Derap Langkah mu


13th lalu, ada kebersamaan, ada pula perpisahan

Keajaiban itu datang dariNya, membawaku mengenal sejatinya dirimu,
Keikhlasan selalu tersambut hangat
Buliran keringat menyapu air matamu yang berbaur dengan derasnya hujan
Rasa cinta, kasih sayang kan terus berpendar dalam mengarungi bahtera ini
Ada senyuman terteduh ku lihat
Ragamu bagai baja, dan hatimu bagaikan karang.
Setiap jejak yang kau pijak
Setiap sudut mata memandang
Setiap kata yang kau tuturkan
Derap langkahmu tetap terpadu dalam lembaran yang mewarni baiti keluargaku



“ayah, aku rangking Satu… aku gak pernah minta apapun dari ayah. Aku ingin diberikan hadiah”
“ya, nanti kalau ayah punya rezeki”
“hem,… dari dulu aku ingin rangking satu sekarang saat kelas 3 aku sudah rangking 1 tapi tak dapat apa-apa” gerutuku.

Padahal senyuman diwajah ayah sekelebat di sudut penglihatanku begitu hangat kurasakan. Belum lagi, aku tak pernah melihat wajahnya yang benderang menatap nilai raportku. Hari itu, hari terakhir ia melihat rangking 1 yang tertulis jelas dalam raport bersampul merah. Saat itu ayah masih menjalani rawat jalan di rumah.

Kalau kau diam, ibu yang cerewet.
Kalau ibu yang diam, kau yang bertindak
Selalu ada serta – menyertai

Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan ayahnya (dalam kebaikan). (HR. Ath-Thahawi)
Walau wajah ayah tak mirip denganku, tapi ada kemiripan dalam mencintai buku bacaanmu. Namun satu kebaikanmu selalu terngiang dan mendarah daging dalam diriku, sepanjang hidup.

Aku menemani ibuku yang sudah lelah di kamar Bugenvil, tempat ayah di rawat di rumah sakit. Hari-hariku akhir-akhir ini hanya di habiskan untuk menunggu dan menunggu. Menunggu kesembuhanmu, menunggu mendengar suaramu yang selalu membuatku merinding ketika kau melantunkan ayat-ayat suciNya. Ku bersandar di dinding bercat putih, dimana dihadapanku bukan hanya satu pasien yang terbaring lemah, melainkan 3 orang pasien yang membuatku semakin terpuruk melihat keadaanmu.

Aku masih ingat ketika terakhir kau meminta ku untuk membuangkan air seni yang ada di botol plastik, karena tak bisa berjalan, tubuhmu lemah. Aku dengan lantang menolaknya karena aku sudah mengambil air wudlu, dan ku jijik memegangnya. Wajah ayahpun semakin memandangku dengan penuh kemarahan dan tangannya tak bisa menahan terlalu lama botol plastik yang berisikan air seni, dan terlepas dari genggamannya terpelanting ke bawah dan jatuh berceceran.

Dalam sekejap aku merasa sakit, ulu hati ku terasa tersayat-sayat, hampir saja ku menangis dihadapanmu atas rasa sesalku yang kulakukan padamu. Betapa kejamnya aku yang membiarkan kau menderita dan semakin menderita, tak ada yang bisa membantu, sedangkan ketika ibu sakit kau yang menjadi ibu rumah tangganya.

Ayah, saat ibu melahirkan adikku di rumah sakit. Kaulah orang yang menjadi Ibu. Kau bahu membahu seorang diri tanpa keluh dan kesal. Senyumanmu selalu terpancar indah seperti matahari bersinar dari timur dengan kehangat udara yang selalu ku rasa.

Kau dulu tak hadir lama saat aku ingin memelukmu. Kau berjauhan dari kami karena pekerjaanmu yang sudah menjadi kewajiban untuk menafkahi kami.
Tapi tanpa terasa, kau justru jarang terlihat mondar mandir ke kota dan ke desa.
Kini kau selamanya menjadi ayah yang terbaring dan tergolek lemas tanpa tangan malaikat-malaikat kecilmu ini bisa menjamah sosokmu lebih jauh.
Kejadian itu membuatku semakin terpuruk.

Apalagi matamu yang masih terbuka lebar masih sanggup melihat tapi tak sanggup berbicara sepatah kata pun. Saat yang mendebarkan itu pun datang juga, kau menggerakkan tanganmu ketika ibu mengelap wajahmu yang berpeluh keringat. Kau mengatakan sesuatu yang tak bisa ibu pahami, telinga ibu sudah sangat mendekat dibibirmu.

“Yaaa…..sin……..”
Suaranya membuat bulu roma ku berdiri, aku hampir saja menitihkan air mata ke wajahnya.

Nenek yang sudah tidur pulas di bawah dengan tikar seadanya membuat Ibu enggan membangunkannya. Malam sudah menujukkan pukul 2, Nenek yang akhirnya terbangun segera melantunkan surat yasin.
Tiba-tiba sebelum nenek mengucapkan satu ayat, ayah sudah mendahuluinya. Dengan suara lancar tanpa gagap sedikitpun dia melantunkan surat yasin tanpa melihat bacaannya secara langsung. Ya, ayah memang suka menghafal ayat-ayatnya dengan baik.

