berkata Abu Hatim: “Bukan seorang yang penghapal hadits”. Lihat Faidh Al Qadir, no. 9293.

Para Ulama yang melemahkan hadits ini:
Al ‘Iraqy di dalam kitab Takhrij Ahadits Al Ihya’, no. 723.
Al Baihaqy di dalam kitab Syu’ab Al Iman, no. 3654.
Al Munawy di dalam kitab Faidh Al Qadir, no. 9293.
As Suyuthy di dalam kitab Al Jami’ Ash Shagir, hal. 188
Bahkan Al Albany di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 4696, berkata: “Aku berkata: “Ini adalah hadits palsu.”

Oleh karenanya tidak pantas menyebarkan hadits-hadits palsu di tengah-tengah kaum muslim di bulan Ramadhan penuh berkah ini.

Karena seorang yang berpuasa bisa mendapatkan ganjaran dari puasanya hanya lapar dan dahaga saja, jika ia berdusta, dan termasuk perbuatan dusta yang terbesar adalah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنِ الْمُغِيرَةِ - رضى الله عنه - قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ » .

Artinya: “Al Mughirah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya dusta atasku tidak seperti dusta atas orang lain, barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka ambillah tempatnya dari neraka.” HR. Bukhari dan Muslim. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Ahmad Zainuddin

Sumber : dakwahsunnah.com
gambar : Google

Yang Berbeda



Alhamdulillah, Marhaban Ya Ramadhan
Sebentar lagi, memasuki tamu Agung nan Suci...
Bulan yang ditunggu-tunggu semua umat, bulan mulia penuh keberkahan nan cahaya.

Sedari dulu, saya selalu bahagia menanti bulan ini. Saya ini bertubuh kurus, well, saya jarang banget ngemil dan gak terlalu banyak makan berlebihan. Sekali kenyang, alhamdulillah. kalau doyan lanjut...

Tapi usai puasa ramadhan biasanya saya tambah kurusan. Jika diet termasuk program sukses.. hehee..
Tapi saya suka gemuk, karena gak usah dikatain "Cacingan" 
Lebeh banget sih!! Gemuk dikatain, kuyus juga. Hmm....

Ah, tinggalkan itu.
Aku ingin bercerita tentang berbeda dan perbedaan.
Indonesia adalah negara yang permisif, jika dilihat memang ramadhan tiba pun berbeda-beda. Ada yang lebih dulu, ada yang ketinggalan, ada yang sangat mendahului. Entahlah.

Dan selalu saja, aku ditanya tentang perbedaan. Dulu aku selalu tenang percaya pada metode pemerintahan yang menggunakan metode Hilal. Tapi, entah mengapa mendadak setelah ikut terseret jama'aah yang dulu menjadi Hisab.
Namun, sekarang kepercayaanku menjadi pada metode Hilal. Sebab, aku percaya hadist yang shahih dari Bukhari Muslim. Dan jika telaah siapakah Bukhari Muslim? Beliau adalah orang yang cerdas dan hadist yang ia hafal dan keluarkan bukan sembarangan hadist. Melainkan kebenaran yang bernilai.

“Berpuasalah karena melihatnya (hilal), berbukalah karena melihatnya (hilal), jika penglihatan kalian terhalang maka sempurnakan bulan Sya’ban jadi 30 hari” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081) 
Saya terdiam tanpa suara ketiga ada yang mengatakan Hisab itu benar, karena tidak ada bulan sya'ban 30 hari.
Saya tidak ingin beredebat Pak, silahkan kepercayaan bapak itu diwujudkan tanpa mempengaruhi kepercayaan saya. Saya tidak mungkin taqlid buta selalu. Dari awal bapak menyuruh saya sholat jum'at wajib bagi wanita. Namun saya tidak mau, saya memilih tetap melakukan sholat Dzuhur, karena memang saya hanya bisa melakukan sholat dzuhur pada waktu setelah bapak sholat Jum'at bukan?
Saya punya prinsip, karena saya juga menanyakan hal ini kepada ahlinya. Dan dibolehkan saja untuk bersholat Jum'at tapi tidak dipaksakan. Syukron Pak.

Perbedaan memang tidak ada yang baik, karena akan membuahkan pemikiran yang saling menyudutkan. Tapi, percayalah! Jika keyakinan itu sudah bersarang di hati bapak.
Sayapun demikian, mempercayai apa yang saya yakini dari beberapa ulama besar bahkan dalil-dalil yang sah. 

Hargai, hormati! Jangan menuduhkan keyakinan saya bernilai NOL.

Hilal bukan sekedar fenomena langit.



Alhamdulillah, Marhaban Ya Ramadhan
Sebentar lagi, memasuki tamu Agung nan Suci...
Bulan yang ditunggu-tunggu semua umat, bulan mulia penuh keberkahan nan cahaya.

