Ayat-Ayat Jilbab

  Sebelum ku menceritakan mozaik-mozaik kehidupan berjilbab. Dan akhirnya jilbabku berlabuh dengan indah. Mungkin aku tak sanggup menceritakan penggalan kisah masa laluku kepada siapapun selain dalam penggalan masa silam melalui cerita ini.

         Jujur jilbab bukanlah hal asing di mataku. Saat aku kelas 4 SD aku harus berpisah dengan ibuku karena aku menjalani kehidupan baru di sebuah pesantren di daerah Gunung Putri Bogor. Namun aku lupa nama pesantrennya apa, karena hanya beberapa bulan saja keberadaanku disana. Merasa seperti penjara bagi gadis belia umur 9 tahun sepertiku.
         Dimana air mataku tak berhenti setiap harinya, karena di pesantren tidak menyediakan sekolah khusus SD atau yang biasa di kenal madrasah ibtidaiyah. Pesantren yang ku sambangi dan ku tinggal itu hanya menyediakan fasilitas untuk itngkat SMP dan SMA.
        Entah mengapa aku menjadi berderaian air mata setiap harus mengenakan kerudung menuju sekolah dasar. Terang saja, tahun itu tepatnya tahun 1999 tak ada siswi yang mengenakan kerudung. Dan di kelas 4 hanya ada aku. Teman pesantrenku yang duduk di kelas 3 dan 5 pun merasakan demikian. Namun Aku pun harus menerima peraturan dari pesantren untuk bersedia di sekolahkan di sekolah dasar yang jaraknya hampir mencapai ratusan meter dari pesantren.

"Kita buka saja kerudungnya saat di tengah jalan. Yang terpenting tidak terlihat dari pesantren. nanti kalau pulang sekolah kita melakukan hal yang sama bagaimana?" ajak temanku yang saat itu duduk di kelas 5.
"hem... ide yang sip" ujarku kala itu.

Ku tahu ini tidak mudah ketika aku dan teman-teman pesantren untuk mengenakan kerudung saat sekolah.  Aku dan 3 teman lainnya yang masih duduk di sekolah dasar pun sepakat untuk melepas kerudung  saat jarak dari pesantren menuju sekolah dasar sudah tak bisa di jangkau oleh mata-mata dari pesantren. Ini karena aku tak mau menjadi pemandangan yang berbeda. Dan terasa kampungan sekali jika ku berada bersama anak-anak lainnya. Terlihat lebih tua dan mungkin lebih merasa tak nyaman.

Namun usahaku gagal saat mempertahankan rambut indahku terlihat agar tidak merasakan perbedaan. Kami di nasehati oleh uztad dan uztadah pengajar di pesantren, karena kami terlihat sedang berjalan menuju pulang tidak dalam keadaan mengenakan kerudung. Aku pun merasa tak betah sehingga belum ada setahun aku memutuskan untuk kembali ke Jakarta bersama nenekku. Di sana aku pun tidak mengenakan kerudung.
                                                                          ****

        Berlajut saat aku duduk di bangku SMP, mau tak mau mengharuskanku mengenakan jilbab karena sekolahku di sekolah islam. Tapi itu hanya sebatas sekolah, di rumah aku masih terbiasa buka-bukaan aurat bahkan membiarkan rambut indah hitam legamku terurai.

        Hingga pada suatu hari, tepat usiaku menginjak 16 tahun. Saat aku berjalan kaki bersama temanku menuju sebuah bioskop untuk menonton film horor pantatku di colek oleh seorang pria yang saat itu tengah berjalan berlawanan arah denganku. Menjijikan sekali. Ini sebuah pelecehan. Aku ingin marah, bahkan ingin sekali menghantam wajah lelaki tersebut. Tapi aku tak bisa berbuat banyak hanya bisa diam tertunduk lesu dan merasa tersiksa dengan baju yang begitu pendek yang tak bisa menutupi bagian yang paling menonjol.

Di bangku SMA aku pun melanjutkan berjilbab tapi hanya pada saat sekolah. namun  muslimah sebutan sudah melekat pada diriku di mata teman-teman.  Bahkan temanku tak mengenaliku saat aku tidak berjilbab. Nyatanya setelah lulus SMA aku masih belum bisa meyakinkan tentang memakai jilbab dengan sempurna.
                                                                         ****

       Saat menetapi angka 21. Di usiaku yang semakin dewasa. Tepatnya di siang hari aku sedang berfacebook ria. Saat itu aku sedang membaca sebuah ayat-ayat jilbab .
Ini petikan yang membuatku merasa kembali meraih hidayah itu.

Jilbab adalah identitas seorang Muslimah.

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59) 

Sekarang ini kita telah susah membedakan antara perempuan kafir dengan perempuan yang beriman.Karena banyak muslimah yang tidak memakai jilbab.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31).

Saat membaca kata-kata kafir bulu romaku merinding.
Sepertinya urat nadiku bertalu-talu. Dan hatiku tak bisa meredam dentuman ayat-ayat jilbab yang membuatku begitu terpesona. Bagaimana bisa aku mengingkari satu ayat saja. Sedangkan aku adalah seorang wanita Islam yang biasa disebut muslimah. Dan muslimah identik dengan ketaatan pada Allah. Dan berpedoman pada ayat-ayat Allah yang begitu indah.

          Dan ada hadist lagi yang membuatku kian tak kuasa menahan deraian air mata yang sudah membumbung di pelupuk mataku. 
 “Wahai anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya” (HR. Bukhari & Muslim).

Wajahku memucat pasi sesaat. Lidah kelu membela diri tentang alasan yang selalu muncul secara rasional. Dan aku selalu mengaitkan wanita yang berjilbab belum tentu lebih baik daripada wanita yang tidak berjilbab.
            Saat itu Irama denyut jantungku pun berdentum semakin mendengung beriringan dengan suara hardisk menemani. Jari jemari ku lincah diatas papan qwerty kemudian  mengarahkan mouse untuk membaca satu demi satu artikel untuk menguatkan rasa penasaranku untuk menuju jalan jilbab.

                                                                            ****

     Debaran hatiku mulai berkicau tentang jilbab yang harus ku pakai hari minggu kala itu. Aku pun bersemangat walaupun masih terlihat malu-malu mencoba memakai jilbab. Saat itu aku berjalan menuju tempat kerjaku. Dalam perjalanan ada seorang pria menyapaku dari arah berlawanan.
“Assalaamu’alaikum”
Ku jawab “wa’alaikumussalam”
Walaupun ku tak tahu maksud dia memberi salam padaku. Apakah hanya untuk menggoda atau mendengar suaraku. Setidaknya hari itu ada angin segar ku rasakan.
Di sini aku mulai tersadar betapa hebatnya sapaan yang indah di tujukkan kepada diriku. Karena saat itu aku belum pernah mendapati sapaan salam yang indah. Biasanya wanita sepertiku ini jika berjalan atau bepergian seorang diri selalu di beri siulan kasar. Bahkan di lecehkan. Dan itu membuatku merasa berada dalam jajaran wanita yang genit.

                                                         
“Bismillahirrohmaniirohim” Tekadku bulat, semakin kuat untuk membuktikan bahwa aku bisa sejajar dengan wanita muslimah. Seandainya waktu itu aku tak mencobanya, bagaimana bisa aku akan berjilbab sedangkan aku belum mencoba dan memaksakannya. Mungkin hidayah takkan pernah ada dalam hidupku sebelum aku mencobanya sendiri.
Perlahan aku menemukan jiwaku yang sesungguhnya. Rasa sesalku yang sudah tak menyesak di dada itu kembali bernaung. Walau awalnya aku masih belum bisa menerima kenyataan. Karena mata-mata tajam menatap Jibab syar’i ku ini seperti sebuah sensasi belaka.