Sebelumnya ayah pernah bercerita kepadaku tepat 3 bulan yang lalu, ia bersenda gurau denganku sambil memegangi koreng yang terkelupas di kakinya setelah kecelakaan 4 bulan yang lalu.

“ayo bawa lari, cepat nanti bunyi deh korengnya”

Aku pun menurutinya ku berlari kencang, baru setengah meter ayah berteriak sambil tertawa.

“ada maling bawa daging….ada maling bawa daging……”

Aku segera menghentikan lariku yang hampir mendekati pintu ruang tamu. Ku buang jauh-jauh koreng itu. Dan aku tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut, aku ingin marah tapi ada tawa dalam wajah ayahku yang tak pernah ku lihat sebelumnya, dia tertawa diatas penderitaannya. Ia menikmati sakitnya yang sudah terlalu lama. Dan kemudian dia mengatakan hal yang membuatku tak bisa tidur semalaman bahkan teringat sampai detik ini.

“kelak jika ayah meninggal, ayah ingin di makamkan di tempat ayah dilahirkan, kuburan milik kakekmu” kata Ayah sambil minum obat.

Ku tatap matanya yang sendu, ku tahu kau sudah patah kaki tapi kau masih saja ingin menjadi imam di masjid.
Kau tak peduli hinaan yang akan menancap bak busur panah itu mengenai dirimu. Dengan posisi duduk dan kau senderkan kedua tongkat kayumu itu di dinding dekat kau sholat. Suara itu masih jelas di ingatanku, ketika kau yang mengimami sholat berjamaah.

Dan malamnya hingga sekarang ia masih terbaring di rumah sakit. Kata-kata itu akan ku pegang dan ku ingat, ku akan berjanji dan memenuhi keinginanmu itu. Tepat jam 2 malam lagi, kau memintaku untuk membaca surat yang lain yaitu Al-waqiah. Kau pun menghafalnya tanpa melihat huruf arab yang sering ku baca. Saat itu saat yang menegangkan kau menghentikan nafas terakhirmu, ketika ibu memegangi tanganmu dengan erat.
“aku siap ya Alloh.. aku siap… aku siap menghadapMu”
ayah terus saja berkomat- kamit tak jelas, pandangannya pun tak terarah menatap apa dan siapa.
Suatu keajaiban lagi bagiku, dia bisa berbicara dengan suara yang jelas dan tak terputus-putus. Walaupun pada akhirnya surat penutupmu al – ikhlas, kalimat penutup terindahmu adalah tahlil “la illa ha illalah”.

Tanpa beban semua terasa sekejap ku rasa. Binar-binar kebahagiaan yang tak lama ku rasa hanya sembilan tahun saja. Begitu juga dengan si kecil yang tak mendapatkan sosok sejatimu saat usia 2 tahun itu belum bisa mengenali siapa sosokmu sesungguhnya.

Tetesan air matamu yang tersembunyi, kini meluap dari hati keturunanmu. Kini menyadari betapa pentingnya seorang pemimpin dalam rumah tangga.
Tapi tanpamu,…. ibu yang akan menjadi ayah
Kakak yang akan menjadi ayah
Dan kita disiplin seperti ayah..
Mengenal ayah bukan cerita fiktif yang ku lupakan
Mencintai ayah adalah anugerah terindah yang wajib ku syukuri.

Wahai pemimpin rumah tangga,
Wahai imam yang baik di mataku,
Ayah,
aku masih beruntung tak seperti Baginda Nabi Muhammad SAW, yang masih di dalam kandungan sudah menjadi yatim.
Ayah,

aku masih beruntung tak seperti Nabi Isa as, yang memiliki ibu tapi tak memiliki ayah.

Ayah,
aku masih beruntung bisa memelukmu, mencium pipimu, merasakan kehangatan uluran tanganmu…
Tak seperti mereka yang dibuang di tempat sampah atau di titipkan di panti asuhan padahal mereka memiliki ayah yang utuh.
Ayah,
sejuta harapan masih terpendam dalam ingatanku, walau kau tak ada di bumi ini. Walau ku tak sempat membalas jasa besarmu mengarungi samudra, mengais rezeki dengan jalan berliku.
Namun kekuatan punggungmu mampu menjadikan semangat jihad bagiku.


Do’ku harapanku

Tak lagi akan ku lupakan satu do’a anak sholeh dan sholehah terhadap bapak ibunya.
Dan harapanku kelak, aku ingin bertemu di surgaNYA. Aamin.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway The Fairy and Me yang diselenggarakan oleh Nurmayanti Zain".





13th lalu, ada kebersamaan, ada pula perpisahan

Keajaiban itu datang dariNya, membawaku mengenal sejatinya dirimu,
Keikhlasan selalu tersambut hangat
Buliran keringat menyapu air matamu yang berbaur dengan derasnya hujan
Rasa cinta, kasih sayang kan terus berpendar dalam mengarungi bahtera ini
Ada senyuman terteduh ku lihat
Ragamu bagai baja, dan hatimu bagaikan karang.
Setiap jejak yang kau pijak
Setiap sudut mata memandang
Setiap kata yang kau tuturkan
Derap langkahmu tetap terpadu dalam lembaran yang mewarni baiti keluargaku



“ayah, aku rangking Satu… aku gak pernah minta apapun dari ayah. Aku ingin diberikan hadiah”
“ya, nanti kalau ayah punya rezeki”
“hem,… dari dulu aku ingin rangking satu sekarang saat kelas 3 aku sudah rangking 1 tapi tak dapat apa-apa” gerutuku.