Sedari dulu, saya selalu bahagia menanti bulan ini. Saya ini bertubuh kurus, well, saya jarang banget ngemil dan gak terlalu banyak makan berlebihan. Sekali kenyang, alhamdulillah. kalau doyan lanjut...

Tapi usai puasa ramadhan biasanya saya tambah kurusan. Jika diet termasuk program sukses.. hehee..
Tapi saya suka gemuk, karena gak usah dikatain "Cacingan" 
Lebeh banget sih!! Gemuk dikatain, kuyus juga. Hmm....

Ah, tinggalkan itu.
Aku ingin bercerita tentang berbeda dan perbedaan.
Indonesia adalah negara yang permisif, jika dilihat memang ramadhan tiba pun berbeda-beda. Ada yang lebih dulu, ada yang ketinggalan, ada yang sangat mendahului. Entahlah.

Dan selalu saja, aku ditanya tentang perbedaan. Dulu aku selalu tenang percaya pada metode pemerintahan yang menggunakan metode Hilal. Tapi, entah mengapa mendadak setelah ikut terseret jama'aah yang dulu menjadi Hisab.
Namun, sekarang kepercayaanku menjadi pada metode Hilal. Sebab, aku percaya hadist yang shahih dari Bukhari Muslim. Dan jika telaah siapakah Bukhari Muslim? Beliau adalah orang yang cerdas dan hadist yang ia hafal dan keluarkan bukan sembarangan hadist. Melainkan kebenaran yang bernilai.

“Berpuasalah karena melihatnya (hilal), berbukalah karena melihatnya (hilal), jika penglihatan kalian terhalang maka sempurnakan bulan Sya’ban jadi 30 hari” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081) 
Saya terdiam tanpa suara ketiga ada yang mengatakan Hisab itu benar, karena tidak ada bulan sya'ban 30 hari.
Saya tidak ingin beredebat Pak, silahkan kepercayaan bapak itu diwujudkan tanpa mempengaruhi kepercayaan saya. Saya tidak mungkin taqlid buta selalu. Dari awal bapak menyuruh saya sholat jum'at wajib bagi wanita. Namun saya tidak mau, saya memilih tetap melakukan sholat Dzuhur, karena memang saya hanya bisa melakukan sholat dzuhur pada waktu setelah bapak sholat Jum'at bukan?
Saya punya prinsip, karena saya juga menanyakan hal ini kepada ahlinya. Dan dibolehkan saja untuk bersholat Jum'at tapi tidak dipaksakan. Syukron Pak.

Perbedaan memang tidak ada yang baik, karena akan membuahkan pemikiran yang saling menyudutkan. Tapi, percayalah! Jika keyakinan itu sudah bersarang di hati bapak.
Sayapun demikian, mempercayai apa yang saya yakini dari beberapa ulama besar bahkan dalil-dalil yang sah. 

Hargai, hormati! Jangan menuduhkan keyakinan saya bernilai NOL.

Hilal bukan sekedar fenomena langit.

Keledai Kitab, Al- Furu’





Dahulu, ada seorang yang sangat luar biasa kuat hafalannya. Dia hafal kitab, Al- Furu’ karya Ibnu Muflih sebanyak tiga jilid tebal berisi masalah-masalah fiqih berikut perincian perbedaan ulama tentangnya. Dia hafal kitab tersebut seperti hafal Surat al-Fatihah.
Anehnya, meski dia hafal, dia tidak faham dengan apa yang dia hafal dan di abaca. Oleh Karena itu, dia digelari “Keledai Kitab Al-Furu” karena keledai membawa kitab di atasnya tetapi tidak faham isinya. (syarh HIlyah Thalibil ‘Ilmi, asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, hlm. 163-164)
Kisah ini menunjukkan agar kita dalam menuntut ilmu berusaha untuk menghafal kitab dan juga sekaligus memahaminya. Jangan hanya salah satunya saja; menghafal tapi tak faham atau faham tapi tak hafal. 


"Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (QS. al-Jumu'ah: 5).


Diambil dari berbagai sumber :
Majalah Al Furqon 
gambar : Internet





Dahulu, ada seorang yang sangat luar biasa kuat hafalannya. Dia hafal kitab, Al- Furu’ karya Ibnu Muflih sebanyak tiga jilid tebal berisi masalah-masalah fiqih berikut perincian perbedaan ulama tentangnya. Dia hafal kitab tersebut seperti hafal Surat al-Fatihah.
Anehnya, meski dia hafal, dia tidak faham dengan apa yang dia hafal dan di abaca. Oleh Karena itu, dia digelari “Keledai Kitab Al-Furu” karena keledai membawa kitab di atasnya tetapi tidak faham isinya. (syarh HIlyah Thalibil ‘Ilmi, asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, hlm. 163-164)
Kisah ini menunjukkan agar kita dalam menuntut ilmu berusaha untuk menghafal kitab dan juga sekaligus memahaminya. Jangan hanya salah satunya saja; menghafal tapi tak faham atau faham tapi tak hafal. 


"Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (QS. al-Jumu'ah: 5).


Diambil dari berbagai sumber :
Majalah Al Furqon 
gambar : Internet

Kita Masih Sama





Apa yang kupikirkan tentang senja dan pagi yang selalu menyapaku. 
Seperti dandelion, rasanya aku juga ingin terbang dalam nuansa angin ditemani lembutnya hijau rerumputan.


Jujur,
Aku belum merasakan berpetualang
Dan aku masih kembali pulang

Masih indah yang sama, aku layak disebut bunga
Bunga yang senantiasa bermekaran setelah disiram
Bunga yang belum melayu dan terpetik

Dan sebagai bunga, matahari tak pernah memudarkan warna kulitku
Justru aku butuh,
tapi.... ada yang pudar sesaat kubertemu kalian

Bukan pada sebuah persimpangan,
hanya pada sebuah keganjalan benak kita masing-masing

Meragu, cukup lugu tapi merasa rindu yang tertipu
Oh, inikah aku dan dirimu?

Jika,
suatu saat kita bertemu lagi bukan ini yang terjadi, kuharap begitu
dengar, sejenak hatiku mendesir tawa dan tangis menyatu padu

Kita masih sama.....
kita masih tertawa terbahak-bahak saat melihat kelucuan
kita masih tersenyum saat merasa bahagia
kita masih emosi menggebu-gebu saat tuduhan dan kegoisan kita dipertanyakan

Kita sama bukan?
Ya, sama-sama manusia.
Aku tak pernah berubah, meski "IMAGE" selalu dibahas dalam setiap perbincangan

Menjaga image saat berada dalam masa yang menyulitkan?
Aku tidak merasa suci
bahkan mengkotakkan diri menjadi sok alim
Tapi perintah ini jauh lebih penting, takwa


Ah, entahlah.
Tapi, aku merasakan kita sama....
Aku berkerudung, kau juga
Bedanya . . . . Kau selalu menarik dan menggoda
sedangkan aku, seperti bunga yang layu dipagari duri . . .



“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)





Apa yang kupikirkan tentang senja dan pagi yang selalu menyapaku. 
Seperti dandelion, rasanya aku juga ingin terbang dalam nuansa angin ditemani lembutnya hijau rerumputan.


Jujur,
Aku belum merasakan berpetualang
Dan aku masih kembali pulang

Masih indah yang sama, aku layak disebut bunga
Bunga yang senantiasa bermekaran setelah disiram
Bunga yang belum melayu dan terpetik

Dan sebagai bunga, matahari tak pernah memudarkan warna kulitku
Justru aku butuh,
tapi.... ada yang pudar sesaat kubertemu kalian

Bukan pada sebuah persimpangan,
hanya pada sebuah keganjalan benak kita masing-masing

Meragu, cukup lugu tapi merasa rindu yang tertipu
Oh, inikah aku dan dirimu?

Jika,
suatu saat kita bertemu lagi bukan ini yang terjadi, kuharap begitu
dengar, sejenak hatiku mendesir tawa dan tangis menyatu padu

Kita masih sama.....
kita masih tertawa terbahak-bahak saat melihat kelucuan
kita masih tersenyum saat merasa bahagia
kita masih emosi menggebu-gebu saat tuduhan dan kegoisan kita dipertanyakan

Kita sama bukan?
Ya, sama-sama manusia.
Aku tak pernah berubah, meski "IMAGE" selalu dibahas dalam setiap perbincangan

Menjaga image saat berada dalam masa yang menyulitkan?
Aku tidak merasa suci
bahkan mengkotakkan diri menjadi sok alim
Tapi perintah ini jauh lebih penting, takwa


Ah, entahlah.
Tapi, aku merasakan kita sama....
Aku berkerudung, kau juga
Bedanya . . . . Kau selalu menarik dan menggoda
sedangkan aku, seperti bunga yang layu dipagari duri . . .



“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)

Si Tabung hijau



Hari yang melelahkan setelah kemarin seharian dari siang sampai menjelang magrib saya dan ibu berkutat di dapur. Dimintai tolong membuat keripik daun sirih untuk bazar di sekolah.
Rasa lelah sudah terbayar meski keuntungannya tak mengambil berapa banyak dari bayangan.
Gas dari tabung gas berwarna hijau sudah terlihat menipis.
Angka jarum gas berwarna merah sudah nyaris di angka akhir. Limit.

