Sudah sepantasnya jika harus menjaga lidah dan perbuatan. bukan sekedar kita ingin dinilai secara perbuatan tapi hati masih keruh.
Kemarin gak sadar aku membelokkan diri di pertigaan karena dibelakangku terlihat sepeda yang ditunggangi seorang bapak-bapak tua. Tepatnya kakek-kakek. Terlihat begitu lelet alias lama saat mengendarai sepedanya. Sedangkan aku mencari celah agar bisa membelokkan sepedaku dengan cepat.
Si kakek malah meleng dan berteriak-teriak sambil menghentikan sepedanya.
Dan kenalah aku di caci maki,
Gobl%#%#%kkk
Bang^$%$
semua bahasa kotor yang tak asing menancap di telingaku. Ya mungkin inilah cacian yang ku dengar dari mulut seorang kakek kepadaku. Dia marah esmosi. Ya aku salah karena aku tak bisa memahami kau yang berjalan sangat menepi sehingga membuat jalan semakin sempit.
Tapi kejadian ini bukan hanya menderaku. Mungkin orang lain juga sama ketika mengalami kesalahan sedikit dimaki dengan begitu hinanya.
Belum lagi ketika aku sedang menunggangi mobil nebeng teman. Dia ku lihat emosi sekali saat mulai di depannya berjalan dengan lambat dan akhirnya hampir bersenggolan antara mobil yang disampingnya. Dan keluarlah kata-kata kotor yang melayang ditancapkan kepada yang dianggapnya sudah mengusik kesabarannya.
Tanpa sadar ketika lidah /lisan tak dapat dijaga akan membuat kerusakan atau bahkan kesalahpaham yang menjerumus.
Terkadang ketika sedang emosi yang tadinya tak pernah berkata kasar dan kotor. Harus keluar dari mulutnya karena emosi telah membuncah. Padahal ia tidak berfikir siapa pengendali hati sesungguhnya.
Maukah kau dikasari dengan perkataan hina?
Banyak kejadian seperti ini, yang sudah mendarah daging. Naudzubillahi mindzalik.
setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf nahi mungkar ( memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran) dan Dzikrullah Azza wa Jalla (mengingat Allah Azza wa Jalla). (HR Tirmidzi)
Sudah sepantasnya jika harus menjaga lidah dan perbuatan. bukan sekedar kita ingin dinilai secara perbuatan tapi hati masih keruh.
Kemarin gak sadar aku membelokkan diri di pertigaan karena dibelakangku terlihat sepeda yang ditunggangi seorang bapak-bapak tua. Tepatnya kakek-kakek. Terlihat begitu lelet alias lama saat mengendarai sepedanya. Sedangkan aku mencari celah agar bisa membelokkan sepedaku dengan cepat.
Si kakek malah meleng dan berteriak-teriak sambil menghentikan sepedanya.
Dan kenalah aku di caci maki,
Gobl%#%#%kkk
Bang^$%$
semua bahasa kotor yang tak asing menancap di telingaku. Ya mungkin inilah cacian yang ku dengar dari mulut seorang kakek kepadaku. Dia marah esmosi. Ya aku salah karena aku tak bisa memahami kau yang berjalan sangat menepi sehingga membuat jalan semakin sempit.
Tapi kejadian ini bukan hanya menderaku. Mungkin orang lain juga sama ketika mengalami kesalahan sedikit dimaki dengan begitu hinanya.
Belum lagi ketika aku sedang menunggangi mobil nebeng teman. Dia ku lihat emosi sekali saat mulai di depannya berjalan dengan lambat dan akhirnya hampir bersenggolan antara mobil yang disampingnya. Dan keluarlah kata-kata kotor yang melayang ditancapkan kepada yang dianggapnya sudah mengusik kesabarannya.
Tanpa sadar ketika lidah /lisan tak dapat dijaga akan membuat kerusakan atau bahkan kesalahpaham yang menjerumus.
Terkadang ketika sedang emosi yang tadinya tak pernah berkata kasar dan kotor. Harus keluar dari mulutnya karena emosi telah membuncah. Padahal ia tidak berfikir siapa pengendali hati sesungguhnya.
Maukah kau dikasari dengan perkataan hina?
Banyak kejadian seperti ini, yang sudah mendarah daging. Naudzubillahi mindzalik.
setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf nahi mungkar ( memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran) dan Dzikrullah Azza wa Jalla (mengingat Allah Azza wa Jalla). (HR Tirmidzi)