Padahal senyuman diwajah ayah sekelebat di sudut penglihatanku begitu hangat kurasakan. Belum lagi, aku tak pernah melihat wajahnya yang benderang menatap nilai raportku. Hari itu, hari terakhir ia melihat rangking 1 yang tertulis jelas dalam raport bersampul merah. Saat itu ayah masih menjalani rawat jalan di rumah.

Kalau kau diam, ibu yang cerewet.
Kalau ibu yang diam, kau yang bertindak
Selalu ada serta – menyertai

Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan ayahnya (dalam kebaikan). (HR. Ath-Thahawi)
Walau wajah ayah tak mirip denganku, tapi ada kemiripan dalam mencintai buku bacaanmu. Namun satu kebaikanmu selalu terngiang dan mendarah daging dalam diriku, sepanjang hidup.

Aku menemani ibuku yang sudah lelah di kamar Bugenvil, tempat ayah di rawat di rumah sakit. Hari-hariku akhir-akhir ini hanya di habiskan untuk menunggu dan menunggu. Menunggu kesembuhanmu, menunggu mendengar suaramu yang selalu membuatku merinding ketika kau melantunkan ayat-ayat suciNya. Ku bersandar di dinding bercat putih, dimana dihadapanku bukan hanya satu pasien yang terbaring lemah, melainkan 3 orang pasien yang membuatku semakin terpuruk melihat keadaanmu.

Aku masih ingat ketika terakhir kau meminta ku untuk membuangkan air seni yang ada di botol plastik, karena tak bisa berjalan, tubuhmu lemah. Aku dengan lantang menolaknya karena aku sudah mengambil air wudlu, dan ku jijik memegangnya. Wajah ayahpun semakin memandangku dengan penuh kemarahan dan tangannya tak bisa menahan terlalu lama botol plastik yang berisikan air seni, dan terlepas dari genggamannya terpelanting ke bawah dan jatuh berceceran.

Dalam sekejap aku merasa sakit, ulu hati ku terasa tersayat-sayat, hampir saja ku menangis dihadapanmu atas rasa sesalku yang kulakukan padamu. Betapa kejamnya aku yang membiarkan kau menderita dan semakin menderita, tak ada yang bisa membantu, sedangkan ketika ibu sakit kau yang menjadi ibu rumah tangganya.

Ayah, saat ibu melahirkan adikku di rumah sakit. Kaulah orang yang menjadi Ibu. Kau bahu membahu seorang diri tanpa keluh dan kesal. Senyumanmu selalu terpancar indah seperti matahari bersinar dari timur dengan kehangat udara yang selalu ku rasa.

Kau dulu tak hadir lama saat aku ingin memelukmu. Kau berjauhan dari kami karena pekerjaanmu yang sudah menjadi kewajiban untuk menafkahi kami.
Tapi tanpa terasa, kau justru jarang terlihat mondar mandir ke kota dan ke desa.
Kini kau selamanya menjadi ayah yang terbaring dan tergolek lemas tanpa tangan malaikat-malaikat kecilmu ini bisa menjamah sosokmu lebih jauh.
Kejadian itu membuatku semakin terpuruk.

Apalagi matamu yang masih terbuka lebar masih sanggup melihat tapi tak sanggup berbicara sepatah kata pun. Saat yang mendebarkan itu pun datang juga, kau menggerakkan tanganmu ketika ibu mengelap wajahmu yang berpeluh keringat. Kau mengatakan sesuatu yang tak bisa ibu pahami, telinga ibu sudah sangat mendekat dibibirmu.

“Yaaa…..sin……..”
Suaranya membuat bulu roma ku berdiri, aku hampir saja menitihkan air mata ke wajahnya.

Nenek yang sudah tidur pulas di bawah dengan tikar seadanya membuat Ibu enggan membangunkannya. Malam sudah menujukkan pukul 2, Nenek yang akhirnya terbangun segera melantunkan surat yasin.
Tiba-tiba sebelum nenek mengucapkan satu ayat, ayah sudah mendahuluinya. Dengan suara lancar tanpa gagap sedikitpun dia melantunkan surat yasin tanpa melihat bacaannya secara langsung. Ya, ayah memang suka menghafal ayat-ayatnya dengan baik.

Sebelumnya ayah pernah bercerita kepadaku tepat 3 bulan yang lalu, ia bersenda gurau denganku sambil memegangi koreng yang terkelupas di kakinya setelah kecelakaan 4 bulan yang lalu.

“ayo bawa lari, cepat nanti bunyi deh korengnya”

Aku pun menurutinya ku berlari kencang, baru setengah meter ayah berteriak sambil tertawa.

“ada maling bawa daging….ada maling bawa daging……”

Aku segera menghentikan lariku yang hampir mendekati pintu ruang tamu. Ku buang jauh-jauh koreng itu. Dan aku tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut, aku ingin marah tapi ada tawa dalam wajah ayahku yang tak pernah ku lihat sebelumnya, dia tertawa diatas penderitaannya. Ia menikmati sakitnya yang sudah terlalu lama. Dan kemudian dia mengatakan hal yang membuatku tak bisa tidur semalaman bahkan teringat sampai detik ini.