Akhirnya sore jam 5 ibuku membeli gas. Dipilihlah sama pembeli, katanya berat sesuai 3 kG, memang tak ada timbangan saat membeli.
Nah pagi-pagi mau masak air jam 5 pagi kok pas dinyaliin tuh kompor langsung mati dan bunyinya dem… hehee.. jantungku bergetar heabt.
Kulihat jarum angkanya langsung turun jadi kosong.
Akhirnya dilepas tuh selang hingga kudengar suara seperti pasir berjalan di dalam tabung gas. 
Aiiih… penipu!!!
Tabung isi 3 Kg Harganya mana mahal Rp 17.000 dipakai gak ada sehari.
Masih mending minyak tanah 1 liter bisa dipakai 3 hari. 

Kalau jarum regulatornya rusak nggak mungkin kan? Masalahnya dicoba beli baru gas isi full bisa terpakai. Nah, saya bener-bener bingung.

Belum lagi selang regulatornya itu lho, hanya tipe tabung gas yang cocok yang bakalan bisa agar terpasang pas, tidak kendur. Kalau tidak pas ganti karetnya berkali-kali hingga akhirnya tukar tabung gas lagi.
Ooo….menyebalkan. aku masih sama ibuku tuh satu keluarga, coba kalau kusendirian sudah berumah tangga ngadepin beginian. Banting gas yang ada huhahahaha…
Oknum-oknum nakal itu enaknya diapakan yah?

Mikir deh, keuntungan yang didapat dari kerja keras kita bu, cuma dapat gak seberapa. Ya sudahlah, belum lagi bensinnya buat beli tuh daun sirih. Cuma 10 ribu kali yah, apalagi kan gasnya harus ganti huahahaha… nangis…
Ambil hikmahnya aja belum rezeki. Lain kali mesti ditimbang pakai apa ya kalau beli gas? Soalnya beli di warung gak ada timbangan gas sih! 


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil….” (QS. An-Nisa: 29)
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukanlah termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, 1:69, Abu Dawud, no.3452, At-Tirmidzi, 1:247, Ash-Shahihah: 1058)
Mudah-mudahan mereka cepat bertaubat, kalau yang kena tipu pas lagi gak punya uang haduh....!!
Astaghfirullahal adziim...

sumber gambar : di sini 


Hari yang melelahkan setelah kemarin seharian dari siang sampai menjelang magrib saya dan ibu berkutat di dapur. Dimintai tolong membuat keripik daun sirih untuk bazar di sekolah.
Rasa lelah sudah terbayar meski keuntungannya tak mengambil berapa banyak dari bayangan.
Gas dari tabung gas berwarna hijau sudah terlihat menipis.
Angka jarum gas berwarna merah sudah nyaris di angka akhir. Limit.

Akhirnya sore jam 5 ibuku membeli gas. Dipilihlah sama pembeli, katanya berat sesuai 3 kG, memang tak ada timbangan saat membeli.
Nah pagi-pagi mau masak air jam 5 pagi kok pas dinyaliin tuh kompor langsung mati dan bunyinya dem… hehee.. jantungku bergetar heabt.
Kulihat jarum angkanya langsung turun jadi kosong.
Akhirnya dilepas tuh selang hingga kudengar suara seperti pasir berjalan di dalam tabung gas. 
Aiiih… penipu!!!
Tabung isi 3 Kg Harganya mana mahal Rp 17.000 dipakai gak ada sehari.
Masih mending minyak tanah 1 liter bisa dipakai 3 hari. 

Kalau jarum regulatornya rusak nggak mungkin kan? Masalahnya dicoba beli baru gas isi full bisa terpakai. Nah, saya bener-bener bingung.

Belum lagi selang regulatornya itu lho, hanya tipe tabung gas yang cocok yang bakalan bisa agar terpasang pas, tidak kendur. Kalau tidak pas ganti karetnya berkali-kali hingga akhirnya tukar tabung gas lagi.
Ooo….menyebalkan. aku masih sama ibuku tuh satu keluarga, coba kalau kusendirian sudah berumah tangga ngadepin beginian. Banting gas yang ada huhahahaha…
Oknum-oknum nakal itu enaknya diapakan yah?

Mikir deh, keuntungan yang didapat dari kerja keras kita bu, cuma dapat gak seberapa. Ya sudahlah, belum lagi bensinnya buat beli tuh daun sirih. Cuma 10 ribu kali yah, apalagi kan gasnya harus ganti huahahaha… nangis…
Ambil hikmahnya aja belum rezeki. Lain kali mesti ditimbang pakai apa ya kalau beli gas? Soalnya beli di warung gak ada timbangan gas sih! 


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil….” (QS. An-Nisa: 29)
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukanlah termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, 1:69, Abu Dawud, no.3452, At-Tirmidzi, 1:247, Ash-Shahihah: 1058)
Mudah-mudahan mereka cepat bertaubat, kalau yang kena tipu pas lagi gak punya uang haduh....!!
Astaghfirullahal adziim...

sumber gambar : di sini 
 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template