Walaupun awalnya jilbab ku anggap kuno. Bahkan seribu kali aku berpikir tentang jilbab. Dan kenyataannya saat pertama kali ku mengenakan jilbab syar'i ku berprasangka buruk tentang keadaanku sendiri.
Apakah dengan berjilbab ada lelaki yang mau denganku? atau tidak?
Apakah wajahku semakin kelihatan jelek / menua? bahkan tidak terlihat sisi asli kecantikanku??!!
Apakah aku bisa bekerja di tempat yang ku inginkan?
Apakah aku bisa mendapatkan teman yang banyak?
semua rasa penuh tanda tanya itu membuncah berdebar-debar di hatiku.
Tapinya nyatanya ku mendapatkan sebuah perlindungan luar biasa. Yang membuatku nyaman.
Selalu dan selalu. "tidak! ini tidak boleh terjadi! aku menyebut diriku kafir! apa sekarang tetap sama? bagaimana ibadahku selama ini?"
Muslimah adalah wanita yang baik. Wanita Islam sesungguhnya. aku pun mengawalinya dengan senyuman dan mulai tak berani berontak dengan berkeluh kesah memahat sebuah pendustaan diri.

                                                                           ***

       Hari demi hari ku lewati lembaran ujian dengan suka duka. Ku pastikan menyempurnakan jilbabku dengan serangkaian doa dan harapan. Namun ada saja yang sering meremehkanku. Setelah hampir satu bulan aku berhasil menyedot perhatian lewat gamis, rok panjang, baju lebar, jilbab syar’i,  kaos kaki bahkan jarang keluar rumah berinteraksi dengan sesama tetangga.

“anak situ kan kakinya banyak koreng jadi di tutupin rapat. Lihat anak gadis saya dia berani tampil memakai celana pendek karena mulus” ujar seorang ibu setengah baya kepada ibu kandungku.

Geram rasanya mendengar suara-suara yang tak membuatku betah menjadi tetangga sebelahnya. Namun kenyataannya jalan yang ku tempuh adalah benar, jadi aku tak perlu merisaukan ini

   Ada pula gunjingan tentang jilbabku yang kuno tidak modern sangatlah tidak pantas di pakai. Dan membuatku sulit untuk mencari pekerjaan. Terang saja itu tidak terbukti. Aku bisa mensiasatinya dengan bekerja yang sesuai dengan identitasku sebagai seorang muslimah.

Walau saat itu aku tersentak hebat. Di saat sedang aku menetapi sebuah ketataan dan merasakan barunya berjilbab. Benarkah ini sebuah mimpi ataukah sebuah kebencian tentang diriku atau karena penampilanku. Mata ini berkaca-kaca dan mulai membanjir buliran bening dari mata sayuku.

Aku bangkit mencoba menenangkan diri. Bersama deraian air mata, aku mulai tersadar. Tidak semua orang bisa berjilbab secara sempurna sedangkan aku, aku beruntung bisa mengenal jilbab dalam waktu masih muda. Apa jadinya aku mengaku muslimah sedangkan aku tak pantas di sebut muslimah karena aku berlum berjilbab. Aku jelas tak mau disejajarkan dengan wanita kafir. Sekali lagi aku tidak mau kata-kata kafir membentuk awan gemuk dan selalu berada diatas kepalaku. Membayang-bayangi sebuah kehidupan ini yang masih penuh dengan sebuah rahasia.
Karena jilbab bukan sekedar penutup kepala. Melainkan pakaian wanita muslimah yang menutup bagian kepala sampai dengan kaki dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh. Hanya memperlihatkan bagian wajah dan telapak tangan. Itu adalah identitas muslimah. Sampai kapanpun tetap identitas.

    Teringat pula tentang awal mengenakan kaos kaki yang bagiku sudah seperti mendarah daging.
"Kenapa pakai kaos kaki kak?" tanya anak kecil itu begitu polos.
Mereka berseragam putih biru SMP.
Aku tersenyum sembari menjawabnya tenang.
"Suka baca Al-qur'an? Kalau baca ayat-ayat jilbab sudah pernah?"
Mereka menggeleng.
"Kalau ayat-ayat cinta pernah nonton" jawab mereka kompak sembari terkekeh.


Terang saja ini tidak mudah untuk menjelaskannya. Namun aku akan mengajaknya untuk menuju hidayah terindah. Seperti mengajak adik-adikku untuk melabuhkan jilbabnya.
Semoga. ^___^

                                                                                  ***

      Derap langkahku semakin teraraha dalam sebuah kikisan waktu yang berputar. Saat aku harus mengenal islam lebih jauh, Jilbabku bukan sekedar memakai jilbab sebagai suatu identitas muslimah atau aksesoris seorang muslimah. Jilbabku harus di sertai dengan amalan-amalan wanita muslimah sesungguhnya. Belajar ilmu agama walaupun satu ayat dalam sehari.
Aku pun yakin ketika aku harus menjawab pertanyaan tentang jilbabku. Maka aku akan menjawabnya dengan ayat-ayat jilbab. Dimana agar wanita kafir dan muslim mudah dikenali. Allah Maha Bijaksana dan Maha Adil. Memperlakukan umatNya sesuai dengan keindahan sesungguhnya.

          Menjadi wanita yang tangguh bukanlah perkara mudah. Namun jika semua diniati dan di ikhlasi karena Allah akan menjadi lebih mudah. Dan kini ku petik manisnya berjilbab. Letupan-letupan bara hati bercambuk emosi tak lagi terpatri dalam diri. Karena aku berpedoman pada Al-qur’an dan tersenyum di balik jilbab yang meneduhkan hatiku.

          Hadiah terindah yang pernah tak bisa ku beli dimanapun adalah teman-teman shalihah. Mereka mengajakku untuk mengaji, mengajariku untuk bersosialisasi mengenal islam. Mereka membawaku dalam sebuah dekapan kasih sayang. Dan mereka bukan sekedar teman permainan atau tempat curhat.

          Anna uhibbuki fillah ukhti. “Aku mencintaimu karena Allah ukhti” pesan itu terus mengingatkanku pada dekapan ukhuwah. Dekapan yang begitu indah. Dan tak pernah terlupakan. Mereka adalah orang-orang pilihan yang tercipta untuk menemani para wanita jilbab yang sholehah. Untuk melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing yang berlandaskan cinta karena Allah. Masya Allah. Hatiku kian terenyuh. Berderailah air mata di sekitar wajahku.

          “Aku bisa, dan aku mampu” ujarku di semangat pagi yang bersinar matahari begitu terik.

                                                                           ***

     Kini langkahku kian terarah saat ku tahu ganjaran wanita berjilbab adalah sebuah surga. Surga yang tak pernah bisa dibeli dengan materi. Surga yang takkan pernah bisa di tawar dengan amalan yang belum terpenuhi. Iffah, (menahan rasa malu) kesucian tetap terjaga, takwa dan sebuah keimanan yang membentengi diriku untuk berterima kasih kepada Allah.
          Dengan jilbab ku bisa menjadi wanita muslimah, dengan jilbab ku bisa mendamba surga yang belum pernah tergambarkan oleh bayanganku. Namun ada dalam gambaran  ayat-ayat suciMu. Karena jilbab adalah beribadah, sebuah bukti ketaataan kepada Allah SWT. Sebuah pelindung terhebat diantara pakaian yang lainnya.