“kelak jika ayah meninggal, ayah ingin di makamkan di tempat ayah dilahirkan, kuburan milik kakekmu” kata Ayah sambil minum obat.

Ku tatap matanya yang sendu, ku tahu kau sudah patah kaki tapi kau masih saja ingin menjadi imam di masjid.
Kau tak peduli hinaan yang akan menancap bak busur panah itu mengenai dirimu. Dengan posisi duduk dan kau senderkan kedua tongkat kayumu itu di dinding dekat kau sholat. Suara itu masih jelas di ingatanku, ketika kau yang mengimami sholat berjamaah.

Dan malamnya hingga sekarang ia masih terbaring di rumah sakit. Kata-kata itu akan ku pegang dan ku ingat, ku akan berjanji dan memenuhi keinginanmu itu. Tepat jam 2 malam lagi, kau memintaku untuk membaca surat yang lain yaitu Al-waqiah. Kau pun menghafalnya tanpa melihat huruf arab yang sering ku baca. Saat itu saat yang menegangkan kau menghentikan nafas terakhirmu, ketika ibu memegangi tanganmu dengan erat.
“aku siap ya Alloh.. aku siap… aku siap menghadapMu”
ayah terus saja berkomat- kamit tak jelas, pandangannya pun tak terarah menatap apa dan siapa.
Suatu keajaiban lagi bagiku, dia bisa berbicara dengan suara yang jelas dan tak terputus-putus. Walaupun pada akhirnya surat penutupmu al – ikhlas, kalimat penutup terindahmu adalah tahlil “la illa ha illalah”.

Tanpa beban semua terasa sekejap ku rasa. Binar-binar kebahagiaan yang tak lama ku rasa hanya sembilan tahun saja. Begitu juga dengan si kecil yang tak mendapatkan sosok sejatimu saat usia 2 tahun itu belum bisa mengenali siapa sosokmu sesungguhnya.

Tetesan air matamu yang tersembunyi, kini meluap dari hati keturunanmu. Kini menyadari betapa pentingnya seorang pemimpin dalam rumah tangga.
Tapi tanpamu,…. ibu yang akan menjadi ayah
Kakak yang akan menjadi ayah
Dan kita disiplin seperti ayah..
Mengenal ayah bukan cerita fiktif yang ku lupakan
Mencintai ayah adalah anugerah terindah yang wajib ku syukuri.

Wahai pemimpin rumah tangga,
Wahai imam yang baik di mataku,
Ayah,
aku masih beruntung tak seperti Baginda Nabi Muhammad SAW, yang masih di dalam kandungan sudah menjadi yatim.
Ayah,

aku masih beruntung tak seperti Nabi Isa as, yang memiliki ibu tapi tak memiliki ayah.

Ayah,
aku masih beruntung bisa memelukmu, mencium pipimu, merasakan kehangatan uluran tanganmu…
Tak seperti mereka yang dibuang di tempat sampah atau di titipkan di panti asuhan padahal mereka memiliki ayah yang utuh.
Ayah,
sejuta harapan masih terpendam dalam ingatanku, walau kau tak ada di bumi ini. Walau ku tak sempat membalas jasa besarmu mengarungi samudra, mengais rezeki dengan jalan berliku.
Namun kekuatan punggungmu mampu menjadikan semangat jihad bagiku.


Do’ku harapanku

Tak lagi akan ku lupakan satu do’a anak sholeh dan sholehah terhadap bapak ibunya.
Dan harapanku kelak, aku ingin bertemu di surgaNYA. Aamin.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway The Fairy and Me yang diselenggarakan oleh Nurmayanti Zain".




Kaya Vs Miskin



Suasana hati sudah kian mendekat saja pada kepercayaan bahwa Surga itu dekat letaknya jika kita tahu arahnya.
Entahlah berapa kali ku dengar cerita yang menyayat hati.
Yah si Miskin yang tak bisa dan tak ingin terhina, namun apa jadinya jika selalu dihina. Bahkan menjadi bahan cemoohan. Atau direndahkan.
Ada kisah yang ku ambil dari kiriman sahabat (amie) Facebook.

SEORANG NENEK MENCURI SINGKONG KARNA KELAPARAN, HAKIM MENANGIS SAAT MENJATUHKAN VONIS !!
Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU thdp seorg nenek yg dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,....tetap pada tunt...utannya, agar menjadi contoh bg warga lainnya.

Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', ktnya sambil memandang nenek itu,. 'saya tak dpt membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus saya hukum. Saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda idak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, smtr hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang 1jt rupiah ke topi toganya serta berkata kpd hadirin.

Saya atas nama pengadilan, jg menjatuhkan denda kpd tiap org yg hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota ini, yg membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini, lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.

Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang 3,5jt rupiah, termsk uang 50rb yg dibayarkan oleh manajer PT A**** K**** yg tersipu malu karena telah menuntutnya.

Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yg bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain utk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki yang berhati mulia.