Wahai insan dunia penampilanmu tertutup rapat oleh kain-kain surga
Laksana kain sutera yang mahal di sekeliling tubuhmu memancarkan mutiara
Dan engkau begitu tegar menjalani kehidupan dunia
Semata-mata mencari rahasia terindah yakni Surga


    Aku bukan kafir dan tak ingin disebut Kafir. Allah begitu ingin mahluknya tak mau di samaratakan dengan kafir. Begitu pula dengan suara hatiku. Aku ingin menjadi wanita muslimah bukan kafir. Agar aku mudah dikenali sebagai seorang muslimah.

Lalu bagaimana dengan orang-orang di sekitar kita? Semoga mereka bisa mengerti ayat-ayat Jilbab yang mungkin bisa menguatkan identitas muslimah. Yakni cara berpakaiannya yang berbeda dan sopan. Itu adalah Muslimah.
Dengan Jilbab syar'i itu yang terbaik. Karena aku adalah muslimah. Muslimah is the best!

Terima kasih ayat-ayat Jilbab. Semoga ada yang terketuk hatinya setelah membaca ayat-ayat jilbab seperti penggalan kisah nyataku.

Puji Syukur atas semua sketsa-sketsa UjianMu yang menyapa kehidupanku. Dengan kehidupan dunia aku mengenal ayat-ayat jilbab.
Dan tanpa sebuah keyakinan aku takkan pernah menjemput hidayah terindah.
Terima kasih Allah, seorang hamba tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.

Allah Engkau begitu berarti untukku.

Dan Alhamdulillah tulisan ini pula yang akhirnya menjadi juara diantara 4 pemenang lainnya. Karena tulisan ini di nilai sangat baik jika di baca. Dan agar semua orang dapat memperoleh hidayah dan saling berlomba-lomba memperoleh kebaikan. Jangan Lupa di baca yah.  Semoga Bernilai dan berharga untuk kita di mata Allah.



  Sebelum ku menceritakan mozaik-mozaik kehidupan berjilbab. Dan akhirnya jilbabku berlabuh dengan indah. Mungkin aku tak sanggup menceritakan penggalan kisah masa laluku kepada siapapun selain dalam penggalan masa silam melalui cerita ini.

         Jujur jilbab bukanlah hal asing di mataku. Saat aku kelas 4 SD aku harus berpisah dengan ibuku karena aku menjalani kehidupan baru di sebuah pesantren di daerah Gunung Putri Bogor. Namun aku lupa nama pesantrennya apa, karena hanya beberapa bulan saja keberadaanku disana. Merasa seperti penjara bagi gadis belia umur 9 tahun sepertiku.
         Dimana air mataku tak berhenti setiap harinya, karena di pesantren tidak menyediakan sekolah khusus SD atau yang biasa di kenal madrasah ibtidaiyah. Pesantren yang ku sambangi dan ku tinggal itu hanya menyediakan fasilitas untuk itngkat SMP dan SMA.
        Entah mengapa aku menjadi berderaian air mata setiap harus mengenakan kerudung menuju sekolah dasar. Terang saja, tahun itu tepatnya tahun 1999 tak ada siswi yang mengenakan kerudung. Dan di kelas 4 hanya ada aku. Teman pesantrenku yang duduk di kelas 3 dan 5 pun merasakan demikian. Namun Aku pun harus menerima peraturan dari pesantren untuk bersedia di sekolahkan di sekolah dasar yang jaraknya hampir mencapai ratusan meter dari pesantren.

"Kita buka saja kerudungnya saat di tengah jalan. Yang terpenting tidak terlihat dari pesantren. nanti kalau pulang sekolah kita melakukan hal yang sama bagaimana?" ajak temanku yang saat itu duduk di kelas 5.
"hem... ide yang sip" ujarku kala itu.

Ku tahu ini tidak mudah ketika aku dan teman-teman pesantren untuk mengenakan kerudung saat sekolah.  Aku dan 3 teman lainnya yang masih duduk di sekolah dasar pun sepakat untuk melepas kerudung  saat jarak dari pesantren menuju sekolah dasar sudah tak bisa di jangkau oleh mata-mata dari pesantren. Ini karena aku tak mau menjadi pemandangan yang berbeda. Dan terasa kampungan sekali jika ku berada bersama anak-anak lainnya. Terlihat lebih tua dan mungkin lebih merasa tak nyaman.

Namun usahaku gagal saat mempertahankan rambut indahku terlihat agar tidak merasakan perbedaan. Kami di nasehati oleh uztad dan uztadah pengajar di pesantren, karena kami terlihat sedang berjalan menuju pulang tidak dalam keadaan mengenakan kerudung. Aku pun merasa tak betah sehingga belum ada setahun aku memutuskan untuk kembali ke Jakarta bersama nenekku. Di sana aku pun tidak mengenakan kerudung.
                                                                          ****

        Berlajut saat aku duduk di bangku SMP, mau tak mau mengharuskanku mengenakan jilbab karena sekolahku di sekolah islam. Tapi itu hanya sebatas sekolah, di rumah aku masih terbiasa buka-bukaan aurat bahkan membiarkan rambut indah hitam legamku terurai.

        Hingga pada suatu hari, tepat usiaku menginjak 16 tahun. Saat aku berjalan kaki bersama temanku menuju sebuah bioskop untuk menonton film horor pantatku di colek oleh seorang pria yang saat itu tengah berjalan berlawanan arah denganku. Menjijikan sekali. Ini sebuah pelecehan. Aku ingin marah, bahkan ingin sekali menghantam wajah lelaki tersebut. Tapi aku tak bisa berbuat banyak hanya bisa diam tertunduk lesu dan merasa tersiksa dengan baju yang begitu pendek yang tak bisa menutupi bagian yang paling menonjol.

Di bangku SMA aku pun melanjutkan berjilbab tapi hanya pada saat sekolah. namun  muslimah sebutan sudah melekat pada diriku di mata teman-teman.  Bahkan temanku tak mengenaliku saat aku tidak berjilbab. Nyatanya setelah lulus SMA aku masih belum bisa meyakinkan tentang memakai jilbab dengan sempurna.
                                                                         ****

       Saat menetapi angka 21. Di usiaku yang semakin dewasa. Tepatnya di siang hari aku sedang berfacebook ria. Saat itu aku sedang membaca sebuah ayat-ayat jilbab .
Ini petikan yang membuatku merasa kembali meraih hidayah itu.

Jilbab adalah identitas seorang Muslimah.

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59) 

Sekarang ini kita telah susah membedakan antara perempuan kafir dengan perempuan yang beriman.Karena banyak muslimah yang tidak memakai jilbab.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31).

Saat membaca kata-kata kafir bulu romaku merinding.
Sepertinya urat nadiku bertalu-talu. Dan hatiku tak bisa meredam dentuman ayat-ayat jilbab yang membuatku begitu terpesona. Bagaimana bisa aku mengingkari satu ayat saja. Sedangkan aku adalah seorang wanita Islam yang biasa disebut muslimah. Dan muslimah identik dengan ketaatan pada Allah. Dan berpedoman pada ayat-ayat Allah yang begitu indah.

          Dan ada hadist lagi yang membuatku kian tak kuasa menahan deraian air mata yang sudah membumbung di pelupuk mataku. 
 “Wahai anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya” (HR. Bukhari & Muslim).

Wajahku memucat pasi sesaat. Lidah kelu membela diri tentang alasan yang selalu muncul secara rasional. Dan aku selalu mengaitkan wanita yang berjilbab belum tentu lebih baik daripada wanita yang tidak berjilbab.
            Saat itu Irama denyut jantungku pun berdentum semakin mendengung beriringan dengan suara hardisk menemani. Jari jemari ku lincah diatas papan qwerty kemudian  mengarahkan mouse untuk membaca satu demi satu artikel untuk menguatkan rasa penasaranku untuk menuju jalan jilbab.

                                                                            ****

     Debaran hatiku mulai berkicau tentang jilbab yang harus ku pakai hari minggu kala itu. Aku pun bersemangat walaupun masih terlihat malu-malu mencoba memakai jilbab. Saat itu aku berjalan menuju tempat kerjaku. Dalam perjalanan ada seorang pria menyapaku dari arah berlawanan.
“Assalaamu’alaikum”
Ku jawab “wa’alaikumussalam”
Walaupun ku tak tahu maksud dia memberi salam padaku. Apakah hanya untuk menggoda atau mendengar suaraku. Setidaknya hari itu ada angin segar ku rasakan.
Di sini aku mulai tersadar betapa hebatnya sapaan yang indah di tujukkan kepada diriku. Karena saat itu aku belum pernah mendapati sapaan salam yang indah. Biasanya wanita sepertiku ini jika berjalan atau bepergian seorang diri selalu di beri siulan kasar. Bahkan di lecehkan. Dan itu membuatku merasa berada dalam jajaran wanita yang genit.

                                                         
“Bismillahirrohmaniirohim” Tekadku bulat, semakin kuat untuk membuktikan bahwa aku bisa sejajar dengan wanita muslimah. Seandainya waktu itu aku tak mencobanya, bagaimana bisa aku akan berjilbab sedangkan aku belum mencoba dan memaksakannya. Mungkin hidayah takkan pernah ada dalam hidupku sebelum aku mencobanya sendiri.
Perlahan aku menemukan jiwaku yang sesungguhnya. Rasa sesalku yang sudah tak menyesak di dada itu kembali bernaung. Walau awalnya aku masih belum bisa menerima kenyataan. Karena mata-mata tajam menatap Jibab syar’i ku ini seperti sebuah sensasi belaka.

Walaupun awalnya jilbab ku anggap kuno. Bahkan seribu kali aku berpikir tentang jilbab. Dan kenyataannya saat pertama kali ku mengenakan jilbab syar'i ku berprasangka buruk tentang keadaanku sendiri.
Apakah dengan berjilbab ada lelaki yang mau denganku? atau tidak?
Apakah wajahku semakin kelihatan jelek / menua? bahkan tidak terlihat sisi asli kecantikanku??!!
Apakah aku bisa bekerja di tempat yang ku inginkan?
Apakah aku bisa mendapatkan teman yang banyak?
semua rasa penuh tanda tanya itu membuncah berdebar-debar di hatiku.
Tapinya nyatanya ku mendapatkan sebuah perlindungan luar biasa. Yang membuatku nyaman.
Selalu dan selalu. "tidak! ini tidak boleh terjadi! aku menyebut diriku kafir! apa sekarang tetap sama? bagaimana ibadahku selama ini?"
Muslimah adalah wanita yang baik. Wanita Islam sesungguhnya. aku pun mengawalinya dengan senyuman dan mulai tak berani berontak dengan berkeluh kesah memahat sebuah pendustaan diri.

                                                                           ***

       Hari demi hari ku lewati lembaran ujian dengan suka duka. Ku pastikan menyempurnakan jilbabku dengan serangkaian doa dan harapan. Namun ada saja yang sering meremehkanku. Setelah hampir satu bulan aku berhasil menyedot perhatian lewat gamis, rok panjang, baju lebar, jilbab syar’i,  kaos kaki bahkan jarang keluar rumah berinteraksi dengan sesama tetangga.

“anak situ kan kakinya banyak koreng jadi di tutupin rapat. Lihat anak gadis saya dia berani tampil memakai celana pendek karena mulus” ujar seorang ibu setengah baya kepada ibu kandungku.

Geram rasanya mendengar suara-suara yang tak membuatku betah menjadi tetangga sebelahnya. Namun kenyataannya jalan yang ku tempuh adalah benar, jadi aku tak perlu merisaukan ini

   Ada pula gunjingan tentang jilbabku yang kuno tidak modern sangatlah tidak pantas di pakai. Dan membuatku sulit untuk mencari pekerjaan. Terang saja itu tidak terbukti. Aku bisa mensiasatinya dengan bekerja yang sesuai dengan identitasku sebagai seorang muslimah.

Walau saat itu aku tersentak hebat. Di saat sedang aku menetapi sebuah ketataan dan merasakan barunya berjilbab. Benarkah ini sebuah mimpi ataukah sebuah kebencian tentang diriku atau karena penampilanku. Mata ini berkaca-kaca dan mulai membanjir buliran bening dari mata sayuku.

Aku bangkit mencoba menenangkan diri. Bersama deraian air mata, aku mulai tersadar. Tidak semua orang bisa berjilbab secara sempurna sedangkan aku, aku beruntung bisa mengenal jilbab dalam waktu masih muda. Apa jadinya aku mengaku muslimah sedangkan aku tak pantas di sebut muslimah karena aku berlum berjilbab. Aku jelas tak mau disejajarkan dengan wanita kafir. Sekali lagi aku tidak mau kata-kata kafir membentuk awan gemuk dan selalu berada diatas kepalaku. Membayang-bayangi sebuah kehidupan ini yang masih penuh dengan sebuah rahasia.
Karena jilbab bukan sekedar penutup kepala. Melainkan pakaian wanita muslimah yang menutup bagian kepala sampai dengan kaki dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh. Hanya memperlihatkan bagian wajah dan telapak tangan. Itu adalah identitas muslimah. Sampai kapanpun tetap identitas.

    Teringat pula tentang awal mengenakan kaos kaki yang bagiku sudah seperti mendarah daging.
"Kenapa pakai kaos kaki kak?" tanya anak kecil itu begitu polos.
Mereka berseragam putih biru SMP.
Aku tersenyum sembari menjawabnya tenang.
"Suka baca Al-qur'an? Kalau baca ayat-ayat jilbab sudah pernah?"
Mereka menggeleng.
"Kalau ayat-ayat cinta pernah nonton" jawab mereka kompak sembari terkekeh.


Terang saja ini tidak mudah untuk menjelaskannya. Namun aku akan mengajaknya untuk menuju hidayah terindah. Seperti mengajak adik-adikku untuk melabuhkan jilbabnya.
Semoga. ^___^

                                                                                  ***

      Derap langkahku semakin teraraha dalam sebuah kikisan waktu yang berputar. Saat aku harus mengenal islam lebih jauh, Jilbabku bukan sekedar memakai jilbab sebagai suatu identitas muslimah atau aksesoris seorang muslimah. Jilbabku harus di sertai dengan amalan-amalan wanita muslimah sesungguhnya. Belajar ilmu agama walaupun satu ayat dalam sehari.
Aku pun yakin ketika aku harus menjawab pertanyaan tentang jilbabku. Maka aku akan menjawabnya dengan ayat-ayat jilbab. Dimana agar wanita kafir dan muslim mudah dikenali. Allah Maha Bijaksana dan Maha Adil. Memperlakukan umatNya sesuai dengan keindahan sesungguhnya.

          Menjadi wanita yang tangguh bukanlah perkara mudah. Namun jika semua diniati dan di ikhlasi karena Allah akan menjadi lebih mudah. Dan kini ku petik manisnya berjilbab. Letupan-letupan bara hati bercambuk emosi tak lagi terpatri dalam diri. Karena aku berpedoman pada Al-qur’an dan tersenyum di balik jilbab yang meneduhkan hatiku.