Coba lihat, seandainya kita tetangga dari nenek tersebut. Apa kita tidak malu terhadap tetangga?
Kita lupa akan kehadiran sebuah harta yang sesungguhnya bukan milik kita seutuhnya. Bagaimana bisa kita membiarkan tetangga miskin kelaparan?
Bukankah ketika dinding kita berhimpitan dekat, dialah kerabat paling dekat ketika sanak saudara yang lain berjauhan?
Jika kita minta bantuan merekalah yang paling utama sebelum menilik keluarga jauh.

Kita rajin beribadah, menginfakkan sebagian kecil minimal 5% harta/gaji kita di sebuah yayasan, namun lupa akan hadirnya tetangga yang kekurangan.
Naudzubillah.....


lain cerita :

Belum lagi mendengar suara dari seorang perawat rumah sakit yang selalu lalu lalang mendatangi pasien. Ia begitu tega mengatakan dengan tanpa berpikir.
"Pasien miskin, di urusinnya belakangan. Sudah miskin tak punya uang ke rumah sakit"

Astaghfirullah...
Jika tangan ini mampu menggapai.... aku ingin bisa mengatakan stop ke rumah sakit. Cari obat-obatan herbal dan memohon kepada Alloh SWT.

Dan apakah kesuksesan seseorang dinilai dari kekayaan?
Dari jabatan?
Dari sebuah pendidikan tinggi?

Yah, dunia ini memang selalu unik dan dramatis. Ada-ada saja yang dijanjikan, namun berurusan lagi dengan sebuah kesadisan.

Saya heran, jika ada yang merasa sudah kaya. Bahkan seolah mampu membeli bumi dan seisinya.

"Dasar orang susah belagu, belum lagi jadi kaya tambah belagunya"

Stop.... apapun yang dilakukan si miskin, si susah, si sengsara. Patutkah lidah ini menjulur panjang di neraka dengan kobaran api mendidih?

Jangan lihat sekarang, lihat yang akan datang. Apakah 5 menit lagi kejadian yang tak ada di depan mata bisa berubah lebih baik lagi???

Jadi ingat kisah tentang si Miskin yang sakit dan tak memiliki uang untuk biaya pengobatan, datang seorang kaya (nonis) ia akhirnya membiayai si miskin, dan si miskin pun terbujuk untuk masuk ke dalam agamanya.

Siasat ini adalah dakwah bagi mereka, cara dakwah mereka yang seperti ini selalu di terapkan.
Namun, terkadang si kaya muslim lebih memilih "enggan" menolong si miskin padahal mereka ladang dakwah kita juga untuk menjadi pribadi yang mendekat dan bersyukur kepada Alloh.
Wallahu a'alam bisshowab.

Dunia ini tercipta bukan lain untuk menguji.. dan menguji per detiknya.
Satu detik kehilangan kendali kita pasti ingin mengulanginya lagi. Tapi waktu tak bisa terulang.


Kaya adalah sebuah ujian bagaimana kamu bisa menjadi seorang yang kaya namun selalu ingat akan bahwa semua titipanNYA.
Miskin adalah sebuah ujian bagaimana kamu bisa menjadi seorang yang sabar, tawakal dan berusaha gigih dengan mengingat Alloh SWT.

Segala sesuatunya pasti karena Alloh, karena tubuh ini milik Alloh.

“Maka hendaklah memuliakan tetangganya
Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akherat serta memberi mereka hadiyah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, namun kekayaan yang hakiki adalah kaya jiwa (hati).” (H.R. Al-Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1050)

Walaupun Rosulullah adalah pribadi yang kaya hati dan kaya harta, namun Rosul selalu sederhana dan bersikap dermawan.

Kaya tak dilarang miskin pun tak dilarang, Namun Qonaah itu diwajibkan sebagai rasa syukur dan CintaNYa.

Menjadi pribadi yang kaya, bukan dinilai dari harta kekayaannya.

***


alhamdulillah dapat award lagi dari dua insan manusia yang sangat baik hatinya.

jazakumullah khairon katsiron..

media Robbani

Bunda / mbak mugniar




Suasana hati sudah kian mendekat saja pada kepercayaan bahwa Surga itu dekat letaknya jika kita tahu arahnya.
Entahlah berapa kali ku dengar cerita yang menyayat hati.
Yah si Miskin yang tak bisa dan tak ingin terhina, namun apa jadinya jika selalu dihina. Bahkan menjadi bahan cemoohan. Atau direndahkan.
Ada kisah yang ku ambil dari kiriman sahabat (amie) Facebook.

SEORANG NENEK MENCURI SINGKONG KARNA KELAPARAN, HAKIM MENANGIS SAAT MENJATUHKAN VONIS !!
Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU thdp seorg nenek yg dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,....tetap pada tunt...utannya, agar menjadi contoh bg warga lainnya.

Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', ktnya sambil memandang nenek itu,. 'saya tak dpt membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus saya hukum. Saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda idak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, smtr hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang 1jt rupiah ke topi toganya serta berkata kpd hadirin.

Saya atas nama pengadilan, jg menjatuhkan denda kpd tiap org yg hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota ini, yg membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini, lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.

Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang 3,5jt rupiah, termsk uang 50rb yg dibayarkan oleh manajer PT A**** K**** yg tersipu malu karena telah menuntutnya.

Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yg bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain utk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki yang berhati mulia.