          Hadiah terindah yang pernah tak bisa ku beli dimanapun adalah teman-teman shalihah. Mereka mengajakku untuk mengaji, mengajariku untuk bersosialisasi mengenal islam. Mereka membawaku dalam sebuah dekapan kasih sayang. Dan mereka bukan sekedar teman permainan atau tempat curhat.

          Anna uhibbuki fillah ukhti. “Aku mencintaimu karena Allah ukhti” pesan itu terus mengingatkanku pada dekapan ukhuwah. Dekapan yang begitu indah. Dan tak pernah terlupakan. Mereka adalah orang-orang pilihan yang tercipta untuk menemani para wanita jilbab yang sholehah. Untuk melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing yang berlandaskan cinta karena Allah. Masya Allah. Hatiku kian terenyuh. Berderailah air mata di sekitar wajahku.

          “Aku bisa, dan aku mampu” ujarku di semangat pagi yang bersinar matahari begitu terik.

                                                                           ***

     Kini langkahku kian terarah saat ku tahu ganjaran wanita berjilbab adalah sebuah surga. Surga yang tak pernah bisa dibeli dengan materi. Surga yang takkan pernah bisa di tawar dengan amalan yang belum terpenuhi. Iffah, (menahan rasa malu) kesucian tetap terjaga, takwa dan sebuah keimanan yang membentengi diriku untuk berterima kasih kepada Allah.
          Dengan jilbab ku bisa menjadi wanita muslimah, dengan jilbab ku bisa mendamba surga yang belum pernah tergambarkan oleh bayanganku. Namun ada dalam gambaran  ayat-ayat suciMu. Karena jilbab adalah beribadah, sebuah bukti ketaataan kepada Allah SWT. Sebuah pelindung terhebat diantara pakaian yang lainnya.



Wahai insan dunia penampilanmu tertutup rapat oleh kain-kain surga
Laksana kain sutera yang mahal di sekeliling tubuhmu memancarkan mutiara
Dan engkau begitu tegar menjalani kehidupan dunia
Semata-mata mencari rahasia terindah yakni Surga


    Aku bukan kafir dan tak ingin disebut Kafir. Allah begitu ingin mahluknya tak mau di samaratakan dengan kafir. Begitu pula dengan suara hatiku. Aku ingin menjadi wanita muslimah bukan kafir. Agar aku mudah dikenali sebagai seorang muslimah.

Lalu bagaimana dengan orang-orang di sekitar kita? Semoga mereka bisa mengerti ayat-ayat Jilbab yang mungkin bisa menguatkan identitas muslimah. Yakni cara berpakaiannya yang berbeda dan sopan. Itu adalah Muslimah.
Dengan Jilbab syar'i itu yang terbaik. Karena aku adalah muslimah. Muslimah is the best!

Terima kasih ayat-ayat Jilbab. Semoga ada yang terketuk hatinya setelah membaca ayat-ayat jilbab seperti penggalan kisah nyataku.

Puji Syukur atas semua sketsa-sketsa UjianMu yang menyapa kehidupanku. Dengan kehidupan dunia aku mengenal ayat-ayat jilbab.
Dan tanpa sebuah keyakinan aku takkan pernah menjemput hidayah terindah.
Terima kasih Allah, seorang hamba tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.

Allah Engkau begitu berarti untukku.

Dan Alhamdulillah tulisan ini pula yang akhirnya menjadi juara diantara 4 pemenang lainnya. Karena tulisan ini di nilai sangat baik jika di baca. Dan agar semua orang dapat memperoleh hidayah dan saling berlomba-lomba memperoleh kebaikan. Jangan Lupa di baca yah.  Semoga Bernilai dan berharga untuk kita di mata Allah.



Kekerasan di Sekolah

Mungkin bukan hal yang aneh dan awam bagi kita melihat kekerasa dalam sekolah. Dari mulai pendidikan yang menerapkan senior berbaku hantam dengan junior. Kemudian Guru mulai memukul anak didiknya yang nakal dan bandel. 
Intinya bukan hal yang tak biasa lagi.

Suatu hari aku membaca tulisan di serambi facebook. Tentang Guru di Negara Tirai Bambu yakni China. 
Guru TK menampar muridnya 120 kali.

Aku pun sempat shock dan mulai membayangkan jika aku di posisi siswa/siswi TK tersebut. Dan ternyata dugaanku benar saat melihat Video itu berlangsung. 


Jika anda / teman-teman melihatnya pasti tak kuasa menahan sedih. 
Entahlah mengapa seorang guru tega berbuat kasar kepada anak didiknya.

Eh tapi saya pernah merasakan kekerasan itu. What? apa? saya seorang perempuan bagaimana bisa?
Sebenarnya bukan hanya saya saja. Melainkan lebih dari lima orang mungkin hampir separuh kelas. 
Saat SMP contohnya. 
Saya tidak berangkat Pramuka saat jum'at sore. Dan ternyata setengah murid dari 40 lebih siswa itu  tidak berangkat. Alhasil kami mendapatkan sanksi. 
Tahu pegangan serokan tempat sampah, yang terbuat dari plastik?
Guru Olah raga ku tak memandang bulu. Ia pun memukul bagian dada belakang kami hingga 3 kali dengan sangat keras. Aku pun menangis. Dan ternyata memerah. Anehnya hanya aku yang menangis. Mereka perempuan menahan rasa sakitnya. Atau aku kebagian rasa pesutan yang sangat sakit. Sehingga aku hingga sekarang masih ingat kejadian itu. 

Belum lagi saat bulan puasa. Lagi-lagi Guru olah ragaku Tempramentalnya membuncah bergejolak. 
Ah, andai saja.
Ceritanya memang tak pernah di duga sebelumnya. 
Saat kami tidak berangkat sekolah di awal bulan puasa. Kami mendapatkan sanksi belajar di luar kelas. Ada beberapa siswa di kelas lain pun demikian. Anehnya hanya 3 orang saja di kelasku. 
Saat itu aku pun duduk sedikit berbincang-bincang di luar bersama teman sebangku ku yang sama-sama membolos dan di hukum.

Kemudian dari arah barat ia berjalan mendekati kami. Kami berdua pun tak peduli karena kami sedang memegang buku sembari melirik wajahnya. Namun apa yang terjadi guru gemuk itu menendang pantat temanku. Aku terhenyak dan terdiam tak bisa berkata-kata.
Temanku yang seorang perempuan itu pun tak bisa berontak. Semua mata anak-anak langsung menuju pada kami.
Ini memang aneh. Tak bisa dibuktikan kesalahannya. Namun mengapa secara tiba-tiba dia menendang. Mungkin ini bergurau. Tapi kebiasaannya itu menjadi tidak baik. Secara tidak sadar dia telah melukai hati temanku.

Ada cerita lain pula. Seorang guru di tegur muridnya saat di restoran. Sang murid masih ingat bekas tamparan hebat yang mengenainya.
Murid tersebut sekarang menjadi seorang ABRI. Sang guru pun tampak malu, karena ia menegurnya dengan melontarkan "Masih Ingat dengan saya bu? yang dulu nakal dan di tampar ibu?"

Aih, bagaimana perasaan kita ini? jika guru-guru tersayang bersifat keras seperti itu.

Semoga guru-guru kita adalah guru-guru yang terbaik. Sepertinya takkan habis membicarakan tentang kekerasan atau watak guru yang terkadang menyebalkan. Maaf ini hanya guru yang saya anggap bersifat Pemarah, bukan guru yang baik hatinya.
Karena saya yakin guru yang baik, akan selalu di kenang. Bahkan selalu di ingat kata-kata dan nasihatnya.