Coba lihat, seandainya kita tetangga dari nenek tersebut. Apa kita tidak malu terhadap tetangga?
Kita lupa akan kehadiran sebuah harta yang sesungguhnya bukan milik kita seutuhnya. Bagaimana bisa kita membiarkan tetangga miskin kelaparan?
Bukankah ketika dinding kita berhimpitan dekat, dialah kerabat paling dekat ketika sanak saudara yang lain berjauhan?
Jika kita minta bantuan merekalah yang paling utama sebelum menilik keluarga jauh.

Kita rajin beribadah, menginfakkan sebagian kecil minimal 5% harta/gaji kita di sebuah yayasan, namun lupa akan hadirnya tetangga yang kekurangan.
Naudzubillah.....


lain cerita :

Belum lagi mendengar suara dari seorang perawat rumah sakit yang selalu lalu lalang mendatangi pasien. Ia begitu tega mengatakan dengan tanpa berpikir.
"Pasien miskin, di urusinnya belakangan. Sudah miskin tak punya uang ke rumah sakit"

Astaghfirullah...
Jika tangan ini mampu menggapai.... aku ingin bisa mengatakan stop ke rumah sakit. Cari obat-obatan herbal dan memohon kepada Alloh SWT.

Dan apakah kesuksesan seseorang dinilai dari kekayaan?
Dari jabatan?
Dari sebuah pendidikan tinggi?

Yah, dunia ini memang selalu unik dan dramatis. Ada-ada saja yang dijanjikan, namun berurusan lagi dengan sebuah kesadisan.

Saya heran, jika ada yang merasa sudah kaya. Bahkan seolah mampu membeli bumi dan seisinya.

"Dasar orang susah belagu, belum lagi jadi kaya tambah belagunya"

Stop.... apapun yang dilakukan si miskin, si susah, si sengsara. Patutkah lidah ini menjulur panjang di neraka dengan kobaran api mendidih?

Jangan lihat sekarang, lihat yang akan datang. Apakah 5 menit lagi kejadian yang tak ada di depan mata bisa berubah lebih baik lagi???

Jadi ingat kisah tentang si Miskin yang sakit dan tak memiliki uang untuk biaya pengobatan, datang seorang kaya (nonis) ia akhirnya membiayai si miskin, dan si miskin pun terbujuk untuk masuk ke dalam agamanya.

Siasat ini adalah dakwah bagi mereka, cara dakwah mereka yang seperti ini selalu di terapkan.
Namun, terkadang si kaya muslim lebih memilih "enggan" menolong si miskin padahal mereka ladang dakwah kita juga untuk menjadi pribadi yang mendekat dan bersyukur kepada Alloh.
Wallahu a'alam bisshowab.

Dunia ini tercipta bukan lain untuk menguji.. dan menguji per detiknya.
Satu detik kehilangan kendali kita pasti ingin mengulanginya lagi. Tapi waktu tak bisa terulang.


Kaya adalah sebuah ujian bagaimana kamu bisa menjadi seorang yang kaya namun selalu ingat akan bahwa semua titipanNYA.
Miskin adalah sebuah ujian bagaimana kamu bisa menjadi seorang yang sabar, tawakal dan berusaha gigih dengan mengingat Alloh SWT.

Segala sesuatunya pasti karena Alloh, karena tubuh ini milik Alloh.

“Maka hendaklah memuliakan tetangganya
Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akherat serta memberi mereka hadiyah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, namun kekayaan yang hakiki adalah kaya jiwa (hati).” (H.R. Al-Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1050)

Walaupun Rosulullah adalah pribadi yang kaya hati dan kaya harta, namun Rosul selalu sederhana dan bersikap dermawan.

Kaya tak dilarang miskin pun tak dilarang, Namun Qonaah itu diwajibkan sebagai rasa syukur dan CintaNYa.

Menjadi pribadi yang kaya, bukan dinilai dari harta kekayaannya.

***


alhamdulillah dapat award lagi dari dua insan manusia yang sangat baik hatinya.

jazakumullah khairon katsiron..

media Robbani

Bunda / mbak mugniar


Maafkanlah


Aku sedang berusaha menyayangimu
Karena aku tak ingin ada benci

Sudah ku berusaha mencari celah
Menyelami arti keindahan persahabatan
Ketika senja bersemi dengan hembusan sepoi
Ku merasa ada liukan hebat yang membuncah di dadaku

Ku berusaha ke utara
Tak ada satupun arah yang tersisa
Ku berusaha ke selatan
Malah otakku terasa berbanding 90 derajat
Aku berusaha ke timur
Namun silaunya terik matarahari hari ini
Ku menarik nafas panjang
Barat berusaha menghadap kiblat

Tenangkan pikiranku
Seakan ku beribadah untuk terakhir kalinya
Seakan ku bernafas hanya untuk detik ini

Allohu Akbar
Alloh Yang Merajai isi bumi ini
Berpikirlah,
Renungkanlah sejenak

Tik…tik .....tik
Gerimis mulai bersahut-sahutan diatas atap
Air mata ini pun mulai meluber
Membasahi pipiku
Maafkan aku …..