“Hendaklah engkau bersikap lembut. Karena tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali pasti memperindahnya. Dan tidaklah kelembutan itu tercabut dari sesuatu, kecuali pasti memperjeleknya.” (HR. Muslim no. 2594)
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lembut dengan berlemah lembut kepada siapa pun yang ada di sekitarmu, sederhana dalam segala sesuatu dan menghukum dengan bentuk yang paling ringan dan paling baik. (Faidhul Qadir, 4/334)
Dalam riwayat dari Jarir bin Abdillah z, Rasulullah SAW, bersabda:

“Barangsiapa yang terhalang dari kelembutan, dia akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)
Ada cara yang lebih baik jika kita sadar. Sesadar-sadarnya.

Annur El Karimah mengigat beberapa tragedi kekerasan dalam sekolah.
Mungkin bukan hal yang aneh dan awam bagi kita melihat kekerasa dalam sekolah. Dari mulai pendidikan yang menerapkan senior berbaku hantam dengan junior. Kemudian Guru mulai memukul anak didiknya yang nakal dan bandel. 
Intinya bukan hal yang tak biasa lagi.

Suatu hari aku membaca tulisan di serambi facebook. Tentang Guru di Negara Tirai Bambu yakni China. 
Guru TK menampar muridnya 120 kali.

Aku pun sempat shock dan mulai membayangkan jika aku di posisi siswa/siswi TK tersebut. Dan ternyata dugaanku benar saat melihat Video itu berlangsung. 


Jika anda / teman-teman melihatnya pasti tak kuasa menahan sedih. 
Entahlah mengapa seorang guru tega berbuat kasar kepada anak didiknya.

Eh tapi saya pernah merasakan kekerasan itu. What? apa? saya seorang perempuan bagaimana bisa?
Sebenarnya bukan hanya saya saja. Melainkan lebih dari lima orang mungkin hampir separuh kelas. 
Saat SMP contohnya. 
Saya tidak berangkat Pramuka saat jum'at sore. Dan ternyata setengah murid dari 40 lebih siswa itu  tidak berangkat. Alhasil kami mendapatkan sanksi. 
Tahu pegangan serokan tempat sampah, yang terbuat dari plastik?
Guru Olah raga ku tak memandang bulu. Ia pun memukul bagian dada belakang kami hingga 3 kali dengan sangat keras. Aku pun menangis. Dan ternyata memerah. Anehnya hanya aku yang menangis. Mereka perempuan menahan rasa sakitnya. Atau aku kebagian rasa pesutan yang sangat sakit. Sehingga aku hingga sekarang masih ingat kejadian itu. 

Belum lagi saat bulan puasa. Lagi-lagi Guru olah ragaku Tempramentalnya membuncah bergejolak. 
Ah, andai saja.
Ceritanya memang tak pernah di duga sebelumnya. 
Saat kami tidak berangkat sekolah di awal bulan puasa. Kami mendapatkan sanksi belajar di luar kelas. Ada beberapa siswa di kelas lain pun demikian. Anehnya hanya 3 orang saja di kelasku. 
Saat itu aku pun duduk sedikit berbincang-bincang di luar bersama teman sebangku ku yang sama-sama membolos dan di hukum.

Kemudian dari arah barat ia berjalan mendekati kami. Kami berdua pun tak peduli karena kami sedang memegang buku sembari melirik wajahnya. Namun apa yang terjadi guru gemuk itu menendang pantat temanku. Aku terhenyak dan terdiam tak bisa berkata-kata.
Temanku yang seorang perempuan itu pun tak bisa berontak. Semua mata anak-anak langsung menuju pada kami.
Ini memang aneh. Tak bisa dibuktikan kesalahannya. Namun mengapa secara tiba-tiba dia menendang. Mungkin ini bergurau. Tapi kebiasaannya itu menjadi tidak baik. Secara tidak sadar dia telah melukai hati temanku.

Ada cerita lain pula. Seorang guru di tegur muridnya saat di restoran. Sang murid masih ingat bekas tamparan hebat yang mengenainya.
Murid tersebut sekarang menjadi seorang ABRI. Sang guru pun tampak malu, karena ia menegurnya dengan melontarkan "Masih Ingat dengan saya bu? yang dulu nakal dan di tampar ibu?"

Aih, bagaimana perasaan kita ini? jika guru-guru tersayang bersifat keras seperti itu.

Semoga guru-guru kita adalah guru-guru yang terbaik. Sepertinya takkan habis membicarakan tentang kekerasan atau watak guru yang terkadang menyebalkan. Maaf ini hanya guru yang saya anggap bersifat Pemarah, bukan guru yang baik hatinya.
Karena saya yakin guru yang baik, akan selalu di kenang. Bahkan selalu di ingat kata-kata dan nasihatnya.

“Hendaklah engkau bersikap lembut. Karena tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali pasti memperindahnya. Dan tidaklah kelembutan itu tercabut dari sesuatu, kecuali pasti memperjeleknya.” (HR. Muslim no. 2594)
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lembut dengan berlemah lembut kepada siapa pun yang ada di sekitarmu, sederhana dalam segala sesuatu dan menghukum dengan bentuk yang paling ringan dan paling baik. (Faidhul Qadir, 4/334)
Dalam riwayat dari Jarir bin Abdillah z, Rasulullah SAW, bersabda:

“Barangsiapa yang terhalang dari kelembutan, dia akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)
Ada cara yang lebih baik jika kita sadar. Sesadar-sadarnya.

Annur El Karimah mengigat beberapa tragedi kekerasan dalam sekolah.

Teganya Oh teganya

Awalnya hanya sebuah status biasa, tapi penasaran itu mengerucutku pada ketidakpercayaan. Namun nyata banyak yang berujar demikian. 

Tak tega, remuk redam, sedih, duka. 
Darah berceceran begitu banyak saat mata ini menilik website Arrahmah tentang pembunuhan. Lama sekali saya tak menonton TV apalagi  nonton berita. Dari kemarin saya sibuk dengan kerajinan tangan jadi tak fokus dengan keadaan berita.

Dua lelaki di duga teroris (buronan) mati tertembak oleh densus 88 saat melaksanakan sholat di masjid (Makasar).
Tegakah beberapa apsukan Densus 88 itu? 
Jika si penembak adalah orang Islam bagaimana rasanya? ah peduli apa saya tentang agama saat seorang menyandang pembasmi teroris siap menyergap, memburu, melepaskan satu per satu luncuran besi panas. 

Allah seandainya mereka murka, ijinkanlah suatu kebenaran tertampar dalam ingatannya. Aku tak peduli dia siapa? Tapi yang membuatku geram adalah ketika ia sedang benar-benar dalam keadaan sholat. Bisakah di selesaikan dengan cara benar?

Teman baca di link ini yah. arrahmah.

Bagaimana caranya agar suara kita di perdengarkan mereka? Mari kita berdo'a agar Densus dibumi hanguskan. 
Dia tak lagi bermoral, melainkan pasukan tak berakal. Seperti anak yang di perintah dengan kenakalannya. 

Aku jadi teringat sosok Rosul hadir dimuka bumi lagi. Seandainya keadilan ini bisa ditegakkan? semua bisa diatasi dengan cara baik-baik.
Yang sedang sholat di bunuh. Yang sedang maksiat di legalkan dan dibiarkan. 

Sungguh miris, yang berjanggut dan bercadar dianggap teroris. Yang belajar mencari ilmu Allah di anggap sesat dan so keminter.
Yang terbuka di pertontonkan yang tertutup di jauhkan. Yang lezat oleh mata di butakan akal pikiran
Yang di maniskan budaya maksiat dan berlebihan.