Hanya ada satu kata “maaf”
“maaf” jika terlambat
“maaf” itu memang paling mudah
“maaf” bukan hanya untuk idul fitri
“maaf” walaupun kau tak memaafkan
“maaf” walaupun kau sakit hati setengah mati
“maaf” walaupun kau merasakan akulah parasit
“maaf” aku terlahir untuk menguji kesabaranmu
“maaf” aku terlahir untuk selalu minta
“maaf” kata-kata yang tak akan bosan keluar dari kehinaan ini
“maaf” karena aku mencintai, menyayangi kalian karena Alloh SWT.


Apabila meminta maaf begitu penting, maka memberi maaf Allah Yang Maha Pengampun bahkan tersebut salah satu cirri orang takwa dan muhsin yang dicintai-Nya (Q.s ali imron: 133-4).

Maaf itu tidak murah, Mahal.
Murah bagi yang mengerti betapa hadiah terindah yang Allah janjikan karena Alloh Maha Pemaaf.
Berapa banyak umatNya yang meminta maaf disetiap detiknya, disetiap bermunajat padaNYa.

Kelam menjadi pekat, Bahkan kembali bersinar. Karena Alloh memaafkan. Siapapun yang datang baik itu maling, pezina, koruptor. Jika memang ia bersungguh-sungguh Allah tak pernah melarangnya untuk membukakan pintu surgaNYA.

Kenapa aku marah?
Kenapa aku tak sependapat?
Kenapa aku hilang kendali?

Hanya karena berbeda argument, Hanya saja aku berusaha untuk tenang, menyikapi karena aku sudah berusaha untuk kaffah (keseluruhan).

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semuanya kedalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya dia itu musuh yang nyata bagimu."
(Qs. al-Baqarah 2:208).

Aku bisa menerangkan apa itu dakwah, aku bisa menerangkan apa itu iri hati, apa itu pendendam, apa itu pendusta, apa itu munafik.
Tapi nyatanya? Aku munafik? Aku tak bisa memaafkannya hanya karena ia sudah menyakitiku?

Pakaian boleh menutup secara kaffah, jilbab boleh besar, janggut boleh panjang, ucapan boleh ana, antum, afwan, syukron. Tapi ana tidak bisa memaafkannya. Walaupun secara nyata ia tak pernah bisa juga memaafkan seperti ku.
Aku yang mengalah, aku yang harusnya mencintainya karena Allah.

Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka buruk, sesungguhnya sebahagian prasangka buruk itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain...." (Al-Hujurat: 12)


"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang sedemikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Asy-Syura: 43)

Pertama kali aku berjumpa tanpa mengenal sosok wajah dan rupamu, bahkan hatimu berseri-seri. Hampir tiap hari kita berkunjung melalui blog.
Hanya karena pendapatku menyakitkanmu kau pun tak pernah berusaha membuka peluang untuknya?
Gigih dalam pendapat, padahal belum tentu anda lebih baik darinya. Seperti memasang alrm berkekuatan besar. Jika ia mengunjungi harus segera memastikan tak ada jejaknya disini. tak akan menjadi followernya.
Aku sudah sakit hati dengan komentarnya.
Astaghfirullah……..

Kesalahpahaman inilah kadang sering terjadi diantara kita. Untuk kita saya manusia yang berlumur dosa, berusaha mengatakan kata yang takkan pernah bisa kulupakan hingga suaraku kelak tak terdengar.

Maaf…bibir ini bisa berkata
Tak ada yang tahu ketika bibir ini akan bisa bicara lagi atau tidak esok hari. Atau beberapa menit lagi.

" Tolaklah kejahatan dengan sebuah kebaikan...
niscaya engkau akan dapati musuhmu akan menjadi seolah-olah saudaramu"..
surah Al-Fussilat ayat 34...

Ada orang yang tak pernah bahkan seperti bisu, ia tak pernah menyatakan maaf.
Karena ia merasa tak bersalah, bahkan hari raya yang dikatakan suci itupun jua ia hanya berpura-pura bahkan tak ada suara maaf.
Tapi ketika ada keperluan mendesak ia berusaha meminta bantuan. Setelah tak ada keperluan ia malah menghilang seperti musuh dalam selimut.
Maaf ini nyata dari beberapa kisah.
Yah meskipun ini adalah hal yang paling mulia, namun saya yakin sulit untuk memaafkan.


Yuk,kita terapi kesehatan kita. Sudahkah dendam itu terhapus dalam diri kita?
Bukankah tak bisa memafkan sama sajanya dengan pendendam?
apakah ini sifat kita sebagai UmatNYA yang mengaku selalu mengikuti sunnahnya. Tak menduakan Alloh Yang Maha Esa?

Mari terapi hati kita, agar menjadi hambaNya yang dicintaiNYA.


Aku sedang berusaha menyayangimu
Karena aku tak ingin ada benci

Sudah ku berusaha mencari celah
Menyelami arti keindahan persahabatan
Ketika senja bersemi dengan hembusan sepoi
Ku merasa ada liukan hebat yang membuncah di dadaku

Ku berusaha ke utara
Tak ada satupun arah yang tersisa
Ku berusaha ke selatan
Malah otakku terasa berbanding 90 derajat
Aku berusaha ke timur
Namun silaunya terik matarahari hari ini
Ku menarik nafas panjang
Barat berusaha menghadap kiblat

Tenangkan pikiranku
Seakan ku beribadah untuk terakhir kalinya
Seakan ku bernafas hanya untuk detik ini

Allohu Akbar
Alloh Yang Merajai isi bumi ini
Berpikirlah,
Renungkanlah sejenak

Tik…tik .....tik
Gerimis mulai bersahut-sahutan diatas atap
Air mata ini pun mulai meluber
Membasahi pipiku
Maafkan aku …..