Islam terbesar di Indonesia, lantas alurnya di negara ini tak ada kata menegakkan Syariah. 
Mari kita bersatu tak perlu memandang bulu, tegakkan syariah dan khilafah karena keyakinan itu mutlak bahwa Islam akan Jaya. Subhanallah.

Semoga kita senantiasa beristiqomah tidak sibuk memikirkan dunia yang fana. 


"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya" (QS An Nisaa' [4]:93)

Awalnya hanya sebuah status biasa, tapi penasaran itu mengerucutku pada ketidakpercayaan. Namun nyata banyak yang berujar demikian. 

Tak tega, remuk redam, sedih, duka. 
Darah berceceran begitu banyak saat mata ini menilik website Arrahmah tentang pembunuhan. Lama sekali saya tak menonton TV apalagi  nonton berita. Dari kemarin saya sibuk dengan kerajinan tangan jadi tak fokus dengan keadaan berita.

Dua lelaki di duga teroris (buronan) mati tertembak oleh densus 88 saat melaksanakan sholat di masjid (Makasar).
Tegakah beberapa apsukan Densus 88 itu? 
Jika si penembak adalah orang Islam bagaimana rasanya? ah peduli apa saya tentang agama saat seorang menyandang pembasmi teroris siap menyergap, memburu, melepaskan satu per satu luncuran besi panas. 

Allah seandainya mereka murka, ijinkanlah suatu kebenaran tertampar dalam ingatannya. Aku tak peduli dia siapa? Tapi yang membuatku geram adalah ketika ia sedang benar-benar dalam keadaan sholat. Bisakah di selesaikan dengan cara benar?

Teman baca di link ini yah. arrahmah.

Bagaimana caranya agar suara kita di perdengarkan mereka? Mari kita berdo'a agar Densus dibumi hanguskan. 
Dia tak lagi bermoral, melainkan pasukan tak berakal. Seperti anak yang di perintah dengan kenakalannya. 

Aku jadi teringat sosok Rosul hadir dimuka bumi lagi. Seandainya keadilan ini bisa ditegakkan? semua bisa diatasi dengan cara baik-baik.
Yang sedang sholat di bunuh. Yang sedang maksiat di legalkan dan dibiarkan. 

Sungguh miris, yang berjanggut dan bercadar dianggap teroris. Yang belajar mencari ilmu Allah di anggap sesat dan so keminter.
Yang terbuka di pertontonkan yang tertutup di jauhkan. Yang lezat oleh mata di butakan akal pikiran
Yang di maniskan budaya maksiat dan berlebihan.

Islam terbesar di Indonesia, lantas alurnya di negara ini tak ada kata menegakkan Syariah. 
Mari kita bersatu tak perlu memandang bulu, tegakkan syariah dan khilafah karena keyakinan itu mutlak bahwa Islam akan Jaya. Subhanallah.

Semoga kita senantiasa beristiqomah tidak sibuk memikirkan dunia yang fana. 


"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya" (QS An Nisaa' [4]:93)

Islam Abu-abu

ISLAM ABU-ABU

Abu-abu bagiku kamu terlalu rumit, seklumit cerita tanpa titik.
Bagiku cukup putih menjadi warna dasar penguat dan suci dalam sebuah Titik Terang.


Jika diibaratkan warna, Islam seumpama warna putih yang murni. Setuju?

Teman-teman semua pasti pernah berpikir apakah itu Islam? Lalu bagaimana anda menjawabnya?
Kebanyakan orang menjawab ISLAM adalah agama yang suci benar? Suci itu putih di ibaratkan bersih. Ya terang saja bersih. Karena Allah meridhoi ISLAM sebagai AGAMA yang satu-satunya di ridloi.

Islam itu putih, putih itu ISLAM. Tak tercampuri warna apapun dengan yang lain. Dan memang tak boleh dicampurkan dengan yang lain. Sedikit saja warna lain di tuang, putih itu tidak akan putih lagi. Malah menjadi abu-abu.

Begitulah islam, kalau memang terimalah Islam dan sandanglah Islam dengan warna putihnya. Kalau ada yang tidak suka dengan warna putih yang murni, biarkan memilih warna lain. Tidak perlu mengoplos Islam dengan Ideologi atau pedoman hidup yang lain karena hasilnya bukan lagi ISLAM. 50% Putih dan 50% hitam yang keluar adalah Warna Abu-abu. 50% Islam sekuler, 50% Islam hasilnya adalah ISLAM SEKULER.
Isalm sekuler bukanlah Islam dan Islam bukanlah sekuler.

Sayangnya, mengoplos Islam dengan agama dan ideologi lain sepertinya mulai jadi kegemaran. Agar yang menyukai hitam dan tidak suka putih jadi tidak alergi, dicamprulah dua warna ini menjadi satu. Minuman berwarna abu-abu pun disajikan agar semua bisa menikmati.

Mencampurkan islam dengan ideologi kufur adalah tindakan talbisul haq bil bathil, mencpur adukkan kebenaran dengan kebatilan. Sedang kebenaran yang tercampur dengan kebatilan hasilnya batil. Islam tidak boleh pecah-pecah lalu diambil sebagian, ditinggalkan sebagain yang lain untuk digabungkan  dengan ideologi yang lain.
Kalau mau ambil semuanya, kalau tidak tinggalkan saja.

Misalnya baju ihram, tapi bercelana jins, hasilnya bukan disebut MUHRIM melainkan orang tidak waras. (Orang sedang ihram kok pakai jins) ??

Rosulullah dulu terhindar dari musibah semacam ini dengan turunnya surat Al-Kafirun. Saat itu orang-orang yang alergi dengan islam mulai melunak dengan menawarkan toleransi beragama yang menurut mereka akan sangat indah jika terwujud. Muhammad mau mengakui tuhan berhala dan satu tahun, pada tahun yang salam mereka akan mengakui Allah sebagai Tuhan dan masing-masing melakukan ibadat. Tapi agama oplosan seperti itu langsung di tenang Allah.
“Lakum dienukum waliyad dien” bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Agama kita terpisah dan tak bisa disatukan. Tak bisa di poring sebagian untuk dicangkok dengan yang lain.

Masih ingat tentang ayat ini?
Duh kalau tidak tahu kebangetan. Karena ayat-ayat Allah sangatlah indah daripada nyanyian dengan dentuman alunan musik yang membuat kepala kita manggut-manggut.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena .sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (Al Baqoroh:208)

Ketika kamu menerima Islam dan kamu yakin kamu akan berjalan diatas jalan penuh cahaya Islam lantas terkadang kamu menginginkan sesuatu yang sesungguhnya mengandung unsur hawa nafsu. Kemudian kamu mengundurkan diri dari aturanNya.

Namanya Islam itu PUTIH so, kalau kamu menentang dan berbicara dengan berdalih seperti ideologi dengan pemaparan kamu sendiri itu namanya campuradukan nafsu.

Misalnya.
“Kita mau merayakan tahun baru dengan apa?” Tanya si fulan.
“Dengan bakar jagung, kembang api” jawab si Anu.

Nah loe, sekarang si Aziz menyambar.
“wahai saudaraku kita tidak boleh merayakannya. Kemarin sudah di baca kan artikelnya? Malahan manggut-manggut? Sekarang kenapa masih tetap kekeh?”
 Si Fulan dengan santai dan bijak menjawab
“ah, Cuma buat hiburan kok. Dari kemarin kan bosen di rumah terus nonton TV. Tapi kan tidak mengucapkan Happy new years”
“tapi kan?” Aziz
“sudahlah, tapi-tapi terserah gue dunk. Loe gue end”

Hihihi…

Terus kamu mau mengotot dengan dalih sendiri? Islam itu kan disambung dengan Iman dan Ihsan. Lantas kalau kamu Islam kenapa kamu mau “sekarepmu dewek?” “SEMAUNYA SENDIRI?”
Itu namanya Islam abu-abu. Bukan Islam KTP. (Ganti namanya biar keren. Dan gak malu-maluin si Islam KTP.)