Hanya ada satu kata “maaf”
“maaf” jika terlambat
“maaf” itu memang paling mudah
“maaf” bukan hanya untuk idul fitri
“maaf” walaupun kau tak memaafkan
“maaf” walaupun kau sakit hati setengah mati
“maaf” walaupun kau merasakan akulah parasit
“maaf” aku terlahir untuk menguji kesabaranmu
“maaf” aku terlahir untuk selalu minta
“maaf” kata-kata yang tak akan bosan keluar dari kehinaan ini
“maaf” karena aku mencintai, menyayangi kalian karena Alloh SWT.


Apabila meminta maaf begitu penting, maka memberi maaf Allah Yang Maha Pengampun bahkan tersebut salah satu cirri orang takwa dan muhsin yang dicintai-Nya (Q.s ali imron: 133-4).

Maaf itu tidak murah, Mahal.
Murah bagi yang mengerti betapa hadiah terindah yang Allah janjikan karena Alloh Maha Pemaaf.
Berapa banyak umatNya yang meminta maaf disetiap detiknya, disetiap bermunajat padaNYa.

Kelam menjadi pekat, Bahkan kembali bersinar. Karena Alloh memaafkan. Siapapun yang datang baik itu maling, pezina, koruptor. Jika memang ia bersungguh-sungguh Allah tak pernah melarangnya untuk membukakan pintu surgaNYA.

Kenapa aku marah?
Kenapa aku tak sependapat?
Kenapa aku hilang kendali?

Hanya karena berbeda argument, Hanya saja aku berusaha untuk tenang, menyikapi karena aku sudah berusaha untuk kaffah (keseluruhan).

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semuanya kedalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya dia itu musuh yang nyata bagimu."
(Qs. al-Baqarah 2:208).

Aku bisa menerangkan apa itu dakwah, aku bisa menerangkan apa itu iri hati, apa itu pendendam, apa itu pendusta, apa itu munafik.
Tapi nyatanya? Aku munafik? Aku tak bisa memaafkannya hanya karena ia sudah menyakitiku?

Pakaian boleh menutup secara kaffah, jilbab boleh besar, janggut boleh panjang, ucapan boleh ana, antum, afwan, syukron. Tapi ana tidak bisa memaafkannya. Walaupun secara nyata ia tak pernah bisa juga memaafkan seperti ku.
Aku yang mengalah, aku yang harusnya mencintainya karena Allah.

Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka buruk, sesungguhnya sebahagian prasangka buruk itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain...." (Al-Hujurat: 12)


"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang sedemikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Asy-Syura: 43)

Pertama kali aku berjumpa tanpa mengenal sosok wajah dan rupamu, bahkan hatimu berseri-seri. Hampir tiap hari kita berkunjung melalui blog.
Hanya karena pendapatku menyakitkanmu kau pun tak pernah berusaha membuka peluang untuknya?
Gigih dalam pendapat, padahal belum tentu anda lebih baik darinya. Seperti memasang alrm berkekuatan besar. Jika ia mengunjungi harus segera memastikan tak ada jejaknya disini. tak akan menjadi followernya.
Aku sudah sakit hati dengan komentarnya.
Astaghfirullah……..

Kesalahpahaman inilah kadang sering terjadi diantara kita. Untuk kita saya manusia yang berlumur dosa, berusaha mengatakan kata yang takkan pernah bisa kulupakan hingga suaraku kelak tak terdengar.

Maaf…bibir ini bisa berkata
Tak ada yang tahu ketika bibir ini akan bisa bicara lagi atau tidak esok hari. Atau beberapa menit lagi.

" Tolaklah kejahatan dengan sebuah kebaikan...
niscaya engkau akan dapati musuhmu akan menjadi seolah-olah saudaramu"..
surah Al-Fussilat ayat 34...

Ada orang yang tak pernah bahkan seperti bisu, ia tak pernah menyatakan maaf.
Karena ia merasa tak bersalah, bahkan hari raya yang dikatakan suci itupun jua ia hanya berpura-pura bahkan tak ada suara maaf.
Tapi ketika ada keperluan mendesak ia berusaha meminta bantuan. Setelah tak ada keperluan ia malah menghilang seperti musuh dalam selimut.
Maaf ini nyata dari beberapa kisah.
Yah meskipun ini adalah hal yang paling mulia, namun saya yakin sulit untuk memaafkan.


Yuk,kita terapi kesehatan kita. Sudahkah dendam itu terhapus dalam diri kita?
Bukankah tak bisa memafkan sama sajanya dengan pendendam?
apakah ini sifat kita sebagai UmatNYA yang mengaku selalu mengikuti sunnahnya. Tak menduakan Alloh Yang Maha Esa?

Mari terapi hati kita, agar menjadi hambaNya yang dicintaiNYA.

 
Catatan Annurshah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template