A: Terus kenapa tidak mau pakai kerudung?
B : Ah, nanti sajalah. Yang penting Sholatnya, tahajudnya, puasanya, zakatnya, amal ibadah bukan Cuma dari Jilbab kan? 

Hem… orang yang seperti ini orang yang merugi. Namun kenyataannya ada kok.
Yah, lihat sekitar masing-masing yah?

Mau mentuhankan Nafsu melalui pengakuan Muslim? mau ngeyel? berbuat terserah gue? terus mendahulukan kepentingan pribadi daripada Sang Pencipta? Aturan bukan untuk di langgar dipatuhi. Bisa patuhi Rambu-rambu Lalu lintas tapi tidak bisa patuhi aturan Islam? Sih?
Jangan harap deh, Islam itu taat sama aturan bukan setengah-setengah. 

Mau disebut ISLAM ABU-ABU? Aku sih Ogah deh. Hehe… 
Yuk Istiqomah.

 
Sekian salam santun
Annur El Karimah (sama-sama belajar)


Sumber gambar :http://media.tumblr.com/tumblr_mcclx7PD5O1rz1srp.jpg

ISLAM ABU-ABU

Abu-abu bagiku kamu terlalu rumit, seklumit cerita tanpa titik.
Bagiku cukup putih menjadi warna dasar penguat dan suci dalam sebuah Titik Terang.


Jika diibaratkan warna, Islam seumpama warna putih yang murni. Setuju?

Teman-teman semua pasti pernah berpikir apakah itu Islam? Lalu bagaimana anda menjawabnya?
Kebanyakan orang menjawab ISLAM adalah agama yang suci benar? Suci itu putih di ibaratkan bersih. Ya terang saja bersih. Karena Allah meridhoi ISLAM sebagai AGAMA yang satu-satunya di ridloi.

Islam itu putih, putih itu ISLAM. Tak tercampuri warna apapun dengan yang lain. Dan memang tak boleh dicampurkan dengan yang lain. Sedikit saja warna lain di tuang, putih itu tidak akan putih lagi. Malah menjadi abu-abu.

Begitulah islam, kalau memang terimalah Islam dan sandanglah Islam dengan warna putihnya. Kalau ada yang tidak suka dengan warna putih yang murni, biarkan memilih warna lain. Tidak perlu mengoplos Islam dengan Ideologi atau pedoman hidup yang lain karena hasilnya bukan lagi ISLAM. 50% Putih dan 50% hitam yang keluar adalah Warna Abu-abu. 50% Islam sekuler, 50% Islam hasilnya adalah ISLAM SEKULER.
Isalm sekuler bukanlah Islam dan Islam bukanlah sekuler.

Sayangnya, mengoplos Islam dengan agama dan ideologi lain sepertinya mulai jadi kegemaran. Agar yang menyukai hitam dan tidak suka putih jadi tidak alergi, dicamprulah dua warna ini menjadi satu. Minuman berwarna abu-abu pun disajikan agar semua bisa menikmati.

Mencampurkan islam dengan ideologi kufur adalah tindakan talbisul haq bil bathil, mencpur adukkan kebenaran dengan kebatilan. Sedang kebenaran yang tercampur dengan kebatilan hasilnya batil. Islam tidak boleh pecah-pecah lalu diambil sebagian, ditinggalkan sebagain yang lain untuk digabungkan  dengan ideologi yang lain.
Kalau mau ambil semuanya, kalau tidak tinggalkan saja.

Misalnya baju ihram, tapi bercelana jins, hasilnya bukan disebut MUHRIM melainkan orang tidak waras. (Orang sedang ihram kok pakai jins) ??

Rosulullah dulu terhindar dari musibah semacam ini dengan turunnya surat Al-Kafirun. Saat itu orang-orang yang alergi dengan islam mulai melunak dengan menawarkan toleransi beragama yang menurut mereka akan sangat indah jika terwujud. Muhammad mau mengakui tuhan berhala dan satu tahun, pada tahun yang salam mereka akan mengakui Allah sebagai Tuhan dan masing-masing melakukan ibadat. Tapi agama oplosan seperti itu langsung di tenang Allah.
“Lakum dienukum waliyad dien” bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Agama kita terpisah dan tak bisa disatukan. Tak bisa di poring sebagian untuk dicangkok dengan yang lain.

Masih ingat tentang ayat ini?
Duh kalau tidak tahu kebangetan. Karena ayat-ayat Allah sangatlah indah daripada nyanyian dengan dentuman alunan musik yang membuat kepala kita manggut-manggut.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena .sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (Al Baqoroh:208)

Ketika kamu menerima Islam dan kamu yakin kamu akan berjalan diatas jalan penuh cahaya Islam lantas terkadang kamu menginginkan sesuatu yang sesungguhnya mengandung unsur hawa nafsu. Kemudian kamu mengundurkan diri dari aturanNya.

Namanya Islam itu PUTIH so, kalau kamu menentang dan berbicara dengan berdalih seperti ideologi dengan pemaparan kamu sendiri itu namanya campuradukan nafsu.

Misalnya.
“Kita mau merayakan tahun baru dengan apa?” Tanya si fulan.
“Dengan bakar jagung, kembang api” jawab si Anu.

Nah loe, sekarang si Aziz menyambar.
“wahai saudaraku kita tidak boleh merayakannya. Kemarin sudah di baca kan artikelnya? Malahan manggut-manggut? Sekarang kenapa masih tetap kekeh?”
 Si Fulan dengan santai dan bijak menjawab
“ah, Cuma buat hiburan kok. Dari kemarin kan bosen di rumah terus nonton TV. Tapi kan tidak mengucapkan Happy new years”
“tapi kan?” Aziz
“sudahlah, tapi-tapi terserah gue dunk. Loe gue end”

Hihihi…

Terus kamu mau mengotot dengan dalih sendiri? Islam itu kan disambung dengan Iman dan Ihsan. Lantas kalau kamu Islam kenapa kamu mau “sekarepmu dewek?” “SEMAUNYA SENDIRI?”
Itu namanya Islam abu-abu. Bukan Islam KTP. (Ganti namanya biar keren. Dan gak malu-maluin si Islam KTP.)

A: Terus kenapa tidak mau pakai kerudung?
B : Ah, nanti sajalah. Yang penting Sholatnya, tahajudnya, puasanya, zakatnya, amal ibadah bukan Cuma dari Jilbab kan? 

Hem… orang yang seperti ini orang yang merugi. Namun kenyataannya ada kok.
Yah, lihat sekitar masing-masing yah?

Mau mentuhankan Nafsu melalui pengakuan Muslim? mau ngeyel? berbuat terserah gue? terus mendahulukan kepentingan pribadi daripada Sang Pencipta? Aturan bukan untuk di langgar dipatuhi. Bisa patuhi Rambu-rambu Lalu lintas tapi tidak bisa patuhi aturan Islam? Sih?
Jangan harap deh, Islam itu taat sama aturan bukan setengah-setengah. 

Mau disebut ISLAM ABU-ABU? Aku sih Ogah deh. Hehe… 
Yuk Istiqomah.

 
Sekian salam santun
Annur El Karimah (sama-sama belajar)


Sumber gambar :http://media.tumblr.com/tumblr_mcclx7PD5O1rz1srp.jpg

